BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Tendi Haruman, 2008). Naik turunnya nilai perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan sangat penting dalam menentukan nilai perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajemen (management ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Sri Rejeki, 2007).
Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency problem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976).
Konflik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut sehingga timbul biaya keagenan (agency cost). Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, diantaranya dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen dan kepemilikan saham oleh institusional (Tendi Haruman, 2008). Dengan kepemilikan saham oleh manajerial, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Menurut Ross et al (dikutip dari Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manjemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri.
Kepemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen (Suranta dan Midiastuty, 2003). Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Adanya kepemilikan manajemen akan menimbulkan suatu pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil oleh manajemen perusahaan.
Penelitian oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul karena adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan meningkat.
Sementara itu hasil penelitian dari Tendi Haruman (2008) menyimpulkan bahwa variabel managerial ownership memiliki pengaruh dengan arah hubungan negatif. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerial, akan menurunkan market value. Hasil ini konsisten dengan penelitian Lemons & Lins (2001), Lins (2002) dan Siallagan dan Machfoedz (2006). Penurunan market value ini diakibatkan karena tindakan opportunistic yang dilakukan oleh para pemegang saham managerial. Meskipun ada banyak penelitian mengenai struktur kepemilikan tetapi hasil-hasil dari penelitian tersebut banyak yang saling bertentangan satu sama lain. Dalam kenyataannya banyak literatur penelitian telah menyimpulkan hubungan yang positif antara struktur kepemilikan manajerial dengan penciptaan nilai perusahaan (Suranta dan Midiastuty, 2003).
Struktur kepemilikan lain yaitu kepemilikan institusional, dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Menurut