BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia memiliki kemampuan untuk mempengaruhi lingkungan alamiah mereka akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat merubah keadaan lingkungan sekitar. Pesatnya pembangunan dewasa ini telah membawa dampak yang menggembirakan, yakni banyaknya hasil-hasil yang telah dicapai. Namun, di balik itu tidak sedikit pula kondisi lingkungan hidup sebagai sumber ekonomi mengalami degradasi.
Melalui ajaran Islam dan pengetahuan lingkungan hidup dapat dipupuk komunikasi agar manusia saling mengerti akan dirinya sendiri, terhadap lingkungan hidup sesuai dengan amanah Sang Pencipta. Manusia telah sejak lama memodifikasi alam untuk kepentingan hidupnya. Mulai dengan cara yang sangat sederhana dan hanya mengambil secukupnya dari alam, sampai dengan cara moderen dan mengeksploitasi yang terkadang jauh melebihi kemampuan alam itu sendiri. Manusia sebenarnya mulai sadar, bahwa perbuatan memanipulasi lingkungan tersebut dapat menimbulkan berbagai krisis ekologi, bahwa sumber daya alam ada batasnya, dan bahwa kerusakan lingkungan yang oleh eksploitasi secara berlebihan tersebut berakibat fatal bagi kelangsungan hidup manusia. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hasyr Allah berfirman :
“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan”(Q.S. Al-Hasyr : 2).
Vitamin adalah senyawa organik seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral dan air yang amat penting bagi perkembangan sel organisme hidup. Vitamin dalam jumlah makro sangat penting untuk mengatur proses metabolisme sel hidup. Manusia, hewan, mikroba amat memerlukan vitamin untuk menjamin kelangsungan hidup mereka (Wijanarko, 2002).
Asam askorbat (vitamin C) adalah vitamin essensial dan sangat penting bagi tubuh manusia. Asam askorbat sangat dibutuhkan oleh organ tubuh pada biologi manusia. Buah-buahan yang segar, sayuran dan beberapa tablet suplemen asam askorbat sintetik memenuhi segala kebutuhan tubuh. Suplemen asam askorbat dalam jumlah besar dibutuhkan oleh (Naidu, 2003).
Berbagai macam analisis dilakukan untuk mengetahui kadar vitamin C. Penelitian dengan menggunakan metode spektrofotometri dilakukan pada tahun 1966 sampai dengan tahun 1967. Pada spektrofotometri, sample (vitamin C) diletakkan pada kuvet yang disinari oleh gelombang yang memiliki panjang gelombang yang mampu diserap oleh molekul asam askorbat (Helrich, 1990). Analisis Vitamin C juga dilakukan dengan metode titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) yang dimulai pada tahun 1964 dan berakhir pada tahun 1966. Pada titrasi ini, persiapan sampel ditambahkan asam oksalat atau asam metafosfat, sehingga mencegah logam katalis lain mengoksidasi vitamin C (Helrich, 1990).
Metode spektrofotometri dan titrasi 2,6 D (Dichloroindophenol) jarang dilakukan karena memerlukan biaya yang mahal, titrasi lain yang dapat dilakukan adalah titrasi Iodium. Metode ini paling banyak digunakan, karena murah, dan tidak memerlukan peralatan laboratorium yang canggih. Titrasi ini memakai Iodium sebagai oksidator yang mengoksidasi vitamin C dan memakai amilum sebagai indikatornya. Kekurangan dari metode ini yaitu ketidakakuratan nilai yang diperoleh karena vitamin C dapat dipengaruhi oleh zat lain (Wijanarko, 2002).
Titrasi Iodium adalah salah satu metode analisis yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Dimana, suatu larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi oleh Iodium, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi, kelebihan Iodium akan segera terdeteksi oleh kelebihan amilum yang dalam suasana basa berwarna biru muda. Kadar vitamin C dapat diketahui dengan perhitungan 1ml 0,01 N larutan Iodium = 0,88 mg asam askorbat. (Wijanarko , 2002)
Peneliti menggunakan metode titrasi asam basa. Asam yang dimaksud pada penelitian ini adalah asam Askorbat (Vitamin C) dan NaOH sebagai oksidatornya. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa ini adalah indikator Phenolphthalein (PP). Titik ekuivalennya terjadi pada saat pH larutan 7 (Sastrohamidjojo, 2005).
Pada perancangan alat ini, peneliti menggunakan metode titrasi asam basa. Titrasi asam basa adalah salah satu contoh analisis volumetri yang dapat digunakan dalam menghitung kadar Vitamin C. Pada titrasi asam basa, larutan vitamin C (asam askorbat) sebagai reduktor dioksidasi oleh NaOH, sesudah vitamin C dalam sampel habis teroksidasi, kelebihan NaOH akan segera terdeteksi oleh kelebihan Phenolphthalein yang dalam suasana basa berwarna merah muda. Kadar vitamin C dapat diketahui dengan perhitungan mol NaOH = mol Asam Askorbat. (Wijanarko , 2002)
Metode titrasi asam basa dapat dilakukan secara manual, namun kelemahannya dapat terjadi kesalahan pada perhitungan pengukuran sehingga hasil analisa dari titrasi yang dilakukan tidak akurat. Titrasi yang dilakukan secara manual, mengharuskan seorang praktikkan memegang buret dan mengocok gelas reaksi hingga terjadi perubahan warna dan pH mencapai nilai 7 karena, pada titrasi asam-basa nilai pH yang harus dicapai adalah 7 namun kesulitannya yaitu, praktikkan tidak dapat menentukan pH yang telah dicapai oleh larutan sehingga setelah terjadi perubahan warna, titrasi sejenak dihentikan dan dicelupkan pH meter atau kertas lakmus untuk mengetahui pH larutan tersebut. Bila pH kurang dari 7 titrasi dilanjutkan hingga pH pada larutan mencapai nilai netral atau mencapai nilai 7. Proses titrasi akan berhenti apabila pH larutan mencapai nilai 7 dan dilakukan perhitungan namun bila pH melebihi nilai 7, maka harus dilakukan titrasi ulang.
Kesalahan tersebut dapat dihindari dengan cara mengotomatiskan proses titrasi maka, peneliti membuat alat otomatisasi pengukur kadar vitamin C dengan metode titrasi asam basa yang dilengkapi dengan MK89S51 untuk memudahkan perhitungan secara otomatis supay tidak terjadi kesalahan pada perhitungan pengukuran vitamin C. Alat ini juga dilengkapi dengan buret dan pengaduk otomatis supaya selama titrasi konsentrasi pada larutan tetap seragam (Day, 1986).
Kelebihan lain dari alat ini yaitu, titrasi akan berhenti secara otomatis saat pH yang terbaca pada MK89S51 menunjukkan nilai pH netral atau 7 sehingga tidak terjadi pengulangan titrasi karena pH yang diukur melebihi nilai pH netral 7.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas, dirumuskan beberapa masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana merancang dan merangkai suatu alat yang dapat melakukan proses titrasi asam basa secara otomatis?
2. Bagaimana membuat perangkat lunak pada Mikrokontroller untuk mengambil data tersebut dan mengubah serta menampilkan ke dalam bentuk nilai kadar vitamin C larutan yang diukur?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk merancang dan merangkai suatu alat yang dapat melakukan titrasi asam basa secara otomatis
2. Untuk membuat perangkat lunak pada mikrokontroller untuk mengambil data tersebut dan mengubah serta menampilkan ke dalam bentuk nilai kadar vitamin C larutan yang diukur
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat diperoleh suatu metode pengukuran kadar vitamin C pada larutan dengan menggunakan metode titrasi asam basa secara otomatis untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi pada proses titrasi yang dilakukan secara manual.
1.5 Batasan Masalah
Agar pembahasan menjadi terarah atau tidak menyimpang dari tujuan, maka diperlukan adanya pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Hanya mengukur kandungan asam askorbat pada suatu larutan
2. Titrasi yang digunakan adalah Titrasi Asam Basa