BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pasar modal yang efisien, harga saham mencerminkan semua informasi publik yang relevan yang tersedia di pasar (Suad Husnan,1994:5). Informasi publik tersebut antara lain laba akuntansi (accounting earnings) dan laporan arus kas (cash flow) yang diterbitkan melalui laporan keuangan. Laba akuntansi dalam laporan keuangan merupakan salah satu salah satu parameter kinerja perusahaan yang mendapat perhatian utama dari investor. Untuk membuktikan hal ini, dapat menggunakan model pengujian EBO (Edward-Bell-Ohloson) dalam Anggono dan Baridwan (2003), yang mengekspreksikan nilai perusahaan sebagai fungsi laba dan nilai buku. Investor juga menggunakan informasi arus kas sebagai ukuran kinerja perusahaan, sehingga informasi arus kas dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan investor. Ketika dihadapkan pada dua ukuran kinerja akuntansi perusahaan: Laba akuntansi, dan total arus kas investor harus merasa yakin bahwa ukuran kinerja yang menjadi fokus perhatian mereka, adalah yang mampu secara baik menggambarkan kondisi ekonomi serta menyediakan sebuah dasar bagi peramalan aliran kas masa depan suatu saham yang biasa diukur dengan menggunakan harga atau return saham (market value).
Penelitian-penelitian di pasar modal sudah banyak dilakukan, baik di pasar modal dalam negeri maupun luar negeri. Penelitian di pasar modal ini terus dilakukan karena faktor-faktor yang mempengaruhi pasar modal sangat beragam. Pengaruh dari faktor-faktor tersebut juga bisa berubah sewaktuwaktu sehingga menarik untuk diteliti. Lev dan Zarowin (1995) meneliti kegunaan informasi laba dan arus kas operasi dibandingkan dengan total informasi yang ada di pasar, dengan periode pengamatan 20 tahun (1977-1996). Penemuannya mengindikasikan hubungan cross sectional model return, yaitu hubungan pelaporan laba akuntansi dan arus kas operasi dengan return saham mengalami penurunan selama 20 tahun masa pengamatan. Pada penggunaan model harga, yaitu hubungan antara laba akuntansi dan nilai buku dengan harga saham juga menurun selama 20 tahun masa pengamatan. Ini dikarenakan keterbatasan dari laporan keuangan yang tidak cukup menggambarkan perubahan-perubahan dari kegiatan operasi perusahaan yang disebabkan oleh inovasi teknologi, kompetisi dan regulasi.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya karena memasukkan Net Profit Margin sebagai salah satu variabel yang menentukan return saham. Ini didasari oleh kenyataan bahwa salah satu indikator keberhasilan perusahaan adalah kemampuan mencetak laba secara efisien. Yaitu bahwa manajer perusahaan tersebut mampu membukukan pendapatan dan penjualan yang signifikan, dan dalam waktu yang sama manajer mampu meminimalisir biaya – biaya. Mengingat laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya, maka ukuran efisiensi dapat dilihat dengan membandingkan (rasio) antara laba terhadap pendapatan. Rasio ini terkenal dengan sebutan NPM (Net Profit Margin), dimana tingginya NPM menyiratkan keahlian manajer dalam mencetak laba dengan meminimalisir biaya–biaya.
Berdasarkan pada penjelasan inilah, maka penelitian ini berusaha untuk mengetahui pengaruh laba akuntasi, total arus kas, dan Net Profit Margin (NPM) terhadap return saham. Adapun obyek penelitian adalah pada perusahaan asuransi yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang terdaftar dari tahun 2002-2007.
Pemilihan perusahaan asuransi didasari oleh adanya kenyataan bahwa pasar asuransi di Indonesia tumbuh cukup pesat. Pertumbuhan pasar asuransi di Indonesia pada tahun 2007 meningkat diatas 25 persen dibanding tahun sebelumnya yang hanya 20 persen. Selain itu, potensi pasar masih cukup bagus dan didukung kecenderungan turunnya suku bunga kredit bank. Pada akhir tahun 2007, total perusahaan asuransi di Indonesia mencapai 162 perusahaan, terdiri atas 102 perusahaan asuransi kerugian, 56 asuransi jiwa, dan 4 reasuransi. Dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara seperti di Singapura dan malaysia, jumlah tersebut termasuk besar, tetapi dari segi perolehan premi Indonesia jauh tertinggal dengan negara-negara tersebut. Di Indonesia, rasio premi asuransi terhadap sumbangan Pendapatan Nasional Bruto/PDB hanya berkisar kurang dari 5 persen, sedang negara tetangga kita