BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan disajikan sebagai informasi yang menyangkut posisi keuangan perusahaan, laporan kinerja, perubahan posisi keuangan dan laporan aliran kas yang bermanfaat bagi para pemakainya, khususnya investor ataupun kreditur dalam pengambilan-pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan ekonomi yang akan diambil oleh para pemakai laporan keuangan membutuhkan evaluasi terlebih dahulu atas kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (kas atau setara kas), serta kepastian dari hasil tersebut. Para pemakai laporan keuangan dapat mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) dari informasi yang difokuskan pada posisi keuangan, laba, perubahan posisi keuangan dan laporan arus kas perusahaan.
Untuk mencapai tujuan diatas maka IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan mensyaratkan penyusunan laporan keuangan atas dasar konsep biaya historis, pengakuan pendapatan, prinsip matching dan prinsip pengungkapan secara lengkap, serta asumsi kesatuan usaha, kontinuitas usaha, penggunaan unit moneter dalam pencatatandan periode waktu. Sehingga laporan keuangan yang disajikan dapat memenuhi karekteristik kualitatif yang dapat dipahami, relevan, andal dan dapat dibandingkan. Meskipun kepentingan para pemakai laporan keuangan berbeda-beda dan data atau informasi yang dibutuhkan juga berbeda-beda, namun pada tingkat kebutuhan akan data kuantitatif perusahaan yang dapat menggambarkan posisi keuangan perusahaan pada saat tertentu dan hasil usaha untuk periode yang tertentu pula dapat dipenuhi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Dari informasi diatas jelas bahwasannya pelaporan keuangan sangat dibutuhkan oleh pihak investor/pihak lainnya sebagai pengambilan keputusan terhadap penanaman modal yang dilakukan dengan harapan memperoleh suatu return yang diharapkan. Salah satu cara yang dilakukan oleh pihak investor ataupun perusahaan yaitu dengan menganalisis nilai suatu arus kas/laba pada perusahaan tersebut untuk menilai kinerja perusahaan serta tingkat pengembalian yang diharapkan.
Beberapa studi yang mengevaluasi pengaruh dari faktor lingkungan ekonomi dan sosial mendukung pernyataan tersebut. Mereka menemukan bahwa perbedaan kultural dan ekonomi menghasilkan perbedaan dalam hal bagaimana investor dan pengguna laporan keuangan lainnya menilai sejumlah informasi akuntansi yang sama. Dengan kata lain, adalah sangat mungkin bahwa tujuan pelaporan yang sama dapat diraih dengan menggunakan jenis informasi akuntansi yang berbeda yang disebabkan perbedaan faktor ekonomi dan lingkungan. Saat ini, hasil empiris yang ditemukan di US yang mendukung pernyataan FASB bahwa laba menyediakan informasi yang lebih baik dalam menilai arus kas masa depan dibanding arus kas itu sendiri, mungkin dapat diaplikasikan di Indonesia (Supriyadi, 1999).
Sejauh ini laporan keuangan, khususnya neraca dan laporan laba/rugi masih diyakini sebagai alat yang andal bagi para pemakainya untuk mengurangi risiko ketidakpastian dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi. Namun demikian, khusus laporan laba/rugi sampai saat ini masih terdapat kontradiksi atas kesimpulan yang dihasilkan berkaitan dengan manfaat isi informasi yang dikandungnya (Syafriadi, 2000).
Namun, terdapat beberapa hasil penelitian yang mendukung nilai relevansi laba dalam memprediksi arus kas masa depan perusahaan. Watson dan Wells (Yuyun D.A Mokoginta (1999)) dalam penelitiannya menyatakan bahwa untuk perusahaan yang berlaba, ukuran berbasis laba lebih baik dalam menangkap kinerja perusahaan dibandingkan arus kas, sedangkan untuk perusahaan yang merugi baik laba maupun arus kas tidak dapat menangkap kinerja perusahaan dengan baik. Dalam hal ini, juga dibedakan antara perusahaan yang melaporkan laba positif dan laba negatif, dan hasilnya menyatakan bahwa hubungan antara laba dan arus kas masa depan tetap menguat sedangkan hubungan antara arus kas tahun berjalan dengan arus kas masa depan tidak meningkat maupun