ABSTRAKSI
1 januari tahun 2001 merupakan awal diberlakukannya kebijakan Otonomi daerah, pemberian otonomi yang luas membuka jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk itu setiap daerah dituntut agar dapat membiayai daerahnya sendiri melalui sumber-sumber keuangan yang dimilikinya. Kemampuan daerah dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah yang dimilikinya sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan kebijakan otonomi daerah tersebut.
Skripsi ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan daerah pada sebelum dengan sesudah kebijakan otonomi daerah di berlakukan di Kabupaten Sleman. Analisa yang di gunakan adalah analisis kuantitatif, yaitu analisa yang sifatnya menjelaskan secara uraian atau dalam bentuk kalimat-kalimat dan analisa kualitatif, yaitu analisa dengan menggunakan rumus-rumus dan analisa pasti. Analisa kuantitatif yang digunakan meliputi analisa derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah), kebutuhan fiskal (fiscal need), kapasitas fiskal (fiscal capacity), dan upaya fiskal (tax effort). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa di Kabupaten Sleman : Derajat Desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian daerah) yang ditinjau dari prosentase
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan prosentase Bagi hasil Pajak dan Bukan Pajak (BHPBP) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) menunjukkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah lebih tinggi dari pada sesudah otonomi daerah. Sedangkan apabila dilihat dari prosentase Sumbangan daerah (SB) terhadap Total penerimaan daerah (TPD) derajat desentralisasi fiskal (tingkat kemandirian dearah) pada masa sebelum otonomi daerah lebih rendah di bandingan setelah otonomi daerah diberlakukan. Kebutuhan fiskal (fiscal need) sebelum otonomi daerah lebih rendah dari pada sesudah otonomi daerah diberlakukan. Kapasitas fiskal (fiscal capacity) sebelum kebijakan otonomi daerah lebih tinggi dari pada sesudah kebijakan otonomi dearah diberlakukan. Dan, upaya fiskal (tax effort) pada masa setelah kebijakan otonomi daerah diberlakukan lebih baik dari pada sebelum otonomi daerah.