BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan Syari'ah dikenal sebagai Islamic bangking, kata Islamic pada awalnya dikembangkan sebagai satu respon dari kelompok ekonomi dan praktiksi. Perbankan Muslim yang berusaha mengakomodir berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip Syari'ah Islam khususnya yang berkaitan dengan pelarangan praktek riba, kegiatan yang bersifat spekulatif yang serupa dengan perjudian (maisyir), ketidakpastian (qharar) dan pelanggaran prinsip keadilan dalam transaksi serta keharusan penyaluran dana investasi pada kegiatan usaha yang etis dan halal secara Syari'ah. Seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al – Hud : 86 sebagai berikut :
Artinya : "Sisa keuntungan dari Allah SWT adalah lebih baik bagimu jika kamu orang-orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas dirimu"(Depag, 2000 : 184)
Maksud sisa dari keuntungan dari Allah SWT ialah keuntungan yang halal dalam perdagangan sesudah mencukupkan takaran dan timbangan. Dalam hadits Nabi juga di sebutkan yang berbunyi.
Ayat ini menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan yang diperoleh, dari modal yang ditanamnya, atau keuntungan yang sesuai dengan jumlah modal yang ditanamkan dalam usaha persekutuan adalah halal dan diperkenankan, tetapi keuntungan yang diperoleh dari beban (bunga) yang diberikan kepada kreditor atas usahanya, sehingga menjadi lebih dari yang dipinjamnya, adalah haram, dan Allah SWT tidak menganggapnya seperti keuntungan yang diperoleh dari perdagangan diatas. (M.M. Syarif, MA, 1963 : 96)
Saat ini perkembangan dibidang jasa, khususnya perbankan sedang pesat. Jasa merupakan kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat tak teraba (intangible), yang merupakan pemenuhan, kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. (William J. Stanton, 1996 : 220.) Dahulu nasabah mencari bank (Bank Oriented), sekarang bank mencarii nasabah (Customer Oriented) maka bank dituntut mampu menawarkan produk-produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan nasabah. Dengan memanfaatkan produk yang ditawarkan, perbankan harus dapat merebut perhatian calon nasabah tidak hanya sekedar memperkenalkan, tetapi juga mengandung unsur persuasi.
Hadirnya Bank Syari'ah di Indonesia telah di respon positif oleh Bank Indonesia dalam pengembangannya. Hal ini ditandai dengan dibukanya Biro Perbankan Syari'ah di Indonesia. Salah satunya yaitu BRIS Cabang Solo tepatnya di jalan Slamet Riyadi 359 Purwosari Solo. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Bagi Hasil, yang direvisi dengan UU No. 10 tahun 1998. Bank Syari'ah dan Lembaga Keuangan Non-Bank secara kuantitatif tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan yang pesat secara kuantitatif tanpa diikuti dengan peningkatan kualitas ternyata telah menimbulkan dampak negatif yang tidak kecil. Di sana sini ada saja keluhan tentang pelayanan yang tidak memuaskan dari lembaga keuangan Syari'ah.
BRIS harus selalu menjaga kepercayaan dari masyarakat dan bisa percaya karena hal tersebut merupakan modal yang paling besar bagi sebuah lembaga keuangan. Kepercayaan tersebut melalui keamanan, pelayanan bagi hasil yang kompotitif serta maslahah. BRIS sebagai agen pembangunan dan pengembangan secara ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat (terutama kalangan menengah ke bawah) harus terlihat. Hal yang sama harus juga dilakukan dalam pelayanan yang bergerak di bidang jasa keuangan, sehingga pelayanan yang baik, cepat dan merupakan syarat mutlak dalam memberikan layanan kepada nasabahnya maupun masyarakat.
Salah satu instrumen kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil adalah bisnis dalam lembaga keuangan syari'ah. Hal tersebut nampaknya menjadi salah satu alternatife bagi masyarakat bisnis. BRI Syari'ah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko. Usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana (shohibul mal) yang menyimpan uangnya di lembaga, lembaga selaku pengelola dana (mudharib) dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. Prinsip utama yang selalu memotivasi bank syari'ah