ABSTRAK
Kegiatan praktek prostitusi ini diduga telah dimulai sejak ribuan tahun yang lalu dan masih tetap ada dan berlangsung hingga saat ini. Sulit untuk menentukan secara pasti kapan munculnya praktek prostitusi sebagai suatu profesi. Pekerja seks merupakan fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dan tetap bertahan hingga saat ini. Sejumlah pro dan kontra muncul seiring dengan kehadiran para pekerja seks tersebut dimana sejumlah norma dalam masyarakat serta peraturan pemerintah dengan tegas malarang segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan prostitusi (perdagangan seksual).
Kehidupan seorang pekerja seks merupakan suatu hal yang kurang dapat diterima di dalam masyarakat. Sampai sekarang pekerja seks dipandang sebagai figure yang menyandang stereotype negative dan dianggap tidak pantas menjadi bagian dari masyarakat. Oleh karena itu saya ingin meneliti tentang dinamika konflik yang dialami oleh pekerja seks dalam menjalankan pekerjaannya hingga memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai seorang pekerja seks. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode studi kasus dengan paradigma interpretif dan penelitian ini juga menggunakan wawancara secara mendalam untuk pengambilan data.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa terjadinya konflik lebih disebabkan karena adanya perbedaan tujuan dari masing-masing pihak. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Agus M (1994) bahwa, konflik terjadi disebabkan oleh salah pengertian atau salah paham karena kegagalan komunikasi dan penafsiran yang berbeda atas suatu hal atau perkara dari peristiwa yang sama. Konflik yang terjadi antara Mbak Har dan keluarganya pada saat dia kecil, lebih disebabkan karena adanya perbedaan tujuan dan persepsi yang tidak dikomunikasikan satu dengan yang lainnya, sehingga menimbulkan konflik. Beranjak dewasa konflik yang dialami oleh Mbak Har lebih disebabkan ketika kondisi nyata tidak berjalan selaras dengan harapan yang ada sehingga konflik pun muncul Daniel Webster (dalam Piekering, 2000). Konflik yang ada berkembang dalam diri Mbak Har sebagai mantan pekerja seks menjadi pilihan-pilihan yang sulit, terlebih tidak ada komunikasi yang terjadi. Pilihan-pilihan yang sulit dalam diri Mbak Har ini yang disebut dinamika konflik. Dinamika konflik yang ada ini melibatkan pilihan-pilihan sulit yang harus Mbak Har pilih untuk menyelesaikan konflik yang ada. Mbak Har seringkali dihadapkan dengan double appoarch-avoidance conflict, suatu keadaan yang dihadapkan pada pilihan yang kedua-duanya mengandung aspek positif (menarik) dan negatif sekaligus (Myers & Hilgard dalam Prihanto, 1992). Pilihan yang dipilih tentunya akan mengakibatkan kehilangan pilihan yang lain dan tentunya akan menanggung risiko dari pilihan yang dipilih untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Dari pilihan yang dipilih Mbak Har untuk menyelesaikan masalahnya hal inilah yang disebut dengan coping behavior. Seperti yang terjadi dalam kehidupan Mbak Har, yang cenderung menggunakan escape avoidance coping ketika menghadapi konflik. Pergi menghindari konflik yang ada ternyata tidak menyelesaikan konflik tersebut dan ternyata memunculkan konflik yang baru di tempat yang lain. Berbeda ketika Mbak Har berusaha melakukan planful problem solving saat menghadapi konflik yang berkaitan dengan masa depan anaknya, konflik yang ada dapat terselesaikan. Terlihat bahwa planful problem solving lebih efektif ketika menghadapi konflik yang ada, dibandingkan dengan hanya melakukan escape avoidance coping.