BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Toksoplasmosis merupakan penyakit pada sel darah dan limpa yang disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii (Gerard et al., 2002). T. gondii menginfeksi sebagian besar populasi dunia tetapi pada umumnya tidak terlalu beresiko. Namun, bagi beberapa individu seperti janin, bayi yang baru lahir, dan pasien dengan kekebalan tubuh lemah, parasit ini berpotensi tinggi menyebabkan penyakit yang parah atau bahkan membahayakan nyawa (Hökelek, 2006).
Terapi untuk penyakit toksoplasmosis adalah kombinasi pirimetamin dan sulfonamid yang bekerja dengan menghambat tetrahidrofolat-dehidrogenase (Schunack et al., 1990). Namun, obat itu kini telah tergantikan oleh senyawa antibiotik lain yang lebih aktif. Salah satu senyawa yang dikembangkan adalah antibiotik golongan kuinolon dan florokuinolon. Cara kerja kuinolon adalah dengan menghambat sintesis DNA dengan cara menginhibisi enzim DNA gyrase atau topoisomerase. Fichera dan Roos (1997) menemukan bahwa beberapa antibiotik seperti azithromycin dan ciprofloksasin dapat menghambat replikasi DNA dalam apicoplast sehingga mampu menghambat pertumbuhan toksoplasma. Fungsi apicoplast (terdapat dalam struktur takizoit T. gondii pada gambar I.1) masih belum jelas, tetapi adanya struktur prokariotik dalam T. gondii ini menjadi target terapi yang khas sehingga penemuan organel ini dalam parasit apicomplexan dan sifatnya dalam T. gondii menawarkan kesempatan baru dalam penelitian farmakologi terhadap beberapa protozoa untuk kepentingan medis yang penting (Soldati, 1999).
Penelitian Khan et al., (1996) dan Khan et al., (1999) menunjukkan bahwa di antara florokuinolon hanya trovafloksasin dan beberapa turunannya yang dapat menghambat pertumbuhan toksoplasma pada konsentrasi mikromolar, sedangkan ciprofloksasin menunjukkan kegagalan pada percobaan in vitro dan in vivo. Namun Liguori et al., (2005) meneliti bahwa di antara enam florokuinolon (trovafloksasin, temafloksasin, enoksasin, sparfloksasin, ciprofloksasin, dan grepafloxacin), hanya trovafloksasin yang toksik. Dari kenyataan tersebut, diperlukan suatu senyawa obat baru yang lebih aktif terhadap toksoplasma namun dengan tingkat toksisitas yang lebih rendah.
Inti dari suatu penelitian senyawa obat menurut Schunack et al., (1990) adalah pengembangan zat aktif baru untuk menyembuhkan penyakit yang dengan terapi obat sampai saat ini tidak atau belum berjalan seperti yang diharapkan, atau untuk mengurangi resiko terapeutik jika dibandingkan dengan obat lama.
Perkembangan kimia komputasi menawarkan sebuah solusi dalam desain senyawa obat baru. Salah satu metode kimia komputasi yang populer dalam
desain obat adalah Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas (HKSA). Setiap suatu senyawa aktif yang diketahui perubahan strukturnya dengan perubahan aktivitas biologinya dinamakan mempelajari hubungan Structure-Activity (SAR) (Wolff, 1994). Menurut Schunack et al., (1990) jenis dan intensitas hubungan antaraksi antara senyawa obat dan sistem biologik sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia molekul obat. Sifat ini adalah hasil dari jenis dan jumlah serta ikatan antar atom dan susunan ruang atom yang membentuk molekulnya.
Aktivitas toksoplasma sangat dipengaruhi oleh masing-masing atom atau substituen pada cincin kuinolon (Gozalbez et al., 2000). Hal ini merupakan bukti yang sejalan dengan alur pikir Wolff (1990) bahwa reaktivitas dari senyawa kimia akan berubah bila struktur kimia berubah. Atas dasar itu, perubahan struktur kimia akan membawa perubahan sifat biologis.
Dalam mempelajari aktivitas suatu obat dengan metode HKSA, diperlukan parameter-parameter fisika kimia tertentu yang berkaitan, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi molekul obat baru yang lebih potensial. Ada tiga macam parameter fisika kimia, yaitu parameter hidrofobik, efek elektronik, dan efek sterik. Pada studi HKSA tentang mutagenesis kuinolin, korelasi terbaik didapatkan dengan perhitungan muatan bersih atom pada atom karbon dan parameter hidrofobik (log P) menggunakan metode semiempiris AM1 serta dengan mempertimbangkan energi HOMO-LUMO dan kerapatan elektron (Katritzky et al., 1996).
Merujuk pada publikasi tersebut, maka pada penelitian ini akan digunakan tiga buah parameter, yaitu parameter hidrofobik berupa koefisien partisi (log P), parameter sterik berupa deskriptor topologi indeks Harary dan indeks Randic, dan parameter elektronik berupa muatan bersih atom dan selisih energi orbital molekul HOMO-LUMO yang dihitung dengan metode semiempirik AM1. Pengolahan data statistik dilakukan dengan menggunakan dua metode yang akan dibandingkan yakni metode-metode Multilinear Regression (MLR) dan Principal Component Regression (PCR).
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi hubungan kuantitatif antara struktur dan aktivitas anti toksoplasma dari 24 senyawa turunan kuinolon berdasarkan parameter hidrofobik, sterik, dan elektronik menggunakan dua metode MLR dan PCR.