BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan bakar minyak bumi adalah salah satu sumber energi utama yang banyak digunakan berbagai negara di dunia pada saat ini. Kebutuhan bahan bakar ini selalu meningkat, seiring dengan penggunaannya di bidang industri maupun transportasi. Ketersediaan bahan bakar minyak bumi terbatas dan sifatnya tidak terbarukan, sehingga diprediksikan akan ada kelangkaan bahan bakar minyak. Keadaan inilah yang menimbulkan adanya krisis energi, sebuah topik yang banyak dikemukakan di dunia.
Dua buah laporan terbaru dari Congressional Research Services (CRS) pada tahun 1985 dan 2003 kepada Komisi Energi di Konggres Amerika Serikat, menyebutkan bahwa jika tingkat penggunaan bahan bakar fosil masih terus seperti sekarang (tanpa peningkatan dalam efisiensi produksi, penemuan cadangan baru, dan peralihan ke sumber-sumber energi alternatif terbarukan), cadangan sumber energi bahan bakar fosil dunia khususnya minyak bumi, diperkirakan hanya akan cukup untuk 30-50 tahun lagi (Nugroho, 2006). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, yang menunjukkan cadangan minyak bumi dari beberapa negara di dunia, termasuk negara-negara anggota OPEC. Sebagaimana negara-negara lain di dunia, di Indonesia sendiri kebutuhan bahan bakar minyak mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 atau paling tidak 2015 diperkirakan bahwa Indonesia akan menjadi negara pengimpor minyak bumi (Directorat General Oil And Gas, 2000).
Di antara produk minyak bumi, bahan bakar diesel adalah yang paling banyak digunakan, karena penggunaannya yang cukup luas pada peralatan transportasi, pertanian, mesin-mesin yang besar di pabrik, dan juga generator listrik. Secara keseluruhan, konsumsi BBM selama tahun 2004 mencapai 61,7 juta kilo liter, dengan rincian 16,2 juta kilo liter premium; 11,7 juta kilo liter minyak tanah; 26,9 juta kilo liter minyak solar; 1,1 juta kilo liter minyak diesel; dan 5,7 juta kilo liter minyak bakar (Nugroho, 2006)
Penggunaan minyak bumi juga membawa dampak yang negatif terhadap lingkungan. Kajian ekologi modern dan lingkungan hidup (environmental studies) yang dilakukan oleh para ilmuwan menerangkan bahwa pembakaran bahan bakar fosil sangat mungkin mengubah susunan dan kandungan gas-gas yang berada di lapisan atas atmoser bumi. Kondisi ini kemungkinan akan meningkatkan suhu rata-rata permukaan bumi. Peringatan tersebut mulai terbukti pada tahun 1957, ketika ditemukan adanya peningkatan kandungan gas-gas karbondioksida (CO2) di puncak gunung api Mauna Lowa di kepulauan Hawai. Pada tahun 1995, suatu panel para pakar terkemuka dunia yang diorganisir oleh program lingkungan hidup PBB (UNEP) dan Organisasi Meteorologi di Inggris dan Universitas East Anglia melaporkan bahwa suhu permukaan bumi telah mencapai 14,840C lebih panas dari rata-rata suhu permukaan bumi selama ini (Nugroho, 2006). Kondisi di atas semakin membuka peluang penggunaan bahan bakar terbarukan.
Minyak nabati, seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji jarak pagar, minyak kacang tanah, telah menarik perhatian para peneliti sebagai sumber energi terbarukan yang potensial untuk menghasilkan bahan bakar minyak. Beberapa produk yang telah dihasilkan dari minyak nabati telah diajukan sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin, seperti minyak nabati mentah, campuran minyak nabati dengan bahan bakar minyak, dan metil ester atau etil ester dari minyak nabati, yang merupakan energi alternatif yang menjanjikan.
Penelitian ini menggunakan minyak biji jarak pagar sebagai bahan mentahnya, karena minyak yang diambil dari biji jarak pagar dapat menggantikan peranan dan fungsi solar, yaitu sebagai bahan bakar pengganti minyak diesel dan untuk sistem pembangkit tenaga listrik. Pengembangan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) sebagai bahan baku biodiesel mempunyai potensi yang sangat besar, karena selain menghasilkan minyak dengan produktivitas tinggi, tanaman ini juga mempunyai nilai ekonomi yang rendah karena merupakan tanaman nonpangan, dan mampu memproduksi banyak buah sepanjang tahun. Tanaman jarak memiliki kandungan minyak yang relatif besar, yaitu 30-35% berat (www.jatropha.de). Minyak jarak (Jatropha oil) tergolong minyak yang tidak mengering meskipun terkena oksidasi (Ketaren, 1986).
Penggunaan biodiesel memberikan banyak keuntungan (Tickell, 2000), misalnya tidak perlu memodifikasi mesin, menghasilkan lebih sedikit emisi CO2, CO, SO2, karbon, dan hidrokarbon dibandingkan dengan bahan bakar diesel dari fraksi minyak bumi, tidak memperparah efek rumah kaca karena rantai karbon yang terlibat dalam siklus merupakan rantai karbon yang pendek, kandungan energinya mirip dengan bahan bakar minyak (sekitar 80% dari kandungan bahan bakar minyak), mempunyai angka setana lebih tinggi dari bahan bakar minyak, penyimpanannya mudah karena titik nyalanya tinggi, biodegradable, dan tidak beracun.
Minyak nabati mempunyai viskositas 20 kali lebih tinggi daripada viskositas bahan bakar diesel fosil. Viskositas yang tinggi ini mengakibatkan proses atomisasi bahan bakar yang buruk sehingga menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Kekentalan minyak nabati dapat dikurangi dengan memotong cabang rantai karbon dengan proses transesterifikasi dengan menggunakan alkohol rantai pendek, seperti etanol atau metanol. Penggunaan metanol lebih disukai karena lebih reaktif . Untuk mendapatkan hasil yang sama, penggunaan etanol adalah 1,4 kali lebih besar dari metanol (http/journeytoforever.org/biodiesel).
Selain itu metanol juga lebih murah. Biodiesel dihasilkan dari minyak nabati dengan mengkonversi trigliserida menjadi metil ester dengan suatu proses yang disebut dengan transesterifikasi. Proses ini berjalan lambat, sehingga membutuhkan katalis untuk mengurangi energi aktivasi, dan untuk selanjutnya mempercepat laju reaksi. Umumnya, katalis berada dalam bentuk asam, basa, atau penukar ion. Penelitian ini akan membandingkan jenis katalis KOH, zeolit alam yang diaktivasi dengan larutan HCl 6M (untuk selanjutnya disebut dengan ZA), ZA yang diaktivasi dengan pemanasan pada suhu tinggi (disebut dengan ZA kering), zeolit 4A yang diaktivasi dengan larutan KOH 3M (disebut dengan Z-KOH), dan Z-KOH yang diaktivasi dengan pemanasan pada suhu tinggi (disebut dengan Z-KOH kering).
Biodiesel perlu diuji sifat fisisnya untuk menghindari kerusakan pada mesin atau kerugian lain yang mungkin timbul selama penggunaan bahan bakar ini. Sifat biodiesel kemudian dibandingkan dengan standar kualitas bahan bakar diesel dengan menggunakan metode ASTM (American Standard Technology Methods). Uji tersebut meliputi kekentalan, titik lebur, titik nyala, conradson carbon residue, nilai kalor, serta warna.
Diharapkan penelitian ini akan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang energi, dalam hal penemuan sumber energi alternatif.
1.2 Permasalahan
Atas dasar pemikiran di atas, permasalahan yang diambil peneliti adalah:
1. Jenis katalis yang manakah di antara katalis KOH, ZA, ZA kering, ZKOH, dan Z-KOH kering yang memberikan hasil terbaik pada reaksi transesterifikasi minyak biji jarak menjadi metil ester?
2. Apakah hasil terbaik yang diperoleh dengan menggunakan salah satu katalis tersebut telah memenuhi standar sifat-sifat fisis biodiesel seperti yang telah disyaratkan dengan menggunakan metode ASTM?
1.3 Tujuan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui diantara jenis katalis KOH, ZA, ZA kering, Z-KOH, dan ZKOH kering yang dapat memberikan hasil yang terbaik pada reaksi transesterifikasi minyak biji jarak menjadi metil ester.
2. Membandingkan sifat-sifat fisis metil ester yang dihasilkan dari reaksi transesterifikasi dengan menggunakan salah satu katalis tersebut dengan standar biodiesel seperti yang telah disyaratkan dengan menggunakan metode ASTM.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk memperkaya khasanah pengetahuan tentang energi alternatif pengganti minyak diesel berbasis bahan bakar fosil.
2. Menyediakan informasi ilmiah tentang reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol.
3. Sebagai usaha pemberdayaan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn).