BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kelapa (Cocos nucifera) mempunyai peran yang cukup penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, karena kelapa banyak dibudidayakan oleh sebagian besar masyarakat sebagai tanaman tahunan yang mempunyai nilai ekonomis dan sosial. Kelapa juga sering disebut sebagai pohon kehidupan (tree of life) dan pohon surga (a heavenly tree) karena hampir semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk kehidupan (Andi, 2005).
Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3.712 juta hektar dengan produksi sebesar 12.915 milyar butir per tahun, namun permasalahannya bukan pada luas areal dan produksi, akan tetapi produk yang dihasilkan masih berupa produk primer sehingga tidak kompetitif (Andi, 2005). Kelapa dapat diproduksi menjadi beraneka produk, misalnya kopra dan bahan makanan seperti nata de coco yang terbuat dair air kelapa, selain itu buah kelapa juga dapat diambil untuk pembuatan minyak kelapa murni atau pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO).
VCO merupakan nama lazim dari minyak kelapa murni yang saat ini menjadi pusat perhatian, karena dapat digunakan untuk pengobatan alternatif. Hal ini telah dirintis oleh Dr. Bambang Setiadi dari UGM melalui proses yang lama. Seorang doktor dari UGM ini telah mengubah wajah minyak kelapa dari anggapan sebagai “pembunuh” menjadi “juru selamat” (Julia, 2005). Selama ini ada anggapan bahwa VCO dapat menyebabkan penyakit stroke dan jantung koroner sehingga masyarakat secara sengaja menghindari VCO. Kurangnya informasi tentang manfaat VCO bagi kesehatan menyebabkan kalah pamor dengan minyak sawit yang banyak mengandung asam oleat, minyak kedelai dan minyak jagung (Anonim, 2005).
Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam laurat yang memiliki rantai C12. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kapriat. Keduanya merupakan asam lemak jenuh rantai sedang yang biasa disebut Medium Chain Fatty Acid atau MCFA. Asam lemak jenuh rantai sedang ini apabila dikonsumsi manusia tidak bersifat merugikan, bila terserap tubuh asam laurat akan diubah menjadi monolaurin dan asam kapriat diubah menjadi monokaprin. Monolaurin merupakan senyawa monogliserida yang bersifat antivirus, antibakteri dan antiprotozoa sehingga dapat menanggulangi serangan virus seperti influenza, HIV, maupun herpes simplex virus-1 (HSV-1), berbagai macam bakteri patogen seperti Listeria monocytogenes dan Helicobacter pyloryd serta protozoa seperti Glambia lamblia (Andi, 2005).
Monokaprin merupakan senyawa monogliserida yang mengandung asam lemak (asam kapriat) rantai sedang berantai karbon 10 yang dalam tubuh manusia bermanfaat bagi kesehatan untuk mengatasi penyakit seksual (Andi, 2005). Adanya asam lemak jenuh rantai sedang (MCFA) dalam VCO mempunyai beberapa keuntungan yaitu mudah dicerna langsung oleh hati menjadi energi, mudah dibakar, tetapi tidak dapat bersintesa menjadi kolesterol, tidak tersimpan dalam tubuh sebagai lemak dan tidak terjadi trans pada reaksi oksidasi serta tahan terhadap panas, cahaya, oksigen dan proses degradasi karena struktur kimianya tidak mengandung ikatan ganda (Andi, 2005).
Dalam pemanfaatannya, VCO dapat dikonsumsi secara langsung, atau dipakai untuk memasak. Dengan struktur kimia yang terdiri dari single bond (ikatan tunggal), minyak ini bersifat tahan terhadap panas, cahaya, oksigen, dan tahan terhadap proses degradasi. Dengan sifat itu, VCO dapat disimpan dengan mudah pada suhu kamar selama bertahun-tahun.
VCO merupakan minyak murni yang dalam proses pembuatannya tidak mengalami proses pemanasan atau tambahan bahan apapun sehingga komponen anti oksidannya tidak mengalami kerusakan. Dalam pembuatan VCO tidak ada proses fermentasi ataupun penambahan enzim, sehingga hasil yang diperoleh berupa VCO yang berwarna bening, tidak berbau tengik tetapi beraroma khas kelapa.
Pembuatan VCO dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan pemanasan suhu rendah, cara pemancingan dan cara pengadukan. Hal ini yang mendorong peniliti untuk meneliti perbandingan kualitas VCO yang dihasilkan dari pembuatan berdasarkan cara pengadukan tanpa pemancingan dengan VCO yang dihasilkan dari cara pengadukan dengan pemancingan.
B. Permasalahan
Dalam pembuatan VCO dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan proses pemancingan dan pengadukan. Diduga dengan cara pembuatan yang berbeda, maka kualitas VCO yang dihasilkan juga berbeda. Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan kualitas VCO yang dihasilkan dengan cara pengadukan tanpa pemancingan dengan VCO yang dihasilkan dari cara pengadukan dengan pemancingan
C. Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kualitas VCO yang dihasilkan dengan cara pengadukan tanpa pemancingan dengan VCO yang dihasilkan dari cara pengadukan dengan pemancingan
D. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengatahuan masyarakat tentang metode apa yang cocok dalam pembuatan VCO dengan kualitas yang baik dan dengan jumlah hasil yang banyak.