ABSTRAK
Ayah yang berprofesi sebagai guru, mempunyai peran penting dalam memberikan pendidikan bagi anaknya, apalagi bila anak tersebut membutuhkan layanan pendidikan yang khusus, seperti pada anak autis. Meskipun mempunyai peran yang penting dalam pendidikan, pada kenyataannya profesi guru tidak menjadikannya peduli terhadap pendidikan anaknya. Demikian halnya Z yang merupakan seorang ayah yang berprofesi guru yang mempunyai anak autis. Perilaku yang ditunjukan Z ini berlawanan dengan profesi serta tanggungjawabnya sebagai guru sekaligus orang tua yang mempunyai anak autis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui lebih mendalam latarbelakang dan akibat ketidakpedulian seorang ayah yang berprofesi guru terhadap pendidikan remaja autis. Selain itu juga ingin mengetahui sikap seorang ayah yang berprofesi guru terhadap remaja autis.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai kepedulian. Kepedulian dalam penelitian ini diartikan sebagai gambaran sikap dan tindakan yang mengakui bahwa keadaan manusia dan masyarakat serta bangsanya itu adalah saling bergantung. Sedangkan ketidakpedulian diartikan sebagai gambaran sikap dan tindakan yang tidak mengakui bahwa keadaan manusia dan masyarakat serta bangsanya itu saling bergantung. Remaja autis di sini adalah individu yang memiliki usia 15 tahun, yang sedang dalam masa transisi dari periode anak ke dewasa yang mengalami gangguan berlarut-larut pada interaksi sosial timbal balik, penyimpangan komunikasi, dan pola perilaku yang terbatas. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Metode yang dipakai untuk memperoleh data adalah dengan wawancara mendalam, observasi dan tes psikolgis (DAM, BAUM). Subyek penelitian dalam penelitian ini berjumlah satu orang, yaitu seorang ayah yang berprofesi guru yang mempunyai anak autis. Penelitian ini dilakukan di desa Sumbergirang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa latarbelakang subyek tidak memberikan pendidikan kepada remaja autis adalah karena subyek lebih memprioritaskan pendidikan untuk anaknya yang normal, tidak tersedianya fasilitas untuk pendidikan anak autis, serta kondisi anak yang tidak mau diajari. Akibat yang ditimbulkan dari ketidakpedulian tersebut adalah terhambatnya kemandirian remaja autis. Kepedulian subyek terhadap pendidikan remaja tersebut kurang.
Adapun implikasi dari penelitian ini bagi orang tua, diharapkan dapat menerima apa adanya kondisi anaknya serta memberikan prioritas yang sama terhadap pendidikan untuk anak-anaknya. Subyek dan anggota keluarga lainnya diharapkan dapat mendorong kerjasama dalam pencapaian tujuan kemandirian anak autis.