BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi pertumbuhan mahluk hidup yang ada di dalamnya. Kehidupan dan pertumbuhan mahluk hidup akan terganggu apabila lingkungan tercemar. Pencemaran lingkungan antara lain disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh industri-industri maupun produk yang dihasilkannya. Salah satu pencemaran yang berbahaya adalah pencemaran logam tembaga (Cu).
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam berat yang banyak dimanfaatkan dalam industri, terutama dalam industri elektroplating dan industri logam (alloy). Keberadaan tembaga dalam jumlah kecil sangat berguna bagi mahluk hidup karena merupakan logam berat essensial, tapi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan berbagai masalah kesehatan karena sifatnya yang toksik. Ion logam tembaga dapat terakumulasi di otak, jaringan kulit, hati, pankreas dan miokardium. Dengan demikian penanganan limbah logam Cu harus dilakukan.
Gadd dalam Nurdin (2000) menyatakan bahwa mikroorganisme seperti khamir, jamur, dan alga dapat menyerap logam-logam berat dan radionuklida secara efisien dari lingkungan eksternalnya. Pemanfaaan 4
mikroalga sebagai agen pengadsorpsi mempunyai kendala, hal ini disebabkan ukuran partikelnya yang sangat kecil dengan densitas rendah dan dapat membentuk koloid dalam air. Kelemahan ini dapat diatasi dengan mengimobilisasi biomassa sehingga memiliki kekuatan partikel, porositas dan ketahanan kimia yang tinggi (Sri Lestari, 2002).
Imobilisasi biomassa alga adalah suatu proses pelekatan biomassa pada suatu matrik pendukung dimana biomassa tersebut tetap aktif sehingga dapat bergerak terhadap subtrat yang berada pada suatu larutan. Pengikatan biomassa pada pendukung bergantung pada sifat dan diameter pendukung. Gugus fungsi biomassa yang telah diimobilisasi akan terselubungi oleh pendukung, meskipun demikian biomassa terimobilisasi ini masih dapat mengikat logam dengan baik hanya saja memerlukan waktu adsorpsinya lebih lama karena untuk dapat berinteraksi harus menembus dinding pendukung terlebih dahulu.
Sejumlah matrik pendukung telah digunakan untuk mengimobilisasi biomassa, diantaranya adalah imibilisasi Chlorella vulgaris dan Scenedesmus quadricauda (Darnall dkk, 1986) menggunakan kopolimer etil akrilat untuk menyerap logam Ag, Cu, Cd, dan Zn. Imobilisasi Biomassa Chlorella sp pada polimer etil akrilat – etilen glikol dimetakrilat untuk mengadasorpsi logam Cu, Zn, dan Pb (Latifah, 1998).
Penggunaan silika gel sebagai pendukung untuk mengimobilisasi Chlorella sp juga telah banyak dikembangkan. Keuntungan dari silika gel ini ialah untuk menambah kekuatan mekanik dan luas permukaan dari biomassa.
Selain itu produk biomassa yang terimobilisasi pada silika gel sangat mudah dibuat menjadi ukuran-ukuran mesh tertentu, berfungsi sebagai adsorben yang baik untuk metode kolom dan dapat disimpan dalam keadaan kering selama beberapa bulan serta dapat digunakan kembali. Kubiak, dkk (1989) memilih silika gel sebagai matrik pendukung untuk imobilisasi biomassa, karena komposisi silika-alga memiliki kapasitas pengikatan yang tinggi, daya tahan yang baik tehadap perubahan-perubahan pelarut kimia. Silika gel memiliki kelarutan yang kecil pada pH<9 dan hanya pada pH>9 silika gel akan melarut. Mahan dan Helcombe (1992) mengemukakan silika gel merupakan zat yang baik untuk imobilisasi karena relatif inert, serta berbagai ukuran dapat dibuat menurut kebutuhan (Sri Lestari,dkk,2002).
Penelitian menggunakan biomassa Chlorella sp yang terimobilisasi pada silika gel untuk mengadsorpsi logam tembaga (II) juga telah dilakukan sebelumnya oleh Triyatno (2004) di Laboratoium Kimia UNNES, dan dilaporkan bahwa adsorpsi tembaga optimum terjadi pada pH 5 dengan waktu kontak optimum 20 menit.
Berbagai metode pemisahan logam berat dari air buangannya secara biologis di atas pada dasarnya belum dapat menyelesaikan masalah lingkungan yang ada, bahkan dapat menimbulkan masalah baru khususnya bagi lingkungan perairan jika adsorben yang telah mengikat logam toksik tidak diolah lebih lanjut. Oleh karena itu perlu dipikirkan cara-cara/metode yang efektif untuk mengolah kembali mikroorganisme yang telah menyerap logam-logam berat tersebut agar benar-benar aman bagi lingkungan. Salah 6
satu cara adalah dengan melepaskan kembali logam berat yang telah diserap mkroorganisme (desorpsi).
Desorpsi merupakan proses pelepasan kembali spesi-spesi yang telah berikatan dengan sisi aktif dari permukaan mikroorganisme sebagai biosorben. Selain untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibat proses adsorpsi, desorpsi juga dapat digunakan untuk meregenerasi biosorben sehingga dapat digunakan kembali serta dapat mengekstrak logam yang telah terikat pada biosorben. Untuk tujuan ini diperlukan agen pendesorpsi yang mampu meregenerasi biomassa tapi tidak menyebabkan kerusakan pada adsorben. Berbagai larutan dapat digunakan untuk mendesorpsi logam berat dari biosorben. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa asam mineral encer dapat digunakan untuk mendesorpsi logam berat dari biosorben. Beberapa asam mineral encer seperti HCl dapat digunakan untuk mendesorpsi ion logam dari biomassa. Pelepasan ion logam yang telah teradsorpsi dapat dilakukan dengan cara menurunkan harga pH (http//www.biosorption mc_gill.co/publication/Bvspain htm, 2005).
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan, yaitu :
1. Berapa waktu kontak optimum desorpsi ion logam tembaga (II) dari polisorben?
2. Berapa pH optimum desorben untuk mendesorpsi ion logam tembaga (II) dari polisorben?
1.3. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui waktu optimum desorpsi ion logam tembaga (II) dari polisorben
2. Mengetahui pH optimum desorben untuk mendesorpsi ion logam tembaga (II) dari polisorben