BAB 1
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan dalam segala bidang, dewasa ini kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat. Pemerintah terus berupaya menambah kapasitas listrik yang dihasilkan melalui pembangunan PLTU baru dengan bahan bakar gas, batubara atau sumber energi lainnya.
Pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya akan menghasilkan sisa pembakaran yang berupa gas dan padatan. Residu padatan hasil pembakaran batubara berupa abu, baik sebagai abu layang (fly ash) maupun abu dasar (bottom ash). Komponen terbesar residu padatan yang dihasilkan adalah abu layang berkisar 80-90% dari total abu yang dihasilkan (Jumaeri, dkk, 2000). Sebagai contoh, PLTU Suralaya menghasilkan abu layang ± 750.000 ton per tahun (Nasrul dan Utama, 1995). Dengan demikian, peningkatan penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap menyebabkan peningkatan jumlah limbah abu yang dihasilkan.
Akumulasi residu berupa padatan yang dijumpai sebagai abu jika
dibiarkan dapat menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Oleh karena
itu perlu diupayakan usaha pemanfaatan abu layang, sehingga selain dapat
meningkatkan nilai ekonomi abu, masalah pencemaran lingkungan juga dapat
teratasi.
Di sisi lain sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk, kebutuhan air untuk berbagai keperluan semakin meningkat. Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya yang fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain, sehingga penyediaan air bersih dan sehat mutlak diperlukan.
Usaha untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat telah dilakukan dengan berbagai macam cara, diantaranya dengan mencari sumber mata air yang baru atau dengan mengolah/memproses air yang kurang bersih dan sehat menjadi air yang mempunyai kualitas lebih baik ditinjau dari segi fisik, biologis maupun kimiawi. Sebagian besar keperluan air sehari-hari berasal dari sumber air tanah (air sumur), air sungai, air hujan atau air PDAM. Air yang berasal dari PDAM bahan bakunya juga berasal dari sungai (Achmad, 2005). Daerah yang belum memperoleh fasilitas air bersih, sebagian besar kebutuhan air dipenuhi dari air sumur. Air sumur yang mudah didapat tersebut secara fisik jernih, tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga memenuhi syarat fisis sebagai air minum. Namun permasalahan muncul ketika air dimasak, yaitu terbentuknya endapan putih yang tertinggal di dasar panci yang digunakan. Hal ini memberikan indikasi bahwa air sumur tersebut kesadahannya cukup tinggi. Kesadahan air yang cukup tinggi ini erat kaitannya dengan struktur geologi tanah yang banyak mengandung ion karbonat (CO3 2-) terlarut.
Secara umum dari kation-kation yang ditemukan dalam ekosistem air tawar, kalsium mempunyai konsentrasi tinggi. Kalsium adalah unsur kimia yang memegang peranan penting dalam proses geokimia. Mineral merupakan sumber primer ion kalsium dalam air. Mineral-mineral primer yang berperan adalah gips (CaSO4.2H2O), anhidrat gips (CaSO4), dolomite (CaMg(CO3)2), kalsit dan aragonite yang merupakan modifikasi yang berbeda dari CaCO3. Air yang mengandung karbon dioksida tinggi mudah melarutkan kalsium dari mineral-mineral karbonatnya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut: CaCO3 + CO2 + H2O Ca2+ + 2 HCO3- (1)
Karbon dioksida yang masuk ke perairan melalui keseimbangan dengan atmosfer tidak cukup besar konsentrasinya untuk melarutkan kalsium dalam perairan alami, terutama air sumur (Achmad, 2005). Ion kalsium bersama-sama dengan magnesium dan kadang-kadang ion ferro menyebabkan kesadahan air, baik yang bersifat kesadahan sementara maupun kesadahan tetap (Achmad, 2005). Kesadahan sementara disebabkan karena adanya garam bikarbonat dari kalsium dan magnesium, sedangkan kesadahan tetap (permanen) disebabkan karena adanya garam sulfat dan klorida dari magnesium dan kalsium (Suhardi, 1991).
Air sadah tidak layak digunakan sebagai air minum. Harga ambang kesadahan air yang diperbolehkan sebagai air minum adalah 100 mg/L (Bashkin, 1999) dan air yang mempunyai kesadahan di atas harga tersebut dikategorikan sebagai air sadah (hard water). Menurut kelarutannya dalam air, Ca dan Mg sebagai penyebab utama kesadahan air termasuk komponen mayor yang kadarnya di dalam air bisa mencapai 1000mg/L (Todd, 1980), sehingga jika air yang akan digunakan sebagai air minum termasuk dalam air sadah maka air tersebut perlu dilunakkan agar dapat memenuhi syarat sebagai air minum.
Salah satu bahan alternatif yang memungkinkan dapat digunakan sebagai water softener adalah abu layang batubara yang telah diaktivasi secara alkali hidrotermal. Penelitian ini menggunakan abu layang batubara PLTU Suralaya sebagai sumber SiO2 dan Al2O3, NaOH sebagai medium alkalis serta sampel air sumur yang kesadahannya di atas nilai ambang batas yang dipersyaratkan.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kemampuan adsorpsi abu layang sebagai water softener?
2. Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kemampuan adsorpsi abu layang sebagai water softener?
3. Bagaimana pengaruh refluks asam (HCl) terhadap kemampuan adsorpsi abu layang sebagai water softener?
4. Bagaimana karakteristik abu layang teraktivasi pada kondisi adsorpsi optimumnya?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi NaOH terhadap kemampuan adsorpsi abu layang teraktivasi untuk menurunkan kesadahan air.
2. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kemampuan adsorpsi abu layang teraktivasi untuk menurunkan kesadahan air.
3. Mengetahui pengaruh refluks asam (HCl) terhadap kemampuan adsorpsi abu layang teraktivasi untuk menurunkan kesadahan air.
4. Mengetahui karakteristik abu layang teraktivasi pada kondisi adsorpsi yang optimum.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Memperoleh informasi tentang keefektifan abu layang yang telah diaktivasi secara alkali hidrotermal untuk menurunkan kesadahan air.
2. Memperoleh informasi tentang kondisi operasi proses alkali hidrotermal yang optimum untuk memperoleh karakteristik terbaik abu layang teraktivasi sebagai water softener.
E. Sistematika Tugas Akhir II
Untuk memberikan gambaran isi dari penelitian ini, maka garis besar sistematika Tugas Akhir II ini adalah sebagai berikut:
A. Bagian Pendahuluan
Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, abstrak, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
B. Bagian Isi
Bagian ini terdiri dari lima bab, yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika tugas akhir.
BAB II LANDASAN TEORI
Landasan teori berisi landasan teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu tinjauan tentang abu layang batubara, tinjauan tentang proses hidrotermal, tinjauan tentang kesadahan air, tinajauan tentang penyediaan bahan baku air minum, tinjauan tentang spektrofotometri IR dan metode difraksi sinar-X.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi sampel penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Laboratorium Kimia FMIPA UNNES.
BAB V PENUTUP
Penutup berisi simpulan dan saran-saran.
C. Bagian Akhir
Bagian ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.