SARI
Berlakunya sistem politik Demokrasi Terpimpin di Indonesia, menandai
suatu masa dimana seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk pers nasional,
diarahkan untuk mensukseskan pelaksanaan Manipol-USDEK dan menyelesaikan
revolusi Indonesia. Dari latar belakang tersebut muncul beberapa permasalahan,
yaitu (1) bagaimana kondisi pers Semarang menjelang dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, (2) bagaimana tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, dan (3) bagaimana perkembangan pers di Semarang pada
masa Demokrasi Terpimpin.
Tujuan penulisan skipsi ini adalah (1) memperoleh gambaran yang jelas
tentang kondisi pers di Semarang menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, (2)
memperoleh informasi mengenai tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan (3) untuk mengetahui perkembangan pers di Semarang
pada masa Demokrasi Terpimpin.
Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah dengan menempuh empat
langkah kegiatan, yaitu heuristik, kritik sumber, intepretasi, dan historiografi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan sumber tertulis
berupa buku, surat kabar, dan arsip yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sedangkan wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan dari para
informan yang mendukung penelitian ini.
Hasil penelitian dan kesimpulan dapat dijelaskan bahwa (1) kondisi umum
pers di Semarang hingga menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, masih
merupakan sebuah organ partai. Dengan latar belakang kondisi politik yang labil
sebagai akibat sistem Demokrasi Liberal dan kondisi keamanan yang tidak stabil,
maka penindakan keras yang makin meningkat terhadap pers dengan sendirinya
tidak dapat dihindari, tekanan-tekanan terhadap pers, yang meliputi penahanan,
pemeriksaan, peringatan, gugatan dan lain sebagainya cenderung meningkat. (2)
tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit Presiden, pada umumnya mendukung
dan mengingatkan pada besarnya tanggung jawab yang ditimbulkan oleh tindakan
kembali ke UUD 1945, yakni keharusan mematuhi dan melaksanakan segala yang
menjadi ketentuan dalam UUD 1945. (3) perkembangan pers di Semarang pada
masa Demokrasi Terpimpin sesungguhnya tidak terlepas dari situasi pers nasional
secara keseluruhan di tanah air. Pers pada masa ini diatur secara ketat dan harus
berfungsi sebagai alat revolusi pemerintah. Hanya pers yang pro Nasakom yang
dapat bertahan hidup, sedangkan pers yang menentangnya dibubarkan.
.
Berlakunya sistem politik Demokrasi Terpimpin di Indonesia, menandai
suatu masa dimana seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk pers nasional,
diarahkan untuk mensukseskan pelaksanaan Manipol-USDEK dan menyelesaikan
revolusi Indonesia. Dari latar belakang tersebut muncul beberapa permasalahan,
yaitu (1) bagaimana kondisi pers Semarang menjelang dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, (2) bagaimana tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, dan (3) bagaimana perkembangan pers di Semarang pada
masa Demokrasi Terpimpin.
Tujuan penulisan skipsi ini adalah (1) memperoleh gambaran yang jelas
tentang kondisi pers di Semarang menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, (2)
memperoleh informasi mengenai tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dan (3) untuk mengetahui perkembangan pers di Semarang
pada masa Demokrasi Terpimpin.
Dalam penelitian ini digunakan metode sejarah dengan menempuh empat
langkah kegiatan, yaitu heuristik, kritik sumber, intepretasi, dan historiografi.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan sumber tertulis
berupa buku, surat kabar, dan arsip yang berkaitan dengan penelitian ini.
Sedangkan wawancara dilakukan untuk memperoleh keterangan dari para
informan yang mendukung penelitian ini.
Hasil penelitian dan kesimpulan dapat dijelaskan bahwa (1) kondisi umum
pers di Semarang hingga menjelang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, masih
merupakan sebuah organ partai. Dengan latar belakang kondisi politik yang labil
sebagai akibat sistem Demokrasi Liberal dan kondisi keamanan yang tidak stabil,
maka penindakan keras yang makin meningkat terhadap pers dengan sendirinya
tidak dapat dihindari, tekanan-tekanan terhadap pers, yang meliputi penahanan,
pemeriksaan, peringatan, gugatan dan lain sebagainya cenderung meningkat. (2)
tanggapan pers Semarang terhadap Dekrit Presiden, pada umumnya mendukung
dan mengingatkan pada besarnya tanggung jawab yang ditimbulkan oleh tindakan
kembali ke UUD 1945, yakni keharusan mematuhi dan melaksanakan segala yang
menjadi ketentuan dalam UUD 1945. (3) perkembangan pers di Semarang pada
masa Demokrasi Terpimpin sesungguhnya tidak terlepas dari situasi pers nasional
secara keseluruhan di tanah air. Pers pada masa ini diatur secara ketat dan harus
berfungsi sebagai alat revolusi pemerintah. Hanya pers yang pro Nasakom yang
dapat bertahan hidup, sedangkan pers yang menentangnya dibubarkan.
.