ABSTRAK
Harga saham bermanfaat bagi para investor dalam menentukan keputusan investasi. Perubahan saham yang meningkat akan memberikan keuntungan bagi investor berupa capital gain, sebaliknya perbahan harga saham yang menurun akan merugikan para investor. Perubahan harga saham dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya kondisi fundamental emiten. Prediksi kebangkrutan merupakan salah satu analisis fundamental. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat adalah seberapa besar prediksi kebangkrutan berpengaruh terhadap harga saham. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap harga saham.
Penelitian ini menggunakan obyek penelitian sebanyak 16 perusahaan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan. Variabel dependen (Y) dalam penelitian ini adalah harga saham. Harga saham yang dipakai adalah harga relatif saham selama lima hari sebelum dan lima hari setelah publikasi laporan keuangan. Variabel independen (X) penelitian ini adalah prediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score. Pengujian dalam penelitian ini menggunakan program SPSS versi 13.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2005 terdapat 2 perusahaan yang dikatakan bangkrut, 10 perusahaan masuk dalam kategori grey area, dan 4 perusahaan yang dinyatakan tidak bangkrut. Pada 2006 terdapat 1 perusahaan yang dikatakan bangkrut, 9 perusahaan berada dalam posisi grey area, dan 6 perusahaan dinyatakan tidak bangkrut. Pada tahun 2007 sebanyak 1 perusahaan dinyatakan bangkrut, 11 perusahaan masuk dalam posisi grey area, dan 4 perusahaan tidak bangkrut. Hasil penelitian menunjukan besarnya R2 sebesar 0,060. Uji F diperoleh besarnya Fhitung sebesar 2,959 dengan tingkat signifikan 0,092. uji t diperoleh thitung sebesar 1,720 dengan tingkat signifikansi 0,092.
Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa prediksi kebangkrutan dengan metode Altman Z-Score tidak berpangaruh terhadap harga saham. Hal tersebut dikarenakan pada pasar modal irrelevant theory di Indonesia terdapat intervensi pemerintah sehingga menggunakan. Dalam irrelevant theory kinerja keuangan tidak mempengaruhi harga saham. Selain itu, investor tidak memperhatikan laporan keuangan dalam melakukan investasi. Berdasarkan kesimpulan tersebut maka menggunakan analisis teknikal dalam berinvestasi.