BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nahdlatul Ulama adalah Jam’iah Diniyah Islamiyah (Organisasi Sosial
Keagamaan Islam) yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan pada
tanggal 16 rajab 1344 H oleh para ulama yang berhaluan Ahlusunnah Waljama’ah
yang sering di singkat dengan Aswaja. Tokoh pendirinya antara lain K.H. Hasyim
Asy’ari dan K.H Abdul Wahab Hasbullah.
Jauh sebelum lahir sebagai organisasi, NU telah ada dalam bentuk jama’ah
yang diikat oleh kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang mempunyai ciri khas
Aswaja. Sehingga munculnya NU sebagai organisasi merupakan penegasan
formal dari apa yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Pendirian organisasi NU
tidak lepas dari adanya kekhawatiran akan hilangnya tradisi dan ajaran Islam yang
telah kuat mengakar di tengah masyarakat muslim Indonesia, sebagai akibat dari
munculnya gerakan yang mengatasnamakan dirinya sebagai gerakan pemurnian
dan pembaruan Islam (Zubaidi dkk. 2003: 1).
Menurut K.H Idham Chalid dalam Haidar (1994: 92) NU sebenarnya
merupakan isme, suatu paham yang telah menyatu dalam budaya dan tradisi. NU
sebagai organisasi mungkin saja bubar atau dibubarkan, akan tetapi NU sebagai
isme, sebagai paham yang telah melembaga dalam budaya dan tradisi tidak
mungkin dibubarkan karena isme yang telah menyatu dalam masyarakat tidak
mementingkan struktur dan organisasi formal. Selama pesantren tetap hidup
berkembang dan para ulama tetap menyiarkan paham Ahlusunnah Waljama’ah
serta melaksanakan amar makruf nahi munkar, selama itu pula NU sebagai isme
tetap hidup. Organisasi NU yang merupakan organisasi kaum santri didirikan oleh
K.H. Hasyim Asy’ari pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Keberadaan
sejarah lahirnya NU sangat terkait dengan peran penting yang dimiliki Kiai
pesantren dengan tokoh pentingnya K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Abdul wahab
Hasbullah serta Kiai pesantren lain yang memiliki kontribusi besar terhadap
pendirian NU (Haidar, 1994: 92).
Penyebaran Ahlusunnah Waljama’ah bagi NU bertujuan untuk
mengembangkan perjuangan dalam peningkatan ibadah dengan melaksanakan
pengajian-pengajian rutin bagi setiap warganya, dibidang pendidikan melalui LP.
Ma’arif memberikan pelajaran yang berwawasan Islam Ahlusunnah Waljama’ah
melalui mata pelajaran ke-NU-an, dibidang ekonomi mendirikan Lembaga
Perekonomian NU (LPNU) yang bertugas melaksanakan kebijakan bagi warga
NU dalam pengembangan ekonomi, dan dibidang amal sosial dengan melakukan
perubahan dengan kearifan pada sistem budaya yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Peningkatan tersebut dilakukan secara bijaksana, sistematis dan
kontinyu, secara bertahap untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keinginan untuk meningkatkan pengabdian kepada masyarakat secara luas
terlihat jelas pada rumusan Anggaran Dasar diawal berdirinya NU tahun 1926
yaitu:
1. Mengadakan perhubungan diantara ulama yang bermazhab (mazhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali)
2. Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar supaya diketahui
apakah itu dari kitab-kitab Ahlusunnah Waljama’ah atau kitab-kitab ahli
Bid’ah.
3. Menyiarkan agama Islam berdasarkan pada mazhab-mazhab tersebut diatas
dengan jalan yang baik.
4. Memperbanyak sekolah-sekolah yang berdasarkan Islam.
5. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan, pelaksanaan
ibadah di masjid-masjid, surau-surau dan pondok-pondok, begitu juga dengan
ikhwal anak-anak yatim, piyatu, yatim piyatu dan orang-orang fakir miskin.
6. Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan
perusahaan yang tiada dilarang oleh Syara’ Islam (Hasbullah, 2001: 108)
Berdasarkan usaha-usaha diatas tampaknya pada mulanya NU merupakan
kumpulan sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. Oleh
sebab itu NU mendirikan madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting untuk
mempertinggi nilai kecerdasan masyarakat Islam dan mempertinggi budi pekerti.
Perkembangan pendidikan dikalangan NU sangat pesat, sehingga
dirasakan perlunya sebuah lembaga untuk mengorganisasikan kegiatan
pendidikan tersebut, untuk itu pada Muktamar NU ke IV di Semarang, tepatnya
pada tanggal 19 September 1929 dibentuklah Ma’arif dan terpilih sebagai
Presiden pertama Ustadz Abdul Ubaid dari Surabaya, selanjutnya pada tahun
1939 Presiden Ma’arif dipegang oleh K.H Wahid Hasyim. Dengan adanya ma’arif
maka pendidikan yang dikelola NU semakin teratur.
Bidang usaha perjuangan NU meliputi kegiatan ...
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Nahdlatul Ulama adalah Jam’iah Diniyah Islamiyah (Organisasi Sosial
Keagamaan Islam) yang berdiri pada tanggal 31 Januari 1926 atau bertepatan pada
tanggal 16 rajab 1344 H oleh para ulama yang berhaluan Ahlusunnah Waljama’ah
yang sering di singkat dengan Aswaja. Tokoh pendirinya antara lain K.H. Hasyim
Asy’ari dan K.H Abdul Wahab Hasbullah.
Jauh sebelum lahir sebagai organisasi, NU telah ada dalam bentuk jama’ah
yang diikat oleh kegiatan-kegiatan sosial keagamaan yang mempunyai ciri khas
Aswaja. Sehingga munculnya NU sebagai organisasi merupakan penegasan
formal dari apa yang sebenarnya sudah ada sebelumnya. Pendirian organisasi NU
tidak lepas dari adanya kekhawatiran akan hilangnya tradisi dan ajaran Islam yang
telah kuat mengakar di tengah masyarakat muslim Indonesia, sebagai akibat dari
munculnya gerakan yang mengatasnamakan dirinya sebagai gerakan pemurnian
dan pembaruan Islam (Zubaidi dkk. 2003: 1).
Menurut K.H Idham Chalid dalam Haidar (1994: 92) NU sebenarnya
merupakan isme, suatu paham yang telah menyatu dalam budaya dan tradisi. NU
sebagai organisasi mungkin saja bubar atau dibubarkan, akan tetapi NU sebagai
isme, sebagai paham yang telah melembaga dalam budaya dan tradisi tidak
mungkin dibubarkan karena isme yang telah menyatu dalam masyarakat tidak
mementingkan struktur dan organisasi formal. Selama pesantren tetap hidup
berkembang dan para ulama tetap menyiarkan paham Ahlusunnah Waljama’ah
serta melaksanakan amar makruf nahi munkar, selama itu pula NU sebagai isme
tetap hidup. Organisasi NU yang merupakan organisasi kaum santri didirikan oleh
K.H. Hasyim Asy’ari pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Keberadaan
sejarah lahirnya NU sangat terkait dengan peran penting yang dimiliki Kiai
pesantren dengan tokoh pentingnya K.H Hasyim Asy’ari dan K.H Abdul wahab
Hasbullah serta Kiai pesantren lain yang memiliki kontribusi besar terhadap
pendirian NU (Haidar, 1994: 92).
Penyebaran Ahlusunnah Waljama’ah bagi NU bertujuan untuk
mengembangkan perjuangan dalam peningkatan ibadah dengan melaksanakan
pengajian-pengajian rutin bagi setiap warganya, dibidang pendidikan melalui LP.
Ma’arif memberikan pelajaran yang berwawasan Islam Ahlusunnah Waljama’ah
melalui mata pelajaran ke-NU-an, dibidang ekonomi mendirikan Lembaga
Perekonomian NU (LPNU) yang bertugas melaksanakan kebijakan bagi warga
NU dalam pengembangan ekonomi, dan dibidang amal sosial dengan melakukan
perubahan dengan kearifan pada sistem budaya yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Peningkatan tersebut dilakukan secara bijaksana, sistematis dan
kontinyu, secara bertahap untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keinginan untuk meningkatkan pengabdian kepada masyarakat secara luas
terlihat jelas pada rumusan Anggaran Dasar diawal berdirinya NU tahun 1926
yaitu:
1. Mengadakan perhubungan diantara ulama yang bermazhab (mazhab Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali)
2. Memeriksa kitab-kitab sebelum dipakai untuk mengajar supaya diketahui
apakah itu dari kitab-kitab Ahlusunnah Waljama’ah atau kitab-kitab ahli
Bid’ah.
3. Menyiarkan agama Islam berdasarkan pada mazhab-mazhab tersebut diatas
dengan jalan yang baik.
4. Memperbanyak sekolah-sekolah yang berdasarkan Islam.
5. Memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan, pelaksanaan
ibadah di masjid-masjid, surau-surau dan pondok-pondok, begitu juga dengan
ikhwal anak-anak yatim, piyatu, yatim piyatu dan orang-orang fakir miskin.
6. Mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan dan
perusahaan yang tiada dilarang oleh Syara’ Islam (Hasbullah, 2001: 108)
Berdasarkan usaha-usaha diatas tampaknya pada mulanya NU merupakan
kumpulan sosial yang mementingkan pendidikan dan pengajaran Islam. Oleh
sebab itu NU mendirikan madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting untuk
mempertinggi nilai kecerdasan masyarakat Islam dan mempertinggi budi pekerti.
Perkembangan pendidikan dikalangan NU sangat pesat, sehingga
dirasakan perlunya sebuah lembaga untuk mengorganisasikan kegiatan
pendidikan tersebut, untuk itu pada Muktamar NU ke IV di Semarang, tepatnya
pada tanggal 19 September 1929 dibentuklah Ma’arif dan terpilih sebagai
Presiden pertama Ustadz Abdul Ubaid dari Surabaya, selanjutnya pada tahun
1939 Presiden Ma’arif dipegang oleh K.H Wahid Hasyim. Dengan adanya ma’arif
maka pendidikan yang dikelola NU semakin teratur.
Bidang usaha perjuangan NU meliputi kegiatan ...