BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepiting hijau (Scylla serrata) termasuk salah satu komoditi penting perikanan di Indonesia. Melihat kecenderungan konsumsi kepiting yang meningkat, maka perlu mengantisipasi peningkatan jumlah limbah cangkang kepiting yang bila dibuang begitu saja akan mengganggu lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi pertumbuhan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, masalah limbah cangkang kepiting ini perlu mendapat perhatian yang serius agar tidak menjadikan limbah cangkang kepiting ini sebagai sumber polusi bagi lingkungan dan sumber pembawa penyakit bagi manusia.
Sebagai alternatif pemanfaatan limbah cangkang kepiting yakni melalui pengolahan limbah cangkang kepiting menjadi suatu zat yang potensial dalam berbagai bidang dan industri. Limbah cangkang kepiting dapat dimanfaatkan sebagai agen pengkhelat atau adsorben dalam menangani limbah cair sehingga dapat menyerap logam-logam beracun seperti Hg, Pb, Cd, Co dan Zn juga untuk mengikat zat warna tekstil dalam air limbah.
Kitin terdeasetilasi ini merupakan biopolimer yang dapat diisolasi dengan proses kimia yang cukup sederhana yaitu cangkang kepiting hijau yang ditambah dengan asam/basa kuat pada suhu tinggi. Produksi kitosan umumnya melalui tahapan : (1) proses penghilangan sisa protein yang ada dalam cangkang, (2) proses penghilangan mineral yang terikat dalam cangkang, dan (3) proses deasetilasi (proses penghilangan gugus asetil dalam kitin). Tahapan proses (1) dan (2) adalah untuk menghasilkan kitin, sedangkan tahapan (3) untuk mengubah kitin menjadi kitosan (Eriawan, 2005).
Limbah cair yang mengandung logam berat dapat diklasifikasikan sebagai limbah yang beracun dan berbahaya. Sehingga limbah tersebut tidak dapat dibuang secara langsung dan perlu pengolahan terlebih dahulu. Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif (Rama dalam Marganof, 2003) dan pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun dari limbah. Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan alternatif yang memberikan harapan.
Kobalt sebagai polutan logam berat banyak menarik perhatian karena kobalt banyak digunakan pada proses penyepuhan karena penampilan, kekerasan dan daya tahannya terhadap oksidasi. Logam kobalt ini memiliki tingkat racun yang tinggi terhadap tumbuhan. Walaupun pada konsentrasi yang sedemikian rendah, efek ion logam berat ini dapat mengganggu kehidupan biota lingkungan yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia walaupun dalam jangka waktu yang lama.
Kitin terdeasetilasi dari limbah cangkang kepiting hijau setelah digunakan kurang mendapatkan perhatian sehingga tak jarang kitin terdeasetilasi tersebut terbuang dengan sia-sia. Melihat harga kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting ini lebih mahal dibanding dengan kitin terdeasetilasi lain seperti arang aktif, maka kitin terdeasetilasi ini perlu direcovery.
Beberapa penelitian tentang desorpsi telah dilakukan oleh :
1. Ilana (1995), mendesorpsi ion logam cadmium dari biosorben alga dan melaporkan bahwa kapasitas desorpsi NaCl dan NH4Cl pada konsentrasi 0,1 mol/L sangat kecil akan tetapi pada konsentrasi 1 mol/L diperoleh 100 % desorpsi.
2. Cigdem dkk (1999), menggunakan smectit sebagai adsorben untuk menyerap ion logam cadmium (II), timbal (II) dan tembaga (II) dan melaporkan bahwa ion logam cadmium (II), timbal (II) dan tembaga (II) yang terserap masing-masing 11,86 mg; 11,23 mg dan 16,76 mg. Desorpsi ion logam cadmium (II), timbal (II) dan tembaga (II) menggunakan 0,5 M HNO3 dan diketahui bahwa lebih dari 95 % ion logam tersebut terdesorpsi.
3. Warlan (2001), menggunakan adsorben dari limbah cangkang kepiting hijau untuk menyerap ion logam kobalt (II) dan nikel (II) dalam medium air dan diperoleh kondisi optimum dengan waktu 120 menit dan pH 7. Selanjutnya adsorben didesorpsi secara berurutan menggunakan Na2EDTA 0,1 M dan ammonium asetat 0,1 M dan hasil eksperimen menunjukkan bahwa peranan pembentukkan kompleks relatif lebih besar dibandingkan peranan mekanisme pertukaran ion.
Natrium etilendiaminatetraasetat (Na2EDTA) merupakan salah satu bahan pendesorpsi yang dapat membentuk senyawa kompleks yang stabil juga larut dalam air, sehingga diharapkan Na2EDTA mampu merecovery kitin terdeasetilasi yang telah mengikat ion logam menjadi kitin terdeasetilasi yang siap digunakan untuk mengadsorpsi ion logam berat kembali. Selain untuk merecovery kitin terdeasetilasi, desorpsi dapat dilakukan untuk merecovery logam yang teradsorpsi.
Berdasarkan uraian tersebut, perlu diteliti bagaimana proses desorpsi ion logam kobalt (II) pada kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting hijau (Scylla serrata) menggunakan Na2EDTA.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada alasan pemilihan judul di atas dapat dirumuskan permasalahan:
1. Berapa kondisi waktu kontak optimum dalam mendesorpsi ion logam kobalt (II) yang terikat oleh kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting hijau
2. Berapa konsentrasi optimum Na2EDTA dalam mendesorpsi ion logam kobalt (II) yang terikat oleh kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting hijau
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui waktu kontak optimum dalam mendesorpsi ion logam kobalt (II) yang terikat oleh kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting hijau
2. Mengetahui konsentrasi optimum Na2EDTA dalam mendesorpsi ion logam kobalt(II) yang terikat oleh kitin terdeasetilasi dari cangkang kepiting hijau
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat memberikan informasi tentang kondisi optimum Na2EDTA dalam mendesorpsi ion logam kobalt (II) yang terikat oleh kitin terdeasetilasi dari limbah cangkang kepiting hijau
2. Dapat memberikan salah satu solusi dalam merecovery kitin terdeasetilasi dari limbah cangkang kepiting hijau yang telah mengikat ion logam kobalt (II)
3. Dapat merecovery logam kobalt (II) yang terdesorpsi oleh Na2EDTA