RINGKASAN
Malaria merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dan di beberapa negara di dunia samp ai saat ini. Di seluruh dunia
setiap tahunnya ditemukan 500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal
dunia. Di wilayah tropis seperti Indonesia, malaria merupakan penyakit yang cukup banyak
diderita terutama pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan (15 juta kasus dengan 38.000
kematian setiap tahunnya).
Penyakit menular ini disebabkan oleh protozoa yang bernama Plasmodium, yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk jeni s tertentu yaitu nyamuk Anopheles. Dari ke empat spesies yang
biasanya menginfeksi manus ia, 95% disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax.
Cepatnya penyebaran resistensi terhadap obat antimalaria yang digunakan selama ini
merupakan tantangan yang serius dalam strategi pengendalian penyakit malaria. Resistensi
obat antimalaria merupakan masalah serius dan kendala dalam pemberantasan penyakit
malaria di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengurangi cepatnya perkembangan resistensi
adalah dengan penggunaan obat secara kombinasi.
WHO tahun 2001 menganjurkan pengobatan ma laria falciparum dengan menggunakan
kombinasi obat antimalaria yang berbasis artemisinin.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk men cari efikasi penggunaan obat antimalaria
kombinasi Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin dan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin
terhadap malaria falciparum.
Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka ( open trial) yang dilakukan di 11 desa dalam 3
kecamatan (kecamatan Lahusa, kecamatan Teluk Dalam dan kecamatan Amandraya) di
Kabupaten Nias Selatan mulai bulan Septem ber 2006 sampai bulan Desember 2006. Populasi
penelitian adalah penduduk yang bertempat tingg al di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa dan
Amandraya, Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Su matera Utara. Sedangkan subjek penelitian
adalah penderita malaria falciparum yang ditemukan melalui pemeriksaan mikroskopis, yaitu
dengan cara menemukan Plasmodium falciparum saja pada sediaan darahnya (monoinfeksi)
serta memenuhi kriteria inklusi. Dari se banyak 826 orang penduduk ya ng diperiksa dari 11
desa dalam 3 kecamatan di kabupaten Nias Selatan, hanya sebanyak 723 orang yang
memenuhi persyaratan umur, gejala dan tanda klinis untuk dilakukan pemeriksaan darah.
Sebanyak 311 orang (43%) didiagnosa menderita penyakit malaria dengan perincian : infeksi
P. falciparum 238 orang (76,5%), infeksi P. vivax 7 orang (2,3%) dan infeksi campuran ( P.
falciparum dan P. vivax) sebanyak 66 orang (21,2%).
Penderita yang terinfeksi dengan P. falciparum ada sebanyak 238 orang dan 85 orang
diantaranya yang memenuhi kriteria dibagi dalam 2 kelompok pengobatan secara random
sederhana yaitu 46 orang pada kelompok pengobatan Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin
(AR+SP) dan 39 orang pada kelompok pengobata n Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin
(AQ+SP). Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 7, 14 dan 28 untuk melihat
kepadatan parasit sedangkan pemeriksaan kada r gula darah dan darah rutin dilakukan pada
hari ke-0 dan 14. Selama penelitian berlangsung ada sebanyak 7 orang yang dikeluarkan dari
penelitian. Tiga orang berasal dari kelompok pengobatan Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin
oleh karena tidak makan obat pada hari ke-2. Dua orang dikeluarkan dari penelitian karena
tidak bersedia lagi mengikuti pemeriksaan ulan gan yaitu 1 orang dari kelompok Artesunat +
Sulfadoksin-pirimetamin dan 1 orang la gi dari kelompok pengobatan Amodiakuin +
Philip Darmawan Sony : Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Sulfadoksin-Pirimetamin + Artesunat Dengan Sulfadoksin…, 2007
USU e-Repository © 2008
Sulfadoksin-pirimetamin. Dua orang lainnya dikeluarkan dari penelitian oleh karena pindah ke
kota lain yaitu dari kelompok pengobatan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin.
Walaupun terjadi perubahan yang bermakna terhadap komponen hematologi seperti
kadar gula darah, hemoglobin, leko sit, eritrosit dan trombosit (p <0,05) sebelum dan sesudah pengobatan pada masing-masing kelompok pengobatan, namun berd asarkan hasil uji statistik yang membandingkan kelompok pengobatan AR+SP dengan kelompok pengobatan AQ+SP terhadap perubahan komponen hematologi terse but ternyata secara umum tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna, baik pada kelompok pengobatan dengan kombinasi AR+SP maupun kombinasi AQ+SP ( p>0,05). Efek samping pengobatan yang sering timbul pada
kedua kelompok pengobatan adalah sakit kepala (40,5% pada kelompok pengobatan AR+SP,
75% pada kelompok pengobata n AQ+SP). Terjadi penuruna n kepadatan parasit yang
signifikan (100%) pada masi ng-masing kelompok pengobatan (p<0,05). Namun dari hasil uji statistik yang membandingkan efek penurunan kepadatan parasit terhadap kelompok pengobatan AR+SP dengan AQ+SP tidak ada perbedaan yang bermakna ( p>0,05). Tidak
dijumpai adanya kegagalan pengobatan baik Early Treatment Failure (ETF) maupun Late
Treatment Failure (LTF).
Dapat diambil kesimpulan, pengobatan mala ria falciparum tanpa komplikasi dengan
kombinasi Artesunat + Sulfadoksin-pirimetam in dan kombinasi Amodiakuin + Sulfadoksin-
pirimetamin memberikan efikasi yang sama.
Kata kunci : malaria falciparum tanpa komplikasi, kombinasi Artesunat +
Sulfadoksin-pirimetamin dan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin,
kepadatan parasit, efikasi.
Malaria merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia dan di beberapa negara di dunia samp ai saat ini. Di seluruh dunia
setiap tahunnya ditemukan 500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1 juta orang meninggal
dunia. Di wilayah tropis seperti Indonesia, malaria merupakan penyakit yang cukup banyak
diderita terutama pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan (15 juta kasus dengan 38.000
kematian setiap tahunnya).
Penyakit menular ini disebabkan oleh protozoa yang bernama Plasmodium, yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk jeni s tertentu yaitu nyamuk Anopheles. Dari ke empat spesies yang
biasanya menginfeksi manus ia, 95% disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax.
Cepatnya penyebaran resistensi terhadap obat antimalaria yang digunakan selama ini
merupakan tantangan yang serius dalam strategi pengendalian penyakit malaria. Resistensi
obat antimalaria merupakan masalah serius dan kendala dalam pemberantasan penyakit
malaria di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengurangi cepatnya perkembangan resistensi
adalah dengan penggunaan obat secara kombinasi.
WHO tahun 2001 menganjurkan pengobatan ma laria falciparum dengan menggunakan
kombinasi obat antimalaria yang berbasis artemisinin.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk men cari efikasi penggunaan obat antimalaria
kombinasi Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin dan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin
terhadap malaria falciparum.
Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka ( open trial) yang dilakukan di 11 desa dalam 3
kecamatan (kecamatan Lahusa, kecamatan Teluk Dalam dan kecamatan Amandraya) di
Kabupaten Nias Selatan mulai bulan Septem ber 2006 sampai bulan Desember 2006. Populasi
penelitian adalah penduduk yang bertempat tingg al di Kecamatan Teluk Dalam, Lahusa dan
Amandraya, Kabupaten Nias Selatan, Propinsi Su matera Utara. Sedangkan subjek penelitian
adalah penderita malaria falciparum yang ditemukan melalui pemeriksaan mikroskopis, yaitu
dengan cara menemukan Plasmodium falciparum saja pada sediaan darahnya (monoinfeksi)
serta memenuhi kriteria inklusi. Dari se banyak 826 orang penduduk ya ng diperiksa dari 11
desa dalam 3 kecamatan di kabupaten Nias Selatan, hanya sebanyak 723 orang yang
memenuhi persyaratan umur, gejala dan tanda klinis untuk dilakukan pemeriksaan darah.
Sebanyak 311 orang (43%) didiagnosa menderita penyakit malaria dengan perincian : infeksi
P. falciparum 238 orang (76,5%), infeksi P. vivax 7 orang (2,3%) dan infeksi campuran ( P.
falciparum dan P. vivax) sebanyak 66 orang (21,2%).
Penderita yang terinfeksi dengan P. falciparum ada sebanyak 238 orang dan 85 orang
diantaranya yang memenuhi kriteria dibagi dalam 2 kelompok pengobatan secara random
sederhana yaitu 46 orang pada kelompok pengobatan Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin
(AR+SP) dan 39 orang pada kelompok pengobata n Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin
(AQ+SP). Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada hari ke 0, 1, 2, 3, 7, 14 dan 28 untuk melihat
kepadatan parasit sedangkan pemeriksaan kada r gula darah dan darah rutin dilakukan pada
hari ke-0 dan 14. Selama penelitian berlangsung ada sebanyak 7 orang yang dikeluarkan dari
penelitian. Tiga orang berasal dari kelompok pengobatan Artesunat + Sulfadoksin-pirimetamin
oleh karena tidak makan obat pada hari ke-2. Dua orang dikeluarkan dari penelitian karena
tidak bersedia lagi mengikuti pemeriksaan ulan gan yaitu 1 orang dari kelompok Artesunat +
Sulfadoksin-pirimetamin dan 1 orang la gi dari kelompok pengobatan Amodiakuin +
Philip Darmawan Sony : Perbandingan Efikasi Terapi Kombinasi Sulfadoksin-Pirimetamin + Artesunat Dengan Sulfadoksin…, 2007
USU e-Repository © 2008
Sulfadoksin-pirimetamin. Dua orang lainnya dikeluarkan dari penelitian oleh karena pindah ke
kota lain yaitu dari kelompok pengobatan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin.
Walaupun terjadi perubahan yang bermakna terhadap komponen hematologi seperti
kadar gula darah, hemoglobin, leko sit, eritrosit dan trombosit (p <0,05) sebelum dan sesudah pengobatan pada masing-masing kelompok pengobatan, namun berd asarkan hasil uji statistik yang membandingkan kelompok pengobatan AR+SP dengan kelompok pengobatan AQ+SP terhadap perubahan komponen hematologi terse but ternyata secara umum tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna, baik pada kelompok pengobatan dengan kombinasi AR+SP maupun kombinasi AQ+SP ( p>0,05). Efek samping pengobatan yang sering timbul pada
kedua kelompok pengobatan adalah sakit kepala (40,5% pada kelompok pengobatan AR+SP,
75% pada kelompok pengobata n AQ+SP). Terjadi penuruna n kepadatan parasit yang
signifikan (100%) pada masi ng-masing kelompok pengobatan (p<0,05). Namun dari hasil uji statistik yang membandingkan efek penurunan kepadatan parasit terhadap kelompok pengobatan AR+SP dengan AQ+SP tidak ada perbedaan yang bermakna ( p>0,05). Tidak
dijumpai adanya kegagalan pengobatan baik Early Treatment Failure (ETF) maupun Late
Treatment Failure (LTF).
Dapat diambil kesimpulan, pengobatan mala ria falciparum tanpa komplikasi dengan
kombinasi Artesunat + Sulfadoksin-pirimetam in dan kombinasi Amodiakuin + Sulfadoksin-
pirimetamin memberikan efikasi yang sama.
Kata kunci : malaria falciparum tanpa komplikasi, kombinasi Artesunat +
Sulfadoksin-pirimetamin dan Amodiakuin + Sulfadoksin-pirimetamin,
kepadatan parasit, efikasi.