BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Merupakan suatu hal yang umum untuk dipercayai bahwa depresi
bisa mengakibatkan penyakit semakin parah. Apakah hal tersebut berlaku
untuk kanker? Seberapa buruk yang bisa terjadi? Suatu instrumen yang
digunakan untuk investigasi manifestasi depresif, Beck Depression
Inventory atau BDI, adalah suatu kuesioner yang selalu digunakan dalam
studi-studi psikologi klinis dan psikiatri. Tes tersebut juga sudah divalidasi
untuk penderita-penderita non psikiatrik, termasuk penderita-penderita
kanker, telah menjadi standar di kelasnya. Kuesioner tersebut juga telah
digunakan dengan sukses untuk penderita-penderita kanker. 1 Ancaman
untuk hidup sehat seseorang yang berakhir dalam ketakutan dan disforia
bisa bermanifestasi sebagai gangguan ansietas dan/atau depresif, yang
merupakan gangguan psikiatrik yang paling sering dalam kasus-kasus
kanker.2 Telah dipikirkan bahwa depresi merupakan tipe gangguan
mental yang paling sering. Van’t Spijker menganggap bahwa depresi
adalah satu-satunya perubahan psikologis yang berhubungan dengan
kanker. Walaupun demikian, dokter-dokter sering sekali meremehkan
level depresi pada penderita-penderita ini. 1 Ide bahwa depresi merupakan
faktor etiologik dalam perkembangan kanker telah tersebar luas dalam
populasi umum dan diantara profesional kesehatan. Hipotesis yang
berlaku untuk hubungan tersebut adalah depresi mengganggu fungsi
imun, yang kemudian mempredisposisi seseorang ke awal atau progresi
penyakit neoplastik. 3 Depresi muncul di sekitar 7% dari populasi umum,
lebih sering pada wanita dan lanjut usia. Bagaimanapun, diantara mereka
yang menderita kanker, prevalensi depresi lebih tinggi secara signifikan,
walaupun angkanya bervariasi luas antara satu penelitian dengan
penelitian lainnya. 4 Perkiraan bahwa prevalensi depresi sedang hingga
berat pada penderita-penderita kanker rawat inap berkisar dari 17%
hingga 25%. Bagaimanapun, adalah sulit untuk mendeteksi depresi pada
pasien kanker karena kriteria depresi berat termasuk tanda dan gejala
yang bisa berhubungan dengan penyakit fisik penderitanya (misalnya,
2
nafsu makan yang menurun, penurunan berat badan, insomnia, hilangnya
minat, hilangnya energi, kelelahan, dan preokupasi somatik). 5 Depresi
yang tidak terdiagnosis dalam populasi in i lebih jauh dikonfirmasikan oleh
laporan Levine et al , yang menyebutkan bahwa lebih sedikit penderita
kanker yang dirujuk ke konsultasi psikiatrik daripada yang bisa
diharapkan dari prevalensi ganguan mental di populasi ini. 5 Evans et al
yang melakukan uji neuroendokrin putatif ( dexamethasone suppresion
test) untuk depresi berat terhadap 47 orang penderita kanker rawat inap
dan menjumpai hasil bahwa 15 orang memenuhi kriteria depresi berat. 5
Kanker payudara merupakan kanker paling umum dan penyebab paling
umum kedua akibat kanker pada wanita. Karena frekuensi yang tinggi
dari penyakitnya dan nilai estetik dan simbolik yang tersimpan dalam
payudara, kanker payudara selalu m enjadi sumber distres yang berat
untuk pasien dan keluarganya. Untuk alasan yang sama, penelitian
mengenai kanker payudara telah meningkat secara dramatis selama dua
dekade terakhir, yang menghasilkan kemajuan yang sangat pesat dalam
pemahaman kita terhadap penyakitnya dan pada pengobatan yang baru,
lebih efisien dan kurang toksik. 6 Pada studi yang dilakukan oleh Ell et al
tentang prevalensi depresi diantara wanita-wanita yang memiliki
pendapatan rendah, dan etnik minoritas dengan kanker payudara dan
ginekologik, yang jumlahnya 472 orang, mereka menjumpai hasil bahwa
114 orang wanita (24%) memenuhi kriteria gangguan depresif berat. Dari
wanita-wanita yang menderita gangguan depresif berat, 71 orang (62%)
memiliki nilai dalam kisaran sedang [ Patient’s Health Questionnaire
(PHQ)-9, 10-14] dan 43 orang (38%) memperoleh nilai berat (PHQ-9, 15-
27) dan 23 orang (20%) memiliki ide bunuh diri. 7 Pada studi yang
dilakukan oleh Payne et al terhadap 275 orang wanita penderita kanker
payudara didapati mean standar deviasi skor Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) adalah 9,6 (SD 6,4). Pada sub skala
ansietasnya mean standar deviasi skornya adalah 6,2 (SD 4,1), dan
mean standar deviasi skor depresinya adalah 3,4 (SD 3,2) walaupun tidak
ada perbedaan antara situs pada total nilai HADS dan skor ansietas,
anggota staf psikiatri melaporkan skor depresi yang lebih tinggi. 8 Hjerl et
al yang melakukan studi pada 10.382 orang wanita penderita kanker
payudara stadium awal menjumpai bahwa terdapat depresi pra operasi
3
pada 291 orang penderita kanker payudara yang terbagi atas 8 orang
menderita depresi bipolar, 76 orang menderita depresi unipolar, 43 orang
depresi reaktif, 52 orang menderita distimia, 112 orang menderita
ansietas, dan 182 orang menderita depresi pasca operasi. Studi yang
sama pada 10.221 orang wanita penderita kanker payudara stadium
lanjut menjumpai bahwa 284 orang menderita depresi pra operasi yang
terbagi atas 14 orang menderita depresi bipolar, 56 orang menderita
depresi unipolar, 46 orang menderita depresi reaktif, 55 orang menderita
distimia, 113 orang menderita ansietas, dan 112 orang menderita depresi
pasca operasi.9 Sedangkan studi yang dilakukan oleh Burgess et al pada
222 orang wanita penderita kanker payudara yang dilakukan selama 5
tahun, 170 orang berhasil menyelesaikan studi sampai akhir dimana 50%
penderita memiliki depresi, ansietas, atau keduanya dalam tahun pertama
setelah didiagnosis kanker payudara, 25% pada tahun kedua, ketiga, dan
keempat setelah diagnosis kanker payudara, dan 15% pada tahun kelima
setelah diagnosis kanker payudara. 10 Dalam studi prospektif pada 160
orang wanita yang menunggu bedah payudara, Morris et al menjumpai
prevalensi depresi 22% pada wanita yang akan mendapatkan mastektomi
untuk kanker payudara. 11 Meyer dan Asperger menjumpai angka 30%
untuk simtom-simtom ansietas atau depresi terhadap 58 orang wanita
yang bisa berjalan dan telah 5 tahun pasca pengobatan kanker
payudara.11 Maraste et al menjumpai level yang rendah dari depresi
(1,5%) tapi level yang lebih tinggi dari ansietas (14%) pada 133 orang
pasien kanker payudara yang bisa berjalan yang mendapatkan
radioterapi setelah mastektomi atau lumpektomi. 11 Kontras dengan hal
tersebut, pada suatu studi terhadap 123 orang wanita penderita kanker
payudara, Lasry et al menjumpai prevalensi depresi yang lebih tinggi
(50% pada mastektomi, 50% pada lumpektomi dengan radiasi versus
41% pada lumpektomi saja). 11 Maguire et al menjumpai 26% depresi
sedang hingga berat diantara wanita yang mendapat mastektomi
dibandingkan dengan prevalensi depresi 12% pada wanita dengan
penyakit jinak. 11 Grandi et al melaporkan prevalensi depresi 22% pasca
lumpektomi pada pasien kanker payudara rawat inap stadium II atau III. 11
Hal yang sama, Fallowfield et al menjumpai prevalensi 21% dari depresi
berat pada wanita yang mendapat mastektomi dan prevalensi 19%
4
depresi bagi yang mendapat lumpektomi. 11 Goldberg et al menjumpai
prevalensi depresi 32 % pada 166 wanita yang dijadwalkan untuk
pembedahan payudara yang mengungkapkan kanker dibandingkan
dengan prevalensi depresi 24% pada 156 wanita yang dijumpai
menderita penyakit jinak saat biopsi payudara. Wanita dengan kanker
payudara secara signifikan kurang depresi (21% depresi) saat diikuti
selama 1 tahun. 11 Dengan menggunakan Diagnostic Interview Schedule,
Center for Epidemiology Self-report Depression Scale (CES-D), dan
Hopkins Symptoms Checklist , Sneeuw et al menjumpai prevalensi
depresi berat 4,5% diantara 556 orang pasien kanker payudara stadium I
dan II, dimana 215 orang diobati dengan mastektomi radikal dan 341
orang diobati dengan terapi breast-conserving.11 Kanker payudara adalah
kanker yang paling banyak diteliti dalam kaitan efek psikososialnya, dan
tidak mengejutkan, banyak studi tentang prevalensi depresi pada kanker
merupakan studi-studi wanita dengan kanker payudara. 11 Prevalensi yang
dilaporkan berkisar antara 1,5 – 46%11, 3 – 55%12, dan 1,5 – 57%13.
I.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat sindrom depresif pada penderita kanker payudara?
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Merupakan suatu hal yang umum untuk dipercayai bahwa depresi
bisa mengakibatkan penyakit semakin parah. Apakah hal tersebut berlaku
untuk kanker? Seberapa buruk yang bisa terjadi? Suatu instrumen yang
digunakan untuk investigasi manifestasi depresif, Beck Depression
Inventory atau BDI, adalah suatu kuesioner yang selalu digunakan dalam
studi-studi psikologi klinis dan psikiatri. Tes tersebut juga sudah divalidasi
untuk penderita-penderita non psikiatrik, termasuk penderita-penderita
kanker, telah menjadi standar di kelasnya. Kuesioner tersebut juga telah
digunakan dengan sukses untuk penderita-penderita kanker. 1 Ancaman
untuk hidup sehat seseorang yang berakhir dalam ketakutan dan disforia
bisa bermanifestasi sebagai gangguan ansietas dan/atau depresif, yang
merupakan gangguan psikiatrik yang paling sering dalam kasus-kasus
kanker.2 Telah dipikirkan bahwa depresi merupakan tipe gangguan
mental yang paling sering. Van’t Spijker menganggap bahwa depresi
adalah satu-satunya perubahan psikologis yang berhubungan dengan
kanker. Walaupun demikian, dokter-dokter sering sekali meremehkan
level depresi pada penderita-penderita ini. 1 Ide bahwa depresi merupakan
faktor etiologik dalam perkembangan kanker telah tersebar luas dalam
populasi umum dan diantara profesional kesehatan. Hipotesis yang
berlaku untuk hubungan tersebut adalah depresi mengganggu fungsi
imun, yang kemudian mempredisposisi seseorang ke awal atau progresi
penyakit neoplastik. 3 Depresi muncul di sekitar 7% dari populasi umum,
lebih sering pada wanita dan lanjut usia. Bagaimanapun, diantara mereka
yang menderita kanker, prevalensi depresi lebih tinggi secara signifikan,
walaupun angkanya bervariasi luas antara satu penelitian dengan
penelitian lainnya. 4 Perkiraan bahwa prevalensi depresi sedang hingga
berat pada penderita-penderita kanker rawat inap berkisar dari 17%
hingga 25%. Bagaimanapun, adalah sulit untuk mendeteksi depresi pada
pasien kanker karena kriteria depresi berat termasuk tanda dan gejala
yang bisa berhubungan dengan penyakit fisik penderitanya (misalnya,
2
nafsu makan yang menurun, penurunan berat badan, insomnia, hilangnya
minat, hilangnya energi, kelelahan, dan preokupasi somatik). 5 Depresi
yang tidak terdiagnosis dalam populasi in i lebih jauh dikonfirmasikan oleh
laporan Levine et al , yang menyebutkan bahwa lebih sedikit penderita
kanker yang dirujuk ke konsultasi psikiatrik daripada yang bisa
diharapkan dari prevalensi ganguan mental di populasi ini. 5 Evans et al
yang melakukan uji neuroendokrin putatif ( dexamethasone suppresion
test) untuk depresi berat terhadap 47 orang penderita kanker rawat inap
dan menjumpai hasil bahwa 15 orang memenuhi kriteria depresi berat. 5
Kanker payudara merupakan kanker paling umum dan penyebab paling
umum kedua akibat kanker pada wanita. Karena frekuensi yang tinggi
dari penyakitnya dan nilai estetik dan simbolik yang tersimpan dalam
payudara, kanker payudara selalu m enjadi sumber distres yang berat
untuk pasien dan keluarganya. Untuk alasan yang sama, penelitian
mengenai kanker payudara telah meningkat secara dramatis selama dua
dekade terakhir, yang menghasilkan kemajuan yang sangat pesat dalam
pemahaman kita terhadap penyakitnya dan pada pengobatan yang baru,
lebih efisien dan kurang toksik. 6 Pada studi yang dilakukan oleh Ell et al
tentang prevalensi depresi diantara wanita-wanita yang memiliki
pendapatan rendah, dan etnik minoritas dengan kanker payudara dan
ginekologik, yang jumlahnya 472 orang, mereka menjumpai hasil bahwa
114 orang wanita (24%) memenuhi kriteria gangguan depresif berat. Dari
wanita-wanita yang menderita gangguan depresif berat, 71 orang (62%)
memiliki nilai dalam kisaran sedang [ Patient’s Health Questionnaire
(PHQ)-9, 10-14] dan 43 orang (38%) memperoleh nilai berat (PHQ-9, 15-
27) dan 23 orang (20%) memiliki ide bunuh diri. 7 Pada studi yang
dilakukan oleh Payne et al terhadap 275 orang wanita penderita kanker
payudara didapati mean standar deviasi skor Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) adalah 9,6 (SD 6,4). Pada sub skala
ansietasnya mean standar deviasi skornya adalah 6,2 (SD 4,1), dan
mean standar deviasi skor depresinya adalah 3,4 (SD 3,2) walaupun tidak
ada perbedaan antara situs pada total nilai HADS dan skor ansietas,
anggota staf psikiatri melaporkan skor depresi yang lebih tinggi. 8 Hjerl et
al yang melakukan studi pada 10.382 orang wanita penderita kanker
payudara stadium awal menjumpai bahwa terdapat depresi pra operasi
3
pada 291 orang penderita kanker payudara yang terbagi atas 8 orang
menderita depresi bipolar, 76 orang menderita depresi unipolar, 43 orang
depresi reaktif, 52 orang menderita distimia, 112 orang menderita
ansietas, dan 182 orang menderita depresi pasca operasi. Studi yang
sama pada 10.221 orang wanita penderita kanker payudara stadium
lanjut menjumpai bahwa 284 orang menderita depresi pra operasi yang
terbagi atas 14 orang menderita depresi bipolar, 56 orang menderita
depresi unipolar, 46 orang menderita depresi reaktif, 55 orang menderita
distimia, 113 orang menderita ansietas, dan 112 orang menderita depresi
pasca operasi.9 Sedangkan studi yang dilakukan oleh Burgess et al pada
222 orang wanita penderita kanker payudara yang dilakukan selama 5
tahun, 170 orang berhasil menyelesaikan studi sampai akhir dimana 50%
penderita memiliki depresi, ansietas, atau keduanya dalam tahun pertama
setelah didiagnosis kanker payudara, 25% pada tahun kedua, ketiga, dan
keempat setelah diagnosis kanker payudara, dan 15% pada tahun kelima
setelah diagnosis kanker payudara. 10 Dalam studi prospektif pada 160
orang wanita yang menunggu bedah payudara, Morris et al menjumpai
prevalensi depresi 22% pada wanita yang akan mendapatkan mastektomi
untuk kanker payudara. 11 Meyer dan Asperger menjumpai angka 30%
untuk simtom-simtom ansietas atau depresi terhadap 58 orang wanita
yang bisa berjalan dan telah 5 tahun pasca pengobatan kanker
payudara.11 Maraste et al menjumpai level yang rendah dari depresi
(1,5%) tapi level yang lebih tinggi dari ansietas (14%) pada 133 orang
pasien kanker payudara yang bisa berjalan yang mendapatkan
radioterapi setelah mastektomi atau lumpektomi. 11 Kontras dengan hal
tersebut, pada suatu studi terhadap 123 orang wanita penderita kanker
payudara, Lasry et al menjumpai prevalensi depresi yang lebih tinggi
(50% pada mastektomi, 50% pada lumpektomi dengan radiasi versus
41% pada lumpektomi saja). 11 Maguire et al menjumpai 26% depresi
sedang hingga berat diantara wanita yang mendapat mastektomi
dibandingkan dengan prevalensi depresi 12% pada wanita dengan
penyakit jinak. 11 Grandi et al melaporkan prevalensi depresi 22% pasca
lumpektomi pada pasien kanker payudara rawat inap stadium II atau III. 11
Hal yang sama, Fallowfield et al menjumpai prevalensi 21% dari depresi
berat pada wanita yang mendapat mastektomi dan prevalensi 19%
4
depresi bagi yang mendapat lumpektomi. 11 Goldberg et al menjumpai
prevalensi depresi 32 % pada 166 wanita yang dijadwalkan untuk
pembedahan payudara yang mengungkapkan kanker dibandingkan
dengan prevalensi depresi 24% pada 156 wanita yang dijumpai
menderita penyakit jinak saat biopsi payudara. Wanita dengan kanker
payudara secara signifikan kurang depresi (21% depresi) saat diikuti
selama 1 tahun. 11 Dengan menggunakan Diagnostic Interview Schedule,
Center for Epidemiology Self-report Depression Scale (CES-D), dan
Hopkins Symptoms Checklist , Sneeuw et al menjumpai prevalensi
depresi berat 4,5% diantara 556 orang pasien kanker payudara stadium I
dan II, dimana 215 orang diobati dengan mastektomi radikal dan 341
orang diobati dengan terapi breast-conserving.11 Kanker payudara adalah
kanker yang paling banyak diteliti dalam kaitan efek psikososialnya, dan
tidak mengejutkan, banyak studi tentang prevalensi depresi pada kanker
merupakan studi-studi wanita dengan kanker payudara. 11 Prevalensi yang
dilaporkan berkisar antara 1,5 – 46%11, 3 – 55%12, dan 1,5 – 57%13.
I.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat sindrom depresif pada penderita kanker payudara?