BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Krisis ekonomi, politik dan kepercayaan berkepanjangan yang melanda bangsa Indonesia telah membawa dampak bagi seluruh aspek dan tatanan kehidupan. Walaupun banyak menimbulkan keterpurukan bagi bangsa dan rakyat, salah satu hikmah politik yang muncul adalah timbulnya pemikiran dasar yang menumbuhkan reformasi di berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Fokus utama reformasai ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang madani dalam kehidupan pemerintahan, bermasyarakat dan bernegara.
Keinginan pemerintah untuk melaksanakan reformasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dibidang pendidikan lebih nampak lagi dengan dikeluarkanya Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Adapun substansi dari Undang-Undang Sisdiknas yang baru tersebut nampak dari visinya: yaitu, Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang berkualitas, sehingga mampu proaktif menjawab tantangan zaman.1 Salah satu upaya meningkatkan mutu pendidikan yang ada adalah melakukan pemberdayaan terhadap tenaga pendidik dan kependidikan, hal ini karena seornag pendidik merupakan faktor utama dalam berjalannya proses belajar mangajar di sekolah, begitu pentingnya pemberdayaan tenaga pendidik dan kependidikan dalam mencapai tujuan pendidikan, penataan kualitas dan manajemen yang baik perlu ditingkatkan agar siswa memiliki semangat disiplin belajar yang tinggi. Ini semua diperlukan adanya suatu peningkatan kualitas bagi tenaga pendidik yang handal dan berkompeten. Seperti yang telah digariskan dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 39 ayat 2: pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Dari uraian Undang-Undang Sisdiknas jelas dikatakan bahwa tenaga pendidik sudah seharusnya memiliki profesionalitas dalam melakukan tugasnya sebagai seorang pendidik dan kependidikan yang dapat menunjang keberhasilan proses belajar mengajar, yang mana sekolah harus memenuhi kebutuhan akan tenaga yang cakap dan handal serta memiliki kualifikasi khusus. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 ayat 1 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), tertulis bahwa: Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudakan pendidikan nasional.
Masalah pendidikan guru tidak dapat dilepaskan dari peran dan upaya pemerintah dalam memajukan pendidikan itu sendiri, khusunya Madrasah yang selalu dipandang rendah dalam manajerialnya. Pendidikan yang ada di Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai masalah. Secara kuantitas memang sudah kita akui bahwa secara institusional pendidikan yang bernaung di Departemen
Agama terus bertambah. Data yang dikeluarkan Departemen Agama RI menyebutkan jumlah lembaga Madrasah Tsanawiyah pada tahun 2004 sebanyak 1.239 lembaga untuk negeri dan 10.465 lembaga untuk swasta. Sedangkan jumlah Madrasah Aliyah pada tahun 2004 mencapai 579 unit lembaga untuk negeri dan 3.890 unit untuk lembaga swasta. Ada 14 lembaga Perguruan Tinggi Islam baik Universitas Islam Negeri (UIN) maupun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) serta puluhan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) yang tersebar di kepulauan nusantara, belum lagi ditambah dengan perguruan tinggi yang berstatus swasta.
Data tersebut menunjukan bahwa lembaga Islam yang berada dibawah pengawasan Departemen Agama yang juga merupakan bagian terpenting dari pendidikan nasional memiliki jumlah yang cukup lumayan banyak, akan tetapi kualitas pendidikan Madrasah masih dipertanyakan. Kalau kita lihat dengan jelas bahwa lembaga pendidikan Madrasah mengalami kegamangan yang sangat serius. Belum adanya langkah yang serius perihal peningkatan kualitas Madrasah dan upaya penyesuaian dengan perubahan-perubahan dalam konteks regional dan global.
Seperti pernyataan Husni Rahim yang dikutip oleh Abdul Majid dan Dian Andayani dalam bukunya, bahwa penyampaian materi pendidikan agama Islam di Madrasah yang disampaikan oleh guru yang diberikan kepada siswa masih hanya sebatas teori dan materi yang ada, padahal yang sangat sangat diperlukan adalah suasana keagamaan yang religius, berahlak, berwatak ksatria, pemberani dan patriotik.
Dari sinilah kemudian muncul berbagai dilema yang hingga saat ini belum terpecahkan. Untuk melihat sejauh mana ketertinggalan lembaga Madrasah, ada baiknya membandingkan dengan Malaysia dan Mesir. Kedua negara ini relatif berhasil dalam membangun paradigma pendidikan Islam, kemudian di Indonesia mengapa masih mengalami ketertinggalan. Banyak faktor yang melatar belakangi hal tersebut selain masih minimnya pendanaan pendidikin di Madrasah yang pada gilirannya akan berimplikasai pada kekurangan sarana dan fasilitas belajar mengajar yang tersedia di Madrasah, kualitas guru juga merupakan unsur yang paling penting dalam pendidikan. Banyak guru yang cenderung mengajar hanya memindahkan materi pengetahuan saja, dimensi pengembangan kemampuan berfikir logis, kritis dan kreatif kurang diperhatikan. Kemudian bagaimana