BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penganggaran dalam organisasi sektor publik merupakan suatu proses politik. Dalam hal ini, anggaran merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik (Mardiasmo, 2002). Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anggaran publik menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktivitas.
Dahulu penganggaran dilakukan dengan sistem top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan sehingga bawahan hanya melakukan apa yang telah disusun. Penerapan sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan menjadi tidak efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya yang diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan kurang mengetahui potensi dan hambatan yang dihadapi oleh bawahan sehingga memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan kemampuan bawahan. Bertolak dari kondisi ini, sektor publik menerapkan sistem penganggaran yang dapat menggatasi masalah diatas, yakni anggaran partisipasi (participatory budgeting). Melalui sistem ini, bawahan dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut sub bagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai anggaran tersebut.
Partisipasi anggaran dinilai mempunyai konsekuensi terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Murray, 1990 dalam Sumarno, 2005). Utomo (2006) mengemukakan bila partisipasi anggaran tidak dilaksanakan dengan baik dapat mendorong bawahan melakukan senjangan anggaran. Hal ini mempunyai implikasi negatif seperti kesalahan alokasi sumber daya dan bias dalam evaluasi kinerja bawahan terhadap unit pertanggungjawaban mereka (Dunk dan Nouri, 1998 dalam Webb, 2002). Fisher, Frederickson dan Peffer (2002) menemukan bahwa senjangan anggaran akan menjadi lebih besar dalam kondisi informasi asimetris. Informasi asimetris adalah keadaan dimana salah satu pihak mempunyai pengetahuan lebih daripada yang lainnya terhadap sesuatu hal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Utomo (2006) yang menyatakan bahwa informasi asimetris mendorong bawahan membuat senjangan anggaran, sehingga dapat dikatakan bahwa informasi asimetris merupakan pemicu (antecedent) senjangan anggaran.
Anggaran memiliki fungsi sebagai alat penilaian kinerja (Mardiasmo, 2002). Kinerja dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi pelaksanaan anggaran. Faktor lain yang diduga mempengaruhi slack anggaran adalah budget emphasis atau penekanan anggaran. Argumen utama bagi bawahan dalam usaha membangun slack anggaran yaitu dengan meningkatkan prospek kompensasi. Dalam perusahaan bisnis, bawahan menerima kompensasi berupa bonus apabila mampu memenuhi atau melebihi target anggaran. Sebaliknya bawahan akan menerima punishment bila tidak mampu memenuhi target. Disisi lain, keinginan manajer untuk mendapatkan bonus mendukung terjadinya senjangan anggaran karena manajer ingin kinerjanya dinilai baik. Peneliti terinspirasi untuk meneliti hubungan antara partisipasi anggaran, informasi asimetris, dan budget emphasis sehingga keberadaan senjangan anggaran dapat dideteksi lebih awal.
PT jasa raharja adalah perusahaan yang memfokuskan kegiatannya pada penyelengaraan asuransi sosial sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 dan 34 tahun 1964. Sebagai pengelola dana pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dan dana kecelakaan lalu lintas jalan, PT. Jasa Raharja tidak mengutamakan pencarian keuntungan. PT jasa raharja menerapkan partisipasi dalam penyusunan anggaran bagi tiap unsur pelaksana dalam perusahaan tersebut. Unsur ini terdiri dari kepala cabang dan beranggotakan semua kepala unit yaitu kepala unit pelayanan, kepala unit operasional, kepala unit keuangan dan kepala unit sumber daya manusia dan umum. Anggaran disusun pada awal periode dengan melibatkan kepala sub bagian. Kepala bagian sebagai atasan memproyeksikan kinerja untuk menetapkan target yang akan dicapai oleh suatu sub bagian dalam sebuah periode. Idealnya, target yang akan dicapai tidak terlampau rendah maupun terlalu tinggi, melainkan proporsional. Maksudnya bahwa penetapan target mempertimbangkan sumber daya yang ada. Kepala bagian perlu mencermati kapasitas bawahan sehingga anggaran