SARI
Diskresi adalah suatu wewenang yang menyangkut kebijaksanaan untuk pengambilan suatu keputusan pada situasi dan kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seseorang dalam hal ini polisi. Pemberian diskresi pada polisi pada saat penyidikan pada hakekatnya bertentangan dengan negara yang berdasarkan atas hukum, karena diskresi ini menghilangkan kepastian terhadap apa yang akan terjadi. Hasil ideal yang diharapkan terhadap suatu tatanan dalam masyarakat yang didasarkan pada hukum memang sulit di capai. Dalam arti apabila semua hal dan tindakan diatur oleh peraturan yang jelas dan tegas, maka hasil yang diharapkan sulit dicapai. Dalam sistem peradilan pidana apabila kewenangan diskresi ini ditutup sama sekali maka akan terjadi ketidakefisienan dan ketidakefektifan bahkan kemacetan sistem peradilan pidana.
Permasalahan dalam skripsi ini adalah a) apakah peraturan perundangundangan yang ada sudah cukup menjamin bagi tindakan diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana, b) bagaimana pelaksanaan dari wewenang diskresi yang dimiliki oleh polisi, dan c) faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menjadi penghambat petugas penyidik untuk melakukan diskresi pada saat penyidikan di Polwiltabes Semarang. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a) mengetahui peraturan perundang-undangan yang menjamin bagi tindakan diskresi kepolisian dalam sistem peradilan pidana, b) untuk mengetahui pelaksanaan dari wewenang diskresi yang dimiliki oleh polisi dan c) untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menjadi penghambat petugas penyidik untuk melakukan diskresi kepolisian pada saat penyidikan di Polwiltabes Semarang .
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan yuridis sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didalam pelaksanaan diskresi oleh polisi pada saat penyidikan di Polwiltabes Semarang terdapat dasar hukum yang menjadi pedomannya, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, hukum tidak tertulis yang berlaku didalam masyarakat, pendapat para ahli hukum dan yurisprudensi. Adapun pelaksanaan dari diskresi tersebut diserahkan kepada masing-masing penyidik di Polwiltabes Semarang dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan demi kepentingan umum yang lebih luas. Adapun dalam pelaksanaan diskresi tersebut terdapat faktor-faktor yang mendorong maupun yang menjadi penghambat, baik dari internal maupun dari eksternal polisi. Faktor yang mendukung yang berasal dari internal polisi adalah substansi undang-undang yang memadai, dukungan dari pihak atasan, faktor petugas polisi dan faktor fasilitas, sedangkan faktor eksternnya adalah masyarakat dan dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat serta faktor budaya. Faktor penghambat yang berasal dari intern polisi diantaranya adalah kendala struktural, kurang optimalnya profesionalitas dan keahlian polisi dan masih lemahnya penegakan hukum serta oknum aparat. Faktor penghambat yang berasal dari ekstern berasal dari kurangnya kerjasama antara masyarakat dengan kepolisian.
Berdasarkan penelitian tersebut disarankan kepada polisi bahwa dalam menggunakan wewenang diskresi tidak bertindak sewenang-wenang tetapi tetap dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh hukum. Bagi masyarakat untuk lebih bisa memahami bahwa kewenangna diskresi oleh polisi memang diberikan oleh hukum didalam lingkup tugasya, jadi bukan berati polisi yang melakukan diskresi adalah polisi yang tidak menegakkan hukum dan malah melawan hukum.