BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, setiap perusahaan selalu membutuhkan dana dalam membiayai kegiatan operasionalnya, dana tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, pertama berasal dari dalam perusahaan yakni modal pemilik, maupun laba ditahan (retained earning). Sedangkan sumber pembiayaan yang lain, berasal dari luar yakni dalam bentuk pinjaman/hutang dari pihak lain. Selain pinjaman untuk beberapa perusahaan yang sudah go public dalam upaya menambah dana kegiatan operasionalnya dapat diperoleh melalui penjualan saham pada para in-vestor/pemilik modal.
Media yang digunakan perusahaan dalam menjual sahamnya pada publik adalah pasar modal. Dalam hal ini, pasar modal berfungsi sebagai peran-tara untuk mempertemukan pemilik modal (investor) dengan pihak-pihak yang berupaya memperoleh tambahan dana melalui penjualan sahamnya.
Pasar modal Indonesia mengalami perkembangan sejak dibuka kembali BEJ sekitar tahun 1977. Keberadaan pasar modal di Indonesia dirasakan sangat penting bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Dimana diharapkan adanya pasar modal yang mampu berfungsi secara optimal. Maka dapat menjembatani hubungan antara investor sebagai pemilik dana untuk membiayai kegiatan opera-sional/usahanya (Usman, 1997).
Fluktuasi harga saham di pasar modal dapat dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap harga saham. Selain itu, informasi yang bere-dar di bursa efek/pasar modal,seperti kondisi keuangan/kinerja suatu perusahaan akan mempengaruhi harga saham yang ditawarkan pada publik dan berbagai isu lainnya yang secara langsung dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan di masa depan.
Harga saham suatu perusahaan pada tingkat tertentu dapat menjadi sangat tinggi, yang dapat diidentifikasi dari tingginya nilai earning per share (EPS). Hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya kecenderungan bahwa peru-sahaan yang bersangkutan memiliki prospek yang baik di masa datang, sehingga saham yang ditawarkan pada publik oleh perusahaan yang bersangkutan memiliki harga yang tinggi. Bagi perusahaan adanya kenaikan harga sahan tersebut dapat dinilai sebagai suatu kondisi yang menguntungkan, namun disisi lain para investor dituntut untuk mengeluarkan tambahan modal yang cukap besar untuk dapat me-lakukan investasi melalui pembelian saham perusahaan tersebut.
Kenaikan harga saham yang terlalu tinggi, akan menyebabkan permin-taan terhadap pembelian saham tersebut mengalami penurunan dan pada akhirnya dapat menyebabkan harga saham perusahaan tersebut menjadi statis tidak fluk-tuatif lagi. Penurunan permintaan tersebut dapat disebabkan karena tidak semua investor tertarik untuk membeli saham dengan harga yang terlalu tinggi, terutama investor perorangan yang memiliki tingkat dana terbatas, yang terjadi kemudian adalah para investor akan berbalik untuk membeli saham-saham perusahaan lain.
Untuk menghindari munculnya kondisi tersebut, maka upaya yang perlu dilakukan oleh suatu perusahaan adalah menempatkan kembali harga saham pada jangkauan tertentu. Atau dengan kata lain perusahaan harus berusaha menurunkan harga saham pada kisaran harga yang menarik minat investor untuk menbeli.Salah satu langkah yang dapat diambil perusahaan agar saham yamg dijual dapat menarik minat investor yaitu melalui stock split.
Block dan Hirt (1992) menegaskan bahwa tujuan utama dilakukannya stock split adalah untuk menempatkan saham dalam kisaran perdagangan yang lebih populer (populer trading range), dimana melibatkan banyak pembeli. Dengan harga saham yang terjangkau oleh investor, maka akan mendorong in-vestor untuk melakukan transaksi atas saham tersebut. Hal ini akan menyebabkan saham suatu perusahaan akan kembali aktif dan likuid dengan semakin mening-katnya transaksi pembelian atas saham tersebut, sehingga akan membantu perusa-haan selaku emiten dari ancaman delisting.
Stock split (pemecahan saham) merupakan salah satu alternatif yang di-jalankan suatu perusahaan, dimana secara sederhana pemecahan saham berarti mambagi lembar saham menjadi n lembar saham. Harga per-lembar saham baru setalah pemecahan adalah sebesar 1/n dari harga saham sebelumnya. Langkah ini damaksudkan untuk membuat perdagangan saham suatu perusahaan menjadi lebih aktif karena harga saham tersebut mengalami penurunan.
Stock split banyak dilakukan oleh perusahaan ketika harga saham dari perusahaan tersebut naik melebihi rentang optimal, dan diyakini oleh para ahli keuangan bahwa suatu saham memiliki kisaran rentang optimal, dimana jika
harga saham bisa berada pada rentang tersebut maka nilai perusahaan bisa dimak-simumkan. Banyak pengamat di AS mempercayai bahwa rentang harga paling baik bagi kebanyakan saham antara 20 USD dan 80 USD per lembar saham. Le-bih lanjut dijelaskan bahwa kisaran rentang harga yang optimal tersebut sangat tergantung pada kondisi berbagai faktor yang mempengaruhi harga saham itu sendiri, baik fundamental (misalnya EPS, DPS) dan teknikal (fluktuasi harga sa-ham), maupun non-ekonomi (seperti faktor politis yang berkembang dalam negara tempat saham tersebut diperdagangkan). Adanya pemecahan saham yang dilaku-kan oleh emiten tersebut, maka setiap pemegang saham memiliki lebih banyak lembar saham tetapi setiap lembarnya akan menjadi lebih kecil nilai nominalnya. Hal ini mengakibatkan harga saham akan turun secara proporsional mengikuti pemecahan saham tersebut (Weston dan Brigham, 1997)
Mc.Nichols dan David (1990) menegaskan bahwa investor melihat peristiwa stock split sebagai suatu informasi yang menghasilkan berita baik, se-hingga para investor mengartikan stock split sebagai signal positif karena men-deskripsikan optimisme perusahaan atas laba di masa yang akan datang. Alasan sinyal yang positif ini didukung oleh kenyataan bahwa perusahaan yang melaku-kan stock split merupakan perusahaan yang memiliki kinerja yang baik (Jogi-yanto, 2000; 401). Menurut Copeland, stock split mengandung biaya yang harus dibayar oleh perusahaan, oleh karena itu hanya perusahaan yang memiliki prospek yang bagus saja yang mampu menanggung biaya tersebut dan sebagai akibatnya