BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri pasca operasi h ernioplasty secara langsung terjadi karena
rangsang mekanis akibat tarikan pada jari ngan miopektineal untuk menutup
defek melalui serabut saraf A α dan serabut saraf C, secara tidak langsung
melalui rangsang khemis akibat cedera jarin gan melalui serabut C (Ganong,
1995).
Rasa nyeri yang ti mbul aki bat operasi dinding abdomen biasanya
ringan–sedang 10–15 % nyeri lebih bera t, 30–50 % sedang, lebih dari 50 %
nyeri ringan yang sering tidak memerlukan analgesia. Menurut Bonica (1990),
biasanya periode nyeri akut rata-rata 1,5 hari (1-3 hari).
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi seri ngkali harus diberikan obat
analgesik, utamanya golongan NSAID, non narkotik analgesik atau narkotika
(Anan, 2000). Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak
setelah apendektomi. Sampai saat ini masi h merupakan tantangan dal am
peningkatan status kesehatan masyar akat karena besarnya biaya yang
diperlukan dalam penanganannya da n hi langnya tenaga kerja akibat
lambatnya pemulihan dan angka rekurens i. Dari keseluruhan jumlah operasi
di Peranci s ti ndakan bedah herni a sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di USA
(Aguifili, 1997). Beberapa modifikasi tehnik hernioplasty dari Bassini
Shouldice dan Mc Vay diterima sebagai tindakan baku hernioplasty oleh
sebagian besar ahli bedah selama lebih dari satu abad.
Secara tehnis sh ouldice lebih k ompleks t etapi relat if t idak su lit,
struktur anatomi lebih dapat dikenali sehingga kemungkinan “missed hernia”
tidak terjadi dan rasa nyeri pasca operasi lebih ringan (Amid, 2000).
Kemajuan terpenting dalam pen atalaksanaan h ernia in guinal set elah
Newman memperkenal kan tehni k menut up defek mi opektineal “tanpa
regangan” dengan memakai bahan sintetis yang sel anjutnya dikenal sebagai
LICHTENSTEIN “TENSION FREE”. Metode ini memberikan hasil lebih baik dari
sebelumnya : dimana pemulihan lebih awal, kebanyakan penderita kembali
bekerja dalam 2 minggu, nyeri pasca operasi minimal and rekurensi 0,1 %
(Amid, 1997).
1. 2. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan nyeri akibat perbedaan tehnik operasi.
©2003 Digitized by USU digital library 1
BAB II
TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT
2.1. Tujuan Penelitian
Membandingkan rasa nyeri pasca operasi hernioplasty menurut Shouldice
dengan Lichtenstein.
2.2. Kontribusi Penelitian
Pemakaian metode Lichtenstein dapat disosialisasikan kepada residen bedah.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Sejarah
Hernia inguinal sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebel um Masehi dan merngal ami banyak sekal i perkembangan
seiring bertambahnya pengetahuan stru ktur anatomi pada regio inguinal
(Abrahamson, 1997). Cooper 1804 menyat akan ”no disease of the human
body belonging to the province of surg eons require in its treatment agreater
combination of accurate anatomical knowlodge with surgical skill than hernia
in all varieties” karena selama k urun waktu itu didapat laporan yang sangat
bervariasi dalam penatalaksan aannya (Wantz, 1994). Era modern
penatalaksanaan herni a i nguinal di mulai sejak tahun 1887 ol eh E. Bassini
dengan men gembalikan f ungsi an atomis din ding belak ang kanalis inguinal.
Berbagai variasi tehnik Bassini, khususnya shouldice mendapat tempat yang
luas pada komunitas bedah di Amerika Utara. Karena
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Nyeri pasca operasi h ernioplasty secara langsung terjadi karena
rangsang mekanis akibat tarikan pada jari ngan miopektineal untuk menutup
defek melalui serabut saraf A α dan serabut saraf C, secara tidak langsung
melalui rangsang khemis akibat cedera jarin gan melalui serabut C (Ganong,
1995).
Rasa nyeri yang ti mbul aki bat operasi dinding abdomen biasanya
ringan–sedang 10–15 % nyeri lebih bera t, 30–50 % sedang, lebih dari 50 %
nyeri ringan yang sering tidak memerlukan analgesia. Menurut Bonica (1990),
biasanya periode nyeri akut rata-rata 1,5 hari (1-3 hari).
Untuk mengatasi nyeri pasca operasi seri ngkali harus diberikan obat
analgesik, utamanya golongan NSAID, non narkotik analgesik atau narkotika
(Anan, 2000). Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak
setelah apendektomi. Sampai saat ini masi h merupakan tantangan dal am
peningkatan status kesehatan masyar akat karena besarnya biaya yang
diperlukan dalam penanganannya da n hi langnya tenaga kerja akibat
lambatnya pemulihan dan angka rekurens i. Dari keseluruhan jumlah operasi
di Peranci s ti ndakan bedah herni a sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di USA
(Aguifili, 1997). Beberapa modifikasi tehnik hernioplasty dari Bassini
Shouldice dan Mc Vay diterima sebagai tindakan baku hernioplasty oleh
sebagian besar ahli bedah selama lebih dari satu abad.
Secara tehnis sh ouldice lebih k ompleks t etapi relat if t idak su lit,
struktur anatomi lebih dapat dikenali sehingga kemungkinan “missed hernia”
tidak terjadi dan rasa nyeri pasca operasi lebih ringan (Amid, 2000).
Kemajuan terpenting dalam pen atalaksanaan h ernia in guinal set elah
Newman memperkenal kan tehni k menut up defek mi opektineal “tanpa
regangan” dengan memakai bahan sintetis yang sel anjutnya dikenal sebagai
LICHTENSTEIN “TENSION FREE”. Metode ini memberikan hasil lebih baik dari
sebelumnya : dimana pemulihan lebih awal, kebanyakan penderita kembali
bekerja dalam 2 minggu, nyeri pasca operasi minimal and rekurensi 0,1 %
(Amid, 1997).
1. 2. Perumusan Masalah
Apakah ada perbedaan nyeri akibat perbedaan tehnik operasi.
©2003 Digitized by USU digital library 1
BAB II
TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT
2.1. Tujuan Penelitian
Membandingkan rasa nyeri pasca operasi hernioplasty menurut Shouldice
dengan Lichtenstein.
2.2. Kontribusi Penelitian
Pemakaian metode Lichtenstein dapat disosialisasikan kepada residen bedah.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Sejarah
Hernia inguinal sudah dicatat sebagai penyakit pada manusia sejak
tahun 1500 sebel um Masehi dan merngal ami banyak sekal i perkembangan
seiring bertambahnya pengetahuan stru ktur anatomi pada regio inguinal
(Abrahamson, 1997). Cooper 1804 menyat akan ”no disease of the human
body belonging to the province of surg eons require in its treatment agreater
combination of accurate anatomical knowlodge with surgical skill than hernia
in all varieties” karena selama k urun waktu itu didapat laporan yang sangat
bervariasi dalam penatalaksan aannya (Wantz, 1994). Era modern
penatalaksanaan herni a i nguinal di mulai sejak tahun 1887 ol eh E. Bassini
dengan men gembalikan f ungsi an atomis din ding belak ang kanalis inguinal.
Berbagai variasi tehnik Bassini, khususnya shouldice mendapat tempat yang
luas pada komunitas bedah di Amerika Utara. Karena