ABSTRAK
Rumah beserta tanah merupakan kebutuhan yang mendasar bagi manusia memerlukan kepastian hukum sehingga harus dilakukan pendaftaran tanah untuk memperoleh jaminan atas tanah, sedang status tanah yang didaftarkan selain Hak Milik, terdapat hak lain yang lebih rendah seperti HGB, HP, HGU. Dengan hak yang lebih rendah oleh masyarakat dirasa kurang memadai karena jangka waktunya terbatas dan perlu ada biaya lagi untuk memperpanjang haknya dan kedudukan hukumnya kurang kuat bila dibandingkan dengan Hak Milik (HM). Oleh karena itu pemegang hak yang statusnya lebih rendah dari hak milik dapat meningkatkan statusnya menjadi hak milik agar tanah dan rumah yang dimiliki dan ditempatinya menjadi status hak milik yang kedudukan hukumnya paling kuat dan aman dibanding hak–hak atas tanah yang lain.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode wawancara, metode observasi, dan metode studi dokumentasi.
Tujuan peningkatan hak atas tanah tersebut adalah untuk memperoleh keyakinan dan kepastian hukum yang ada akhirnya terwujud suatu ketenangan dan kemungkinan kecil terjadi suatu sengketa. Hak Milik merupakan hak atas tanah yang mempunyai status tertinggi diantara hak–hak atas tanah yang lain, karena mempunyai sifat terkuat dan terpenuh. Dengan demikian status hak atas tanah dari hak lain, misalnya dari HGB menjadi HM, maka seseorang tidak perlu lagi memperpanjang haknya. Peningkatan status hak atas tanah ini memberikan kedudukan hukum yang lebih tinggi kepada pemiliknya sehingga kemungkinan timbulnya sengketa di kemudian hari sangat kecil.
Peningkatan atas tanah ini juga dilakukan untuk mempermudah pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk melakukan pendataan terhadap tanah–tanah masyarakat, dan juga merupakan cita–cita dari Badan Pertanahan Nasional dalam reformasi agraria, yaitu untuk mensejahterakan kehidupan bangsa dan negara.
Pelaksanaan peningkatan hak atas tanah yang statusnya lebih rendah dari hak milik di Kabupaten Kudus pada prinsipnya dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku yang telah diatur oleh UUPA, namun demikian masih ditemui banyak kendala yaitu Pihak pemohon didalam melakukan proses peningkatan hak atas tanah sering kali tidak dilengkapi berkas permohonan dengan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).Didalam mengajukan permohonan peningkatan hak atas tanah sering kali terjadi perbedaan dalam hal alamat letak tanah antara alamat yang tercantum di dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dengan yang tercantum didalam Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), SPPT PBB maupun pada sertifikat menunjukkan penggunaan tanahnya masih berupa tanah kosong, hal ini kurangnya pengetahuan dari masyarakat tentang pentingnya proses peningkatan hak atas tanah.