BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini umat seluruh dunia sedang dialanda kegoncangan yang luar biasa akibat proses globalisasi yang bersifat mendunia. Proses globalisasi ini adalah berkat dari kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi yang nggegirisi. Akibatnya tak ada masyarakat yang bisa mengasingkan diri dari pengaruh peradaban global, betapapun mereka berada di daerah terpencil.
Dalam proses globalilsasi, masyarakat dan negara-negara timur terutama adalah Indonesia, kini dilanda oleh keprihatian yang luar biasa. Keprihatianan semacam itu adalah wajar, lantaran dalam proses globalisasi dewasa ini negeri-negeri Timur termasuk di dalamnya Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang mau tidak mau demi kemajuan, mereka dipaksa untuk menerima dan membuka diri dari membanjirnya pengaruh kebudayaan Barat. Menutup diri dan menghindari dari dominasi kebudayaan Barat berarti bunuh diri, sebab akan tertinggal dari arus kemajuan zaman modern tersebut. Tidak akan ada gunanya kita mengurung diri, lantaran menurut “sunatullah” gerak peradaban itu laksana air yang pasti mengalir dari tempat yang tinggi menggenangi daerah-daerah yang lebih rendah. Gerak pengaruh Barat ini tidak akan bisa dibendung. Karena setiap upaya untuk membendungnya, tentu tanggulnya akan jebol dan umatnya justru akan hanyut serta glagepan karena tidak dipersiapkan untuk menghadapi arus perubahan dari peradaban Barat tersebut.
Modernisasi yang merupakan buah karya --secara langsung atau tidak--dari proses Renaisance atau Aufklarung yang terjadi di Barat sekitar lima abad yang lalu, telah mendominasi pandangan masyarakat manusia dewasa ini. Hampir sudah menjadi kepercayaan semua orang bahwa tiada sela-sela dalam kehidupan kita baik dalam aspek sosial, budaya, politik, ekonomi maupun pendidikan yang tidak bisa lepas dari pengaruh modernisme. Sehingga term modern itu sendiri yang merupakan akar dari term modernisme dan modernisasi yang selalu menjadi simbol trend atas kata yang menyertainya, misalnya kata modern, gaya hidup modern, negera bangsa modern (modern-nation-state), tasawuf modern dan lain-lain. Oleh karena itu, nilai-nilai yang dihasilkan atas nama modernisme seolah-olah merupakan suatu keniscayaan (a must) yang harus diikuti oleh semua orang.
Diatas kondisi multikulturlisme, sebenarnya tersimpuh pemikiran yang berlandaskan pendaman-pendaman wisdom yang menggelontorkan pemikiran yang substansial, universal dan integral melalui jalur yang emansipatoris, moralis dan spiritual. Sebuah pengayaan proses pendidikan yang berlambar nilai-nilai adiluhung tasawuf dengan tujuan praksis social. Tasawuf sebenarnya bukan penyikapan pasif atau apatis terhadap kenyataan sosial. Tasawuf sebenarnya mempunyai peranan yang cukup besar di dalam mewujudkan sebuah “revolusi spiritual” di masyarakat.
Berdasarkan gambaran tersebut diatas, jelas bahwa masyarakat sekarang ini memerlukan adanya pendidikan yang perlu dikembalian pada “pusat eksistensi” atau pusat spiritual. Dalam kondisi yang semacam ini kondisi yang perlu dikembalikan adalah penguatan pendidikan yang berbasis spiritualitas yang akan meneguhkan otentisitas kemanusiaan yang senantiasa dicitrai oleh ketuhanan.