ABSTRAK
Sulitnya mendeteksi perkiraan gempa bumi yang terjadi dibawah permukaan
bumi menyebabkan banyak permasalahan yang cukup komplek, sehingga menimbulkan berbagai teori mengenai gempa bumi. Salah satu teori yang dimunculkan adalah mengenai tingkat struktur bawah permukaan bumi dengan menggunakan metode statistik
yaitu metode kuadrat terkecil dan metode maksimum likelihood. Diperoleh persamaan statistik seismologi yaitu log N = aˆ − bˆM + Q pemerkira yang memanfaatkan seluruh informasi mengenai parameter yang akan diperkirakan yang terkandung dalan suatu sampel dikembangkan menjadi metode-metode statistik seismologi (kejadian-kejadian di dalam bumi) yang lain. Berdasarkan metode-metode yang dipakai tersebut akan diperoleh nilai bˆ yang menunjukkan tingkat aktivitas gempa
pada suatu wilayah.
Pendekatan penelitian melalui pengambilan sumber data dari data base gempa
bumi BMG stasiun geofisika Tretes dan data base USGS, pembahasan dan analisa nilai
bˆ dari masing-masing metode disertai perbandingan literature yang ada. Di dalam analisisdata dipergunakan alat bantu berupa program Delphin.
Nilai bˆ diperoleh berdasarkan tabel distribusi frekuensi kumulatif dan non
kumulatif. Untuk frekuensi non kumulatif dibuat suatu range agar semua distribusi gempa dapat tercakup. Nilai tersebut tinggi jika harga bˆ ≥ 0,7, semakin besar nilainya semakin besar tingkat patahan pada suatu daerah.
Pada hasil penelitian diperoleh data BMG dengan MKT dari frekuensi kumulatif
didapat aˆ = 6,80, bˆ = 0,95, r = 0,92 dan dengan MML diperoleh aˆ = 5,57, bˆ = 0,74, r = 0,98. Data BMG dari frekuensi non kumulatif dengan MKT diperoleh aˆ = 6,04, bˆ = 0,78, r = 0 dan dengan MML didapat aˆ = 4,06, bˆ = 0,59, r = 0,90.Data USGS dengan MKT dari frekuensi kumulatif ditunjukkan aˆ = 5,73, bˆ = 0,86, r = 0 dan dengan MML didapat aˆ = 4,96, bˆ = 0,70, r = 0,98. Data USGS dengan MKT dari frekuensi non kumulatif diperoleh aˆ = 4,35, bˆ = 0,56, r = 0 dan dari dengan MML didapat aˆ = 1,55, bˆ = 0,19, r = 0,33.
Jadi ada perbedaan nilai parameter seismotektonik dari hubungan magnitude
kumulatif dan nonkumulatif untuk Jawa Timur dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan metode maksimum likelihood dari data BMG dan USGS secara nyata tahun 1973 – 2003 sehingga hasil pengolahan data BMG dari frekuensi kumulatif dengan MML lebih baik dibandingkan dengan MKT dari frekuensi kumulatif data USGS karena alat pencatat daya tangkap gempa BMG berada diwilayah Jawa Timur lebih akurat dibanding dengan USGS yang berada di AS dan Wilayah Jawa Timur menunjukkan suatu daerah yang struktur batuan mempunyai tingkat patahan yang cukup tinggi.