SARI
Kota Kudus telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai kota kretek, dengan
banyaknya industri rokok baik besar maupun kecil yang tersebar hampir di
seluruh kota Kudus. Lahirnya industri rokok di Kudus telah melahirkan raja-raja
kretek yang legendaris, diantaranya adalah Niti Semito dengan pabrik rokoknya
cap Bal Tiga. Dari beberapa pabrik rokok yang ada di Kudus, yang masih terkenal
sampai sekarang al: Djarum, Sukun, Jambu Bol dan Noyorono. Diantara pabrik
tersebut, Djarum adalah pabrik perusahaan rokok terbesar di Kudus yang masih
eksis sampai sekarang walaupun sebelumnya, yaitu pada tahun 1963 pernah
mengalami kebakaran.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
sejarah berdirinya PT. Djarum Kudus, (2) Bagaimanakah kondisi ketenagakerjaan
di PT. Djarum Kudus, (3) Sejauh mana pengaruh keberadaan organisasi serikat
pekerja/serikat buruh terhadap perlindungan tenaga kerja di PT. Djarum Kudus.
Penelitian ini bertujuan: (1) Ingin mengetahui sejarah berdirinya PT. Djarum
Kudus, (2) Ingin mengetahui kondisi ketenagakerjaan di PT. Djarum Kudus, (3)
Ingin mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan organisasi serikat
pekerja/serikat buruh terhadap perlindungan tenaga kerja di PT. Djarum Kudus.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis
Langkah-langkah penulisannya meliputi heuristik, krtitik sumber, interpretasi, dan
historiografi dengan teknik pengumpulan datanya adalah teknik wawancara, studi
literatur, dan observasi langsung.
PT. Djarum Kudus didirikan pertama kali oleh Bp. Oei Wie Gwan dari
sebuah pabrik rokok kecil NV. Murup yang sudah dibelinya dari Bp. Moch. Sirod,
pada tahun 1951, kemudian diganti namanya menjadi Djarum. PT. Djarum ini
pernah mengalami kebakaran pada tahun 1963 hingga akhirnya perusahaan
diserahkan kepada kedua putranya. PT. Djarum termasuk dalam industri padat
karya dengan tenaga kerjanya sebagian besar adalah wanita yang bekerja di 66
barak/pabrik yang tersebar di seluruh kota kudus.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi tenaga
kerja di PT. Djarum dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, baik dari
segi jumlah maupun kualitas. Jika pada awal berdirinya industri rokok upah yang
diterima tenaga kerja termasuk paling kecil yaitu hanya sebesar Rp 3,00,
sedangkan untuk pekerjaan lainnya (pelabuhan) sudah mencapai Rp 8,19 pada
tahun yang sama (1954). Namun seiring dengan perkembangan jaman, sistem
pengupahan dalam industri rokok juga mengalami peningkatan yang sudah
disesuaikan dengan standart biaya hidup di daerah Kudus dan sudah terdapat
kesetaraan upah antara tenaga kerja pria dengan wanita, yaitu sebesar Rp.5.650
untuk sekitar tahun 1990. Begitu juga dengan sistem perekrutan tenaga kerja yang
digunakan juga sudah mengalami perubahan. Jika sebelum kebakaran (1951-
1963) sistem perekrutan yang dipakai sifatnya tertutup, maka setelah kebakaran
(1963-1990) sistem perekrutan tenaga kerjanya tidak hanya bersifat tertutup tetapi
sudah bersifat terbuka. Dengan banyaknya tenaga kerja yang dimiliki, maka PT.
Djarum memasukkan tenaga kerjanya menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh karena bagi PT. Djarun sendiri serikat pekerja mempunyai pengaruh yang
cukup besar bagi perlindungan tenaga kerjanya. Untuk itulah maka PT. Djarum
menganggap serikat pekerja sebagai mitra/patner terutama dalam membantu
menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang muncul menyangkut tenaga
kerjanya. Dengan adanya kerja sama antara serikat pekerja dengan perusahaan,
maka produktifitas tenaga kerjanya akan meningkat sehingga proses produksi juga
dapat berjalan dengan lancar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan baik bagi pemerintah/instansi yang terkait dengan industri rokok,
maupun bagi pengamat sosial, sehingga dapat mengetahui kondisi
ketenagakerjaan di PT. Djarum Kudus, yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam
penyusunan kebijakan-kebijakan yang menyangkut ketenagakerjaan.
Kota Kudus telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai kota kretek, dengan
banyaknya industri rokok baik besar maupun kecil yang tersebar hampir di
seluruh kota Kudus. Lahirnya industri rokok di Kudus telah melahirkan raja-raja
kretek yang legendaris, diantaranya adalah Niti Semito dengan pabrik rokoknya
cap Bal Tiga. Dari beberapa pabrik rokok yang ada di Kudus, yang masih terkenal
sampai sekarang al: Djarum, Sukun, Jambu Bol dan Noyorono. Diantara pabrik
tersebut, Djarum adalah pabrik perusahaan rokok terbesar di Kudus yang masih
eksis sampai sekarang walaupun sebelumnya, yaitu pada tahun 1963 pernah
mengalami kebakaran.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah
sejarah berdirinya PT. Djarum Kudus, (2) Bagaimanakah kondisi ketenagakerjaan
di PT. Djarum Kudus, (3) Sejauh mana pengaruh keberadaan organisasi serikat
pekerja/serikat buruh terhadap perlindungan tenaga kerja di PT. Djarum Kudus.
Penelitian ini bertujuan: (1) Ingin mengetahui sejarah berdirinya PT. Djarum
Kudus, (2) Ingin mengetahui kondisi ketenagakerjaan di PT. Djarum Kudus, (3)
Ingin mengetahui sejauh mana pengaruh keberadaan organisasi serikat
pekerja/serikat buruh terhadap perlindungan tenaga kerja di PT. Djarum Kudus.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis
Langkah-langkah penulisannya meliputi heuristik, krtitik sumber, interpretasi, dan
historiografi dengan teknik pengumpulan datanya adalah teknik wawancara, studi
literatur, dan observasi langsung.
PT. Djarum Kudus didirikan pertama kali oleh Bp. Oei Wie Gwan dari
sebuah pabrik rokok kecil NV. Murup yang sudah dibelinya dari Bp. Moch. Sirod,
pada tahun 1951, kemudian diganti namanya menjadi Djarum. PT. Djarum ini
pernah mengalami kebakaran pada tahun 1963 hingga akhirnya perusahaan
diserahkan kepada kedua putranya. PT. Djarum termasuk dalam industri padat
karya dengan tenaga kerjanya sebagian besar adalah wanita yang bekerja di 66
barak/pabrik yang tersebar di seluruh kota kudus.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kondisi tenaga
kerja di PT. Djarum dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan, baik dari
segi jumlah maupun kualitas. Jika pada awal berdirinya industri rokok upah yang
diterima tenaga kerja termasuk paling kecil yaitu hanya sebesar Rp 3,00,
sedangkan untuk pekerjaan lainnya (pelabuhan) sudah mencapai Rp 8,19 pada
tahun yang sama (1954). Namun seiring dengan perkembangan jaman, sistem
pengupahan dalam industri rokok juga mengalami peningkatan yang sudah
disesuaikan dengan standart biaya hidup di daerah Kudus dan sudah terdapat
kesetaraan upah antara tenaga kerja pria dengan wanita, yaitu sebesar Rp.5.650
untuk sekitar tahun 1990. Begitu juga dengan sistem perekrutan tenaga kerja yang
digunakan juga sudah mengalami perubahan. Jika sebelum kebakaran (1951-
1963) sistem perekrutan yang dipakai sifatnya tertutup, maka setelah kebakaran
(1963-1990) sistem perekrutan tenaga kerjanya tidak hanya bersifat tertutup tetapi
sudah bersifat terbuka. Dengan banyaknya tenaga kerja yang dimiliki, maka PT.
Djarum memasukkan tenaga kerjanya menjadi anggota serikat pekerja/serikat
buruh karena bagi PT. Djarun sendiri serikat pekerja mempunyai pengaruh yang
cukup besar bagi perlindungan tenaga kerjanya. Untuk itulah maka PT. Djarum
menganggap serikat pekerja sebagai mitra/patner terutama dalam membantu
menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang muncul menyangkut tenaga
kerjanya. Dengan adanya kerja sama antara serikat pekerja dengan perusahaan,
maka produktifitas tenaga kerjanya akan meningkat sehingga proses produksi juga
dapat berjalan dengan lancar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pengetahuan baik bagi pemerintah/instansi yang terkait dengan industri rokok,
maupun bagi pengamat sosial, sehingga dapat mengetahui kondisi
ketenagakerjaan di PT. Djarum Kudus, yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam
penyusunan kebijakan-kebijakan yang menyangkut ketenagakerjaan.