BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa terlepas dari hubungan dengan manusia lain. Islam juga mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat dapat ditegakkan nilai-nilai keadilan dan dihindarkan dari praktik-praktik penindasan dan pemerasan. Tolong-menolong merupakan salah satu prinsip dalam bermuamalah. Bentuk tolong-menolong ini bisa berupa pemberian ataupun pinjaman.
Tolong-menolong dalam bentuk pinjaman, hukum Islam mengajarkan agar kepentingan kreditur jangan sampai dirugikan. Oleh karena itu, harus ada jaminan barang dari debitur atas pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Sehingga apabila debitur tidak mampu melunasi pinjamannya, barang jaminan itu dapat dijual sebagai penebus pinjaman. Konsep inilah dalam Fiqih Islam dikenal dengan istilah rahn atau gadai.
Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang).
Al Qur’an surat Al Baqarah 283 telah menjelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah di mana sikap tolong-menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Berdasarkan pemaparan di atas, maka pada dasarnya hakikat dan fungsi pegadaian adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk barang yang digadaikan sebagai jaminan, dan bukan semata-mata untuk kepentingan komersial dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain. Gadai dalam tradisi Islam bukanlah sesuatu yang baru, Rasulullah pernah melakukannya bahkan terhadap orang yahudi.
Aktivitas gadai sekarang ini, sudah jauh berbeda dengan jaman Rasulullah SAW. Sebab dewasa ini aktivitas gadai sudah tidak lagi bersifat perorangan, namun sudah berupa lembaga keuangan formal yang telah diakui oleh pemerintah. Mengenai fungsi dari lembaga pegadaian tersebut tentu sudah sangat jauh berbeda, yaitu bukan lagi bersifat sosial, namun sudah bersifat komersial. Pada suatu kenyataan, bahwa dengan fungsi gadai tersebut tentu akan berakibat pula pada perubahan sistem operasionalnya. Artinya dalam aktivitasnya lembaga tersebut harus memperoleh pendapatan guna mengganti biaya-biaya yang telah dikeluarkannya. Untuk menutupi biaya-biaya yang telah dikeluarkan, maka lembaga tersebut mewajibkan menambahkan sejumlah uang atau prosentase tertentu dari pokok utang pada waktu membayar utang kepada penggadai sebagai imbalan jasa. Hal ini lebih lazim disebut dengan “bunga gadai”. Praktik semacam ini jelas akan sangat memberatkan dan merugikan pihak penggadai. Sebab pembayaran bunga