BAB I
P E N D A H U L U A N
1.1. LATAR BELAKANG
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari empat
Plasmodia yang menginfeksi manusia : P. Falciparum, P. Vivax, P.ovale dan
P.malariae.1 Dua spesies yang pertama ( P.falciparum, P.vivax) merupakan penyebab
lebih dari 95% kasus m alaria di dunia. 2 P.falciparum ditemukan terutama di daerah
tropis dan resiko kematian lebih besar bagi orang yang tidak imun, karena dapat
menyerang sel darah merah disemua umur dan obat biasanya resistensi. 1 Terdapat
bukti bahwa penyakit ini mempunyai ti ngkat endemisitas yang tinggi di beberapa
kawasan pemukiman di daerah tropis dan subtropis sejak masa prasejarah. Hal ini
berhubungan dengan modifikasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan oleh
manusia.3 Sampai saat ini malaria masih merupakan proble m didaerah tropis negara
yang berkembang dengan 300 -500 juta kasus dan 2 -3 meninggal pertahunnya. 1
Khususnya pada bayi dan anak angka kematian dan kesakitan pada umur dibawah 5
tahun adalah 6% dan 11%, di Afrika 10% angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit malaria.4,5 Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. 6,7 Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi,
terutama di daerah endemis dan yang non endemis malaria .6 Di daerah tersebut
masih sering terj adi letusan wabah yang menimbulkan banyak kematian. Laporan
pertama tentang adanya malaria di Indonesia oleh tentara Belanda. Dilaporkan
adanya wabah di Cirebon pada tahun 1852 -1854.7
Penyebaran penyakit malaria di Propinsi Sumatera Utara terutama dijumpai
sepanjang pantai timur dan barat. Pada daratan tinggi kasus malaria jarang
ditemukan. Dari hasil survai malariometrik yang dilakukan dari tahun 1990 sampai
dengan tahun 1993 di sebelas Kabupaten telah ditemukan dua spesies parasit yaitu
P. falciparum dan P.vivax. Dari survai tersebut diperoleh angka malaria 2.7%.
Penyebaran parasit malaria berdasarkan survai malariometrik adalah dipantai,
daerah perbukitan dan daerah yang berdekatan dengan hutan lebat. 8 Hasil survai
malariometrik pada daerah endemis malar ia di propinsi Sumatera Utara selama
kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka parasite rate (PR) yang tinggi di
beberapa daerah (PR>2%) dan pada daerah lainnya rendah (PR<2%). Kecamatan dengan parasite rate yang tinggi ditemukan di Kabupaten Mandailing Natal ( Madina ) , Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo dan Labuhan Batu. 8 Tahun 1999/2000 pada High Prevalensi Area (HPA) dijumpai PR>4% dimana yang tertinggi Madina yaitu
10,65%.9
Kabupaten Mandailing Natal terletak diantara 0 0-1050 lintang utara dan 98 0
50-100010 bujur timur dan luas wilayah kira -kira 6.620.70 km2, mempunyai 8
kecamatan dengan kondisi geografi yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa -rawa,
sungai-sungai dan persawahan. Mandailing Natal berbatas sebelah utara dengan
Tapanuli Selatan, sebel ah selatan dengan propinsi Sumatera Barat, sebelah barat
dengan Samudera Hindia, sebelah timur dengan Propinsi Riau. Jumlah penduduk
©2003 Digitized by USU digital library 2
343.715 jiwa, pada desa Penyabungan jae jumlah laki -laki 1.071 dan perempuan
berjumlah 1,172 jiwa.
Sedangkan pada desa Mompang jumlah laki -laki 2.184 dan perempuan 2.239
jiwa. Mata pencarian mayoritas petani dan nelayan, pola dan jenis penyakit yang
terbanyak adalah malaria klinis 17,53%.
©2003 Digitized by USU digital library 3
Dengan banyaknya kasus malaria, maka kebutuhan akan suatu metoda untuk
menegakkan diagnosis penyakit malaria yang sifatnya sensitif dan mendukung
gejala-gejala klinis sangatlah perlu. 4 Di Thailand pada tahun 1971 mendiagnosis
malaria secara simtomatik sehingga terjadi diagnosis yang meningkat. 11 Oleh karena
itu diagnosi s dini diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 3
Biasanya diagnosis malaria ditegakkan dengan metoda konvensional memakai
perwarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah sinar mikroskop,
pemeriksaan ini sampai saat ini masih m erupakan gold standard . Namun
pemeriksaan ini masih terdapat beberapa kendala dan keterbatasan. Sebagai
konsekwensinya diperlukan pengembangan berbagai metoda alternatif. 4
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dimana Madina merupak an
daerah malaria dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Utara, maka kebutuhan
akan suatu metoda untuk diagnosis malaria yang sifatnya mudah, cepat dan
sensitive sangatlah diperlukan. Sampai saat ini Metoda Giemsa merupakan gold
standard. Kelebihan dari m etoda Giemsa ini adalah biaya relatif murah. Meskipun
demikian masih terdapat kendala yaitu memerlukan tenaga laboratorium yang
terlatih dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama ( time consuming).4 Untuk
mengatasi kelemahan ini Parra dan kawan -kawan (1991) memperkenalkan
Immunochromatographic test (ICT) untuk mendeteksi P.falciparum trophozoite
histidine rich protein -II ( PfHRP-II). Uji ini lebih cepat dilakukan dan tidak
membutuhkan peralatan laboratorium dan praktis dipakai di lapangan. 12 ICT ini
harganya Rp. 20.000
1.3. HIPOTESIS
Tidak ada perbedaan sensitifitas dan spesifisitas antara pemeriksaan ICT
dengan pewarnaan Giemsa.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji tersebut terhadap infeksi
P.falciparum
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif dalam
menegakkan diagnosis penyakit malaria falciparum secara cepat dengan metoda
sederhana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non m ikroskopis.
Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti
P E N D A H U L U A N
1.1. LATAR BELAKANG
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh satu atau lebih dari empat
Plasmodia yang menginfeksi manusia : P. Falciparum, P. Vivax, P.ovale dan
P.malariae.1 Dua spesies yang pertama ( P.falciparum, P.vivax) merupakan penyebab
lebih dari 95% kasus m alaria di dunia. 2 P.falciparum ditemukan terutama di daerah
tropis dan resiko kematian lebih besar bagi orang yang tidak imun, karena dapat
menyerang sel darah merah disemua umur dan obat biasanya resistensi. 1 Terdapat
bukti bahwa penyakit ini mempunyai ti ngkat endemisitas yang tinggi di beberapa
kawasan pemukiman di daerah tropis dan subtropis sejak masa prasejarah. Hal ini
berhubungan dengan modifikasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan oleh
manusia.3 Sampai saat ini malaria masih merupakan proble m didaerah tropis negara
yang berkembang dengan 300 -500 juta kasus dan 2 -3 meninggal pertahunnya. 1
Khususnya pada bayi dan anak angka kematian dan kesakitan pada umur dibawah 5
tahun adalah 6% dan 11%, di Afrika 10% angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit malaria.4,5 Di Indonesia sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat. 6,7 Angka kesakitan penyakit ini masih cukup tinggi,
terutama di daerah endemis dan yang non endemis malaria .6 Di daerah tersebut
masih sering terj adi letusan wabah yang menimbulkan banyak kematian. Laporan
pertama tentang adanya malaria di Indonesia oleh tentara Belanda. Dilaporkan
adanya wabah di Cirebon pada tahun 1852 -1854.7
Penyebaran penyakit malaria di Propinsi Sumatera Utara terutama dijumpai
sepanjang pantai timur dan barat. Pada daratan tinggi kasus malaria jarang
ditemukan. Dari hasil survai malariometrik yang dilakukan dari tahun 1990 sampai
dengan tahun 1993 di sebelas Kabupaten telah ditemukan dua spesies parasit yaitu
P. falciparum dan P.vivax. Dari survai tersebut diperoleh angka malaria 2.7%.
Penyebaran parasit malaria berdasarkan survai malariometrik adalah dipantai,
daerah perbukitan dan daerah yang berdekatan dengan hutan lebat. 8 Hasil survai
malariometrik pada daerah endemis malar ia di propinsi Sumatera Utara selama
kurun waktu 1989 sampai 1993 diperoleh angka parasite rate (PR) yang tinggi di
beberapa daerah (PR>2%) dan pada daerah lainnya rendah (PR<2%). Kecamatan dengan parasite rate yang tinggi ditemukan di Kabupaten Mandailing Natal ( Madina ) , Asahan, Nias, Tapanuli Utara, Karo dan Labuhan Batu. 8 Tahun 1999/2000 pada High Prevalensi Area (HPA) dijumpai PR>4% dimana yang tertinggi Madina yaitu
10,65%.9
Kabupaten Mandailing Natal terletak diantara 0 0-1050 lintang utara dan 98 0
50-100010 bujur timur dan luas wilayah kira -kira 6.620.70 km2, mempunyai 8
kecamatan dengan kondisi geografi yang luas terdiri dari hutan lebat, rawa -rawa,
sungai-sungai dan persawahan. Mandailing Natal berbatas sebelah utara dengan
Tapanuli Selatan, sebel ah selatan dengan propinsi Sumatera Barat, sebelah barat
dengan Samudera Hindia, sebelah timur dengan Propinsi Riau. Jumlah penduduk
©2003 Digitized by USU digital library 2
343.715 jiwa, pada desa Penyabungan jae jumlah laki -laki 1.071 dan perempuan
berjumlah 1,172 jiwa.
Sedangkan pada desa Mompang jumlah laki -laki 2.184 dan perempuan 2.239
jiwa. Mata pencarian mayoritas petani dan nelayan, pola dan jenis penyakit yang
terbanyak adalah malaria klinis 17,53%.
©2003 Digitized by USU digital library 3
Dengan banyaknya kasus malaria, maka kebutuhan akan suatu metoda untuk
menegakkan diagnosis penyakit malaria yang sifatnya sensitif dan mendukung
gejala-gejala klinis sangatlah perlu. 4 Di Thailand pada tahun 1971 mendiagnosis
malaria secara simtomatik sehingga terjadi diagnosis yang meningkat. 11 Oleh karena
itu diagnosi s dini diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian. 3
Biasanya diagnosis malaria ditegakkan dengan metoda konvensional memakai
perwarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah sinar mikroskop,
pemeriksaan ini sampai saat ini masih m erupakan gold standard . Namun
pemeriksaan ini masih terdapat beberapa kendala dan keterbatasan. Sebagai
konsekwensinya diperlukan pengembangan berbagai metoda alternatif. 4
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dimana Madina merupak an
daerah malaria dengan prevalensi tertinggi di Sumatera Utara, maka kebutuhan
akan suatu metoda untuk diagnosis malaria yang sifatnya mudah, cepat dan
sensitive sangatlah diperlukan. Sampai saat ini Metoda Giemsa merupakan gold
standard. Kelebihan dari m etoda Giemsa ini adalah biaya relatif murah. Meskipun
demikian masih terdapat kendala yaitu memerlukan tenaga laboratorium yang
terlatih dan hasil diperoleh dalam waktu yang lebih lama ( time consuming).4 Untuk
mengatasi kelemahan ini Parra dan kawan -kawan (1991) memperkenalkan
Immunochromatographic test (ICT) untuk mendeteksi P.falciparum trophozoite
histidine rich protein -II ( PfHRP-II). Uji ini lebih cepat dilakukan dan tidak
membutuhkan peralatan laboratorium dan praktis dipakai di lapangan. 12 ICT ini
harganya Rp. 20.000
1.3. HIPOTESIS
Tidak ada perbedaan sensitifitas dan spesifisitas antara pemeriksaan ICT
dengan pewarnaan Giemsa.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui sensitifitas dan spesifisitas uji tersebut terhadap infeksi
P.falciparum
1.5. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik alternatif dalam
menegakkan diagnosis penyakit malaria falciparum secara cepat dengan metoda
sederhana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non m ikroskopis.
Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti