ABSTRAK
Pada abad ke-19 di sebagaian besar wilayah Jawa dilanda serangkaian
gerakan protes yang dilakukan oleh petani khususnya di daerah pedalaman.
Protes sosial yang dilakukan oleh para petani Jawa pada masa itu karena
dominasi pemerintah Kolonial Belanda dihampir segala aspek kehidupan.
Penetrasi yang dilakukan oleh kaum penjajah menimbulkan antipati rakyat
terjajah terhadap kaum penjajah tak terkecuali terhadap mereka yang
bekerjasama dengan penjajah Belanda
Salah satunya adalah gerakan Rifa’iyah. Rifa’iyah merupakan kelompok
keagamaan pengikut dan simpatisan KH Ahmad Rifa’i yang muncul pada
pertengahan abad ke-19 di pesisir utara Jawa Tengah tepatnya di desa Kalisalak
Batang. Kemunculan Rifa’iyah dilatar belakangi oleh faktor politik-ekonomi
penetrasi pemerintah Kolonial Belanda di semua aspek kehidupan dan kondisi
keagamaan orang Jawa pada masa itu yang dapat dikatakan masih jauh dari nilainilai
Islam. Hal ini masih diperparah lagi dengan para birokrat pribumi termasuk
Penghulu (yang mengurusi soal agama) menjadi kaki tangan penguasa kafir.
Gerakan protes Rifa’iyah oleh pemeintah Kolonial Belanda dikhawatirkan akan
menimbulkan pemberontakan yang akan mengganggu kestabialan politik di Jawa
pada masa itu, untuk mengantisipasi hal itu dengan segala cara dan upaya
Belanda menangkap dan mengasingkan KH Ahmad Rifa’i sebagai tokoh sentral
gerakan Rifa’iyah seta menjauhkannya dari pengikutnya.
Murid-murid KH Ahmad Rifa’i menjadi agen penyebaran agama Islam
melalui Kitab Tarjumah karya KH Ahmad Rifa’i sehingg ajarannya disebut
ajaran tarjumah/tarjamah ke daerah asal mereka. Ajaran KH Ahmad Rifa’i
mempunyai ciri khas dengan umat Islam pada umumnya sehingg ada pihak-pihak
yang menganggap ajarannya sebagai ajaran sesat. Salah satu pusat
pengembangan Rifa’iyah di kabupaten Kendal adalah dukuh Kretegan desa
Karangsari kecamatan Rowosari. Salah satu tokoh pengembang Rifa’iyah di
Kretegan adalah KH Ahmad Bajuri murid KH Abdul Qohar yang merupakan
murid generasi pertama KH Ahmad Rifa’i. Komunitas Rifa’iyah yang ada di
Kretegan berbeda dengan komunitas Rifa’iyah di pusat pengambangan Rifa’iyah
lannya di Kendal dalamk hal ini Purwosari patebon dan Cempoko Mulyo Gemuh.
Berkaitan dengan keberadaan komunitas Rifa’iyah di Kretegan dalam
penelitian ini, muncul beberapa permasalahan, yaitu (1) Bagaimana latar
belakang munculnya aliran Rifa’iyah di Kalisalak-Batang. (2) Bagaimana ajaran
KH Ahmad Rifa’i dalam bidang ushuluddin, fiqh dan tasawuf dan gerakan protes
ix
Rifa’iyah. (3) Bagaimana perkembangan aliran Rifa’iyah di dukuh Kretegan desa
Karangsari Kecamatan Rowosari-Kendal pada tahun 1960 sampai 1975.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk memberikan pengetahuan
mengenai latar belakang munculnya aliran Rifa’iyah di Kalisalak-Batang (2)
Untuk memberikan pengetahuan mengenai ajaran atau pandangan KH Ahmad
Rifa’i dalam bidang fiqh, ushuluddin dan tasawuf dan gerakan protes Rifa’iyah
(3) Untuk memberikan pengetahuan mengenai perkembangan aliran Rifa’iyah di
dukuh Kretegan dan sekitarnya pada tahun 1960 sampai 1975. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode sejarah yang mewliputi empat tahap yaitu
heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi serta menggunakan pendekatan
Behavioral.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Latar belakang munculnya
Rifa’iyah adalah karena adanya penetrasi pemerintah kolonial Belanda di hampir
segala aspek kehidupan dan kondisi keagamaan orang Jawa yang masih jauh dari
nilai-nilai Islam (2) Dalam gerakan protes sosial yang dilakukan petani Jawa
pada abad ke-19 memunculkan berbagai ideologi gerakan, yaitu Mellenarisme,
Mesianisisme, Nativisme, Perang Suci atau perang sabil (The Holy War), dan
Revivalisme atau sektarian. Dalam gerakan protes yang dilakukan oleh KH
Ahmad Rifa’i beserta pengikutnya selain terkandung unsur revivaliusme yaitu
suatu gerakan yang bertujuan untuk mengadakan reformasi keagamaan dengan
kembali kepada pokok-pokok ajaran Islam yang murni. Gerakannya mengandung
unsur-unsur yang bisa mengembalikan kesadaran hidup beragama, akibat
berkurangnya ruh keagamaan dan kebangkitan moralitas. Namun juga
mengandung unsur gerakan mesianisme, perang sabil, dan mellenarianisme.
Ajaran KH Ahmad Rifa’i yang terangkum dalam Kitab Tarjumah mempunyai
ajaran yang khas yang brbeda dengan umat Islam pada umumnya, yaitu rukun
Islam satu, tradisi mengulang pernikahan (Tashih al-Nikah), kebiasaan
mendirikan shalat jum’at di masjid komunitasnya sendiri tidak mau shalat jum’at
di masjid komunitas lain, dan kebiasaan shalat qadha pada stiap malam bulan
ramadhan secara berjamaah (3) Komunitas Rifa’iyah yang ada di Kretegan
mencapi puncak perkembnagannya pada tahun 1960-1975 dengan tokoh
sentralnya KH Ahmad Bajuri. Indikasinya adalah banyaknya santri yag mengaji
di Kretegan tidak hanya berasal dari desa sekitar tapi juga daerah lain di luar
Kendal. Salah satu faktor yang menyebabkan Kretegan sebagai pusat
pengembangan Rifa’iyah adalah daya tarik tokohnya yang dikenal memiliki
kedalaman ilmu agama Islam, berwibawa, sabar, dan rendah hati. Pasca kematian
KH Ahmad Bajuri aktivitas pengkjian kitab tarjumah di Kretegan mengalami
penurunan. Disamping alasan itu faktor lain yang menyebabkan kemunduran itu
adalah berkembangnya desa Cempoko Mulyo Gemuh sebagai pusat
pengembangan Rifa’iyah yang tetap melestarikan ajaran KH Ahmad Rifa’i
sebagaimana adanya. Hubungan komunitas Rifa’iyah di Kretegan dengan
komunitas lainnya diliputi oleh rasa sentimen dan saling mengejek.
Pada abad ke-19 di sebagaian besar wilayah Jawa dilanda serangkaian
gerakan protes yang dilakukan oleh petani khususnya di daerah pedalaman.
Protes sosial yang dilakukan oleh para petani Jawa pada masa itu karena
dominasi pemerintah Kolonial Belanda dihampir segala aspek kehidupan.
Penetrasi yang dilakukan oleh kaum penjajah menimbulkan antipati rakyat
terjajah terhadap kaum penjajah tak terkecuali terhadap mereka yang
bekerjasama dengan penjajah Belanda
Salah satunya adalah gerakan Rifa’iyah. Rifa’iyah merupakan kelompok
keagamaan pengikut dan simpatisan KH Ahmad Rifa’i yang muncul pada
pertengahan abad ke-19 di pesisir utara Jawa Tengah tepatnya di desa Kalisalak
Batang. Kemunculan Rifa’iyah dilatar belakangi oleh faktor politik-ekonomi
penetrasi pemerintah Kolonial Belanda di semua aspek kehidupan dan kondisi
keagamaan orang Jawa pada masa itu yang dapat dikatakan masih jauh dari nilainilai
Islam. Hal ini masih diperparah lagi dengan para birokrat pribumi termasuk
Penghulu (yang mengurusi soal agama) menjadi kaki tangan penguasa kafir.
Gerakan protes Rifa’iyah oleh pemeintah Kolonial Belanda dikhawatirkan akan
menimbulkan pemberontakan yang akan mengganggu kestabialan politik di Jawa
pada masa itu, untuk mengantisipasi hal itu dengan segala cara dan upaya
Belanda menangkap dan mengasingkan KH Ahmad Rifa’i sebagai tokoh sentral
gerakan Rifa’iyah seta menjauhkannya dari pengikutnya.
Murid-murid KH Ahmad Rifa’i menjadi agen penyebaran agama Islam
melalui Kitab Tarjumah karya KH Ahmad Rifa’i sehingg ajarannya disebut
ajaran tarjumah/tarjamah ke daerah asal mereka. Ajaran KH Ahmad Rifa’i
mempunyai ciri khas dengan umat Islam pada umumnya sehingg ada pihak-pihak
yang menganggap ajarannya sebagai ajaran sesat. Salah satu pusat
pengembangan Rifa’iyah di kabupaten Kendal adalah dukuh Kretegan desa
Karangsari kecamatan Rowosari. Salah satu tokoh pengembang Rifa’iyah di
Kretegan adalah KH Ahmad Bajuri murid KH Abdul Qohar yang merupakan
murid generasi pertama KH Ahmad Rifa’i. Komunitas Rifa’iyah yang ada di
Kretegan berbeda dengan komunitas Rifa’iyah di pusat pengambangan Rifa’iyah
lannya di Kendal dalamk hal ini Purwosari patebon dan Cempoko Mulyo Gemuh.
Berkaitan dengan keberadaan komunitas Rifa’iyah di Kretegan dalam
penelitian ini, muncul beberapa permasalahan, yaitu (1) Bagaimana latar
belakang munculnya aliran Rifa’iyah di Kalisalak-Batang. (2) Bagaimana ajaran
KH Ahmad Rifa’i dalam bidang ushuluddin, fiqh dan tasawuf dan gerakan protes
ix
Rifa’iyah. (3) Bagaimana perkembangan aliran Rifa’iyah di dukuh Kretegan desa
Karangsari Kecamatan Rowosari-Kendal pada tahun 1960 sampai 1975.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Untuk memberikan pengetahuan
mengenai latar belakang munculnya aliran Rifa’iyah di Kalisalak-Batang (2)
Untuk memberikan pengetahuan mengenai ajaran atau pandangan KH Ahmad
Rifa’i dalam bidang fiqh, ushuluddin dan tasawuf dan gerakan protes Rifa’iyah
(3) Untuk memberikan pengetahuan mengenai perkembangan aliran Rifa’iyah di
dukuh Kretegan dan sekitarnya pada tahun 1960 sampai 1975. Dalam penelitian
ini penulis menggunakan metode sejarah yang mewliputi empat tahap yaitu
heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi serta menggunakan pendekatan
Behavioral.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Latar belakang munculnya
Rifa’iyah adalah karena adanya penetrasi pemerintah kolonial Belanda di hampir
segala aspek kehidupan dan kondisi keagamaan orang Jawa yang masih jauh dari
nilai-nilai Islam (2) Dalam gerakan protes sosial yang dilakukan petani Jawa
pada abad ke-19 memunculkan berbagai ideologi gerakan, yaitu Mellenarisme,
Mesianisisme, Nativisme, Perang Suci atau perang sabil (The Holy War), dan
Revivalisme atau sektarian. Dalam gerakan protes yang dilakukan oleh KH
Ahmad Rifa’i beserta pengikutnya selain terkandung unsur revivaliusme yaitu
suatu gerakan yang bertujuan untuk mengadakan reformasi keagamaan dengan
kembali kepada pokok-pokok ajaran Islam yang murni. Gerakannya mengandung
unsur-unsur yang bisa mengembalikan kesadaran hidup beragama, akibat
berkurangnya ruh keagamaan dan kebangkitan moralitas. Namun juga
mengandung unsur gerakan mesianisme, perang sabil, dan mellenarianisme.
Ajaran KH Ahmad Rifa’i yang terangkum dalam Kitab Tarjumah mempunyai
ajaran yang khas yang brbeda dengan umat Islam pada umumnya, yaitu rukun
Islam satu, tradisi mengulang pernikahan (Tashih al-Nikah), kebiasaan
mendirikan shalat jum’at di masjid komunitasnya sendiri tidak mau shalat jum’at
di masjid komunitas lain, dan kebiasaan shalat qadha pada stiap malam bulan
ramadhan secara berjamaah (3) Komunitas Rifa’iyah yang ada di Kretegan
mencapi puncak perkembnagannya pada tahun 1960-1975 dengan tokoh
sentralnya KH Ahmad Bajuri. Indikasinya adalah banyaknya santri yag mengaji
di Kretegan tidak hanya berasal dari desa sekitar tapi juga daerah lain di luar
Kendal. Salah satu faktor yang menyebabkan Kretegan sebagai pusat
pengembangan Rifa’iyah adalah daya tarik tokohnya yang dikenal memiliki
kedalaman ilmu agama Islam, berwibawa, sabar, dan rendah hati. Pasca kematian
KH Ahmad Bajuri aktivitas pengkjian kitab tarjumah di Kretegan mengalami
penurunan. Disamping alasan itu faktor lain yang menyebabkan kemunduran itu
adalah berkembangnya desa Cempoko Mulyo Gemuh sebagai pusat
pengembangan Rifa’iyah yang tetap melestarikan ajaran KH Ahmad Rifa’i
sebagaimana adanya. Hubungan komunitas Rifa’iyah di Kretegan dengan
komunitas lainnya diliputi oleh rasa sentimen dan saling mengejek.