SARI
Pemeriksaan pendahuluan terdiri dari dua tahap yaitu : tahap Rapat Permusyawaratan dan tahap Pemeriksaan Persiapan. Dalam tahap penyaringan ini, Ketua Pengadilan memeriksa gugatan yang masuk apakah telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam undang-undang dan apakah gugatan yang didaftarkan termasuk dalam kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara, hal mana diatur dalam Pasal 62 UU PTUN. Sedangkan dalam tahap Pemeriksaan Persiapan Hakim berperan aktif dalam memeriksa sengketa, diantaranya dengan memberi nasehat kepada Penggugat untuk memperbaiki gugatannya, meminta Penggugat untuk melengkapi alat-alat bukti dan meminta Pejabat Tata Usaha yang bersangkutan untuk memberikan informasi dan data yang diperlukan oleh Pengadilan, hal mana diatur dalam Pasal 63 UU PTUN. Suatu gugatan yang telah melalui tahap Rapat Permusyawaratan dan tahap Pemeriksaan Persiapan dapat dikatakan relatif baik atau kemungkinan tidak jauh berbeda dengan pendapat awal Hakim yang akan memeriksa pada pemeriksaan pokok perkara. Disatu sisi pandangan dan keyakinan awal Hakim seolah-olah masuk dalam surat gugat perbaikan dan disisi yang lain ia dituntut bersikap aktif dan objektif dalam menemukan kebenaran materiil dalam pemeriksaan persidangan.
Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini adalah : (1) Bagaimanakah pelaksanaan Rapat Permusyawaratan dan Pemeriksaan Persiapan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang ?, (2) Hambatan apa saja yang dihadapi serta bagaimana upaya pemecahannya ?, (3) Bagaimanakah pengaruh surat gugat perbaikan terhadap objektivitas Hakim Tata Usaha Negara dalam Pemeriksaan Persidangan dan pengambilan putusan ?. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan Rapat Permusyawaratan dan Pemeriksaan Persiapan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, (2) Untuk mengetahui hambatan apa saja yang timbul dalam proses pelaksanaan Rapat Permusyawaratan dan Pemeriksaan Persiapan tersebut serta bagaimana pemecahannya, (3) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara gugatan perbaikan terhadap objektivitas Hakim Tata Usaha Negara dalam Pemeriksaan Persidangan dan pengambilan putusan di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis sosiologis. Lokasi penelitian di Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang, Jl. Abdul Rahman Saleh Nomor 89 Semarang. Alat dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : (1) Informan, yaitu: Cahyono, S.H, Staf Kepaniteraan Hukum PTUN Semarang, (2) Responden, yaitu: Andry Asani, S.H, Hakim PTUN Semarang, Fitriah, S.H, Panitera Muda Hukum PTUN Semarang dan Hendri Wijanarko, S.H, Kuasa Hukum Penggugat dalam Perkara Nomor: 40/G/TUN/2005/ PTUN. Smg., (3) Dokumen, yaitu: Putusan-Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang serta dokumen lain yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Fokus penelitian berupa pelaksanaan Pemeriksaan Pendahuluan dan Pengaruhnya terhadap pemeriksaan persidangan dalan perkara Nomor : 40/G/ TUN/2005/PTUN. Smg. Validitas data menggunakan triangulasi sumber. Metode analisa data yang digunakan adalah analisis kualitatif interaktif yang terdiri dari tiga alur kegiatan setelah pengumpulan data, yaitu : reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Rapat Permusyawaratan dan Pemeriksaan Persiapan perkara Nomor : 40/ G/TUN/2005/PTUN. Smg. Talah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam praktek tidak hanya Penggugat saja yang diberi saran, melainkan juga Tergugat. Tidak terdapat hambatan dalam pelaksanaan Rapat Permusyawaratan, namun dalam Pemeriksaan Persiapan terdapat satu hambatan, yaitu ketidakhadiran pihak Tergugat dalam Pemeriksaan Persiapan Lanjutan. Solusi yang diambil Majelis Hakim adalah tetap melanjutkan persidangan ketahap selanjutnya agar tidak menjadikan pemeriksaan berlarut-larut. Tidak terdapat pengaruh antara surat gugat perbaikan dengan objektivitas Hakim Tata Usaha Negara dalam pemeriksaan persidangan dan pengambilan putusan. Indikasinya terlihat dari penerapan peraturan perundang-undangan sebagaimana mestinya, sikap Hakim yang aktif diimbangi dengan sikap adil dan tidak memihak serta kesempatan yang seimbang terhadap para pihak. Yang terpenting pengambilan putusan diambil dengan mufakat bulat.
Penulis menyarankan agar antara Rapat Permusyawaratan dan Pemeriksaan Persiapan dijadikan dalam satu tahapan saja, karena pada dasarnya kedua tahapan tersebut mempunyai fungsi yang sama yaitu mematangkan gugatan untuk dapat dilanjutkan pada tahap pemeriksaan selanjutnya. Sebaiknya dalam setiap Kabupaten/Kota terdapat satu Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana diamanatkan oleh UU PTUN atau paling tidak dalam setiap wilayah eks-Karesidenan terdapat satu Pengadilan Tata Usaha Negara agar hambatan jarak yang selama ini dikeluhkan masyarakat didaerah dapat diatasi. Ketentuan dalam Pasal 63 UU PTUN sebaiknya diubah, sehingga tidak lagi sebagai kewajiban bagi Penggugat, melainkan hanya sebagai saran yang tidak mengikat, karena belum tentu saran Hakim benar.