BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 merupakan babak baru bagi dunia perbankan Indonesia, karena undang-undang tersebut memungkinkan untuk diselenggarakannya sistem perbankan dengan menggunakan prinsip bagi hasil dan undang-undang tersebut sekaligus merupakan landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem bagi hasil. Kemudian pada era reformasi undang-undang tersebut direvisi dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 bank syari’ah telah mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk menyelenggarakan kegiatan usahanya. Selain itu undang-undang tersebut memberikan arahan bagi bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syari’ah.
Perkembangan perbankan di Indonesia yang sangat pesat menjadikan kepentingan pengelolaan bank dalam keadaan yang semakin ketat dan bersaing, sehingga banyak membutuhkan sarana manajemen yang handal guna mempertahankan kelangsungan hidup bank. Maka salah satu sarana yang tepat dilakukan oleh bank syari’ah adalah dengan cara menciptakan produk yang inovatif dan berbasis teknologi yang dapat menarik minat masyarakat untuk menggunakan jasa-jasa perbankan.
Adanya arus informasi dan teknologi yang semakin berkembang maka dunia perbankan dituntut untuk dapat menggunakan sistem informasi dan teknologi yang tepat. Teknologi dan informasi ini telah berperan, antara lain dalam hal on-line system antar cabang, yakni dalam penyetoran dan pengambilan tabungan yang dapat dilakukan dimana saja. Selain on-line system, salah satu bentuk teknologi yang sedang digunakan sekarang ini adalah penggunaan ATM (Automatic Teller Machine). ATM merupakan suatu alat otomatis magnetis yang dipergunakan untuk menarik uang dari bank dengan mudah, waktu yang relatif singkat, aman serta praktis dan beroperasi selama 24 jam. ATM juga merupakan alat untuk melakukan transaksi-transaksi perbankan secara rutinitas, seperti penyetoran, penarikan uang tunai dan transfer antar rekening. Selain itu ATM juga merupakan alat yang likuid yang dapat dicairkan sewaktu-waktu.
Ada tiga motif menurut ekonom, J.M Keynes, yang membuat orang ingin berada dalam keadaan keuangan yang lancar (likuid). Pertama, untuk mengadakan transaksi dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Kedua, untuk berjaga-jaga akan ketidakpastian di masa mendatang. Ketiga, untuk keperluan spekulasi.
Dalam melayani kebutuhan nasabah akan ketiga motif tersebut di atas, maka bank sebagai penampung dana masyarakat harus menjaga likuiditasnya, jangan sampai bank mengecewakan nasabah dalam pelayanan khususnya dalam hal pengambilan uang tunai. Dalam kegiatan operasional bank sehari-hari likuiditas merupakan masalah yang sangat penting, karena dana yang dikelola bank bersumber dari dana pihak ketiga yaitu masyarakat yang di titipkan pada bank. Simpanan dana dari masyarakat dapat berbentuk rekening giro, tabungan, deposito dan bentuk simpanan lainnya.