ABSTRAKSI
Pada tahun 2010 ini, KUHP atau WvS (Wetboek van Strafrecht, 1918) sudah berumur 92 tahun dan merupakan hukum positif di Indonesia di bidang hukum materil, dengan berbagai pengubahannya selama hampir 92 tahun ini juga. Dari 92 tahun itu, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap pembaharuan hukum di Indonesia khususnya hukum pidana penjaranya. Alasannya adalah sudah tidak sesuai lagi dengan keadilan hukum masyarakat Indonesia itu sendiri. Dengan kata lain, koruptor dan pencuri, hampir tidak ada bedanya dalam penegakan hukum di republik ini. Oleh karena itu, penulis mengangkatnya ke dalam bentuk skripsi, dengan judul ”Perkembangan Pidana Penjara Dari KUHP Ke Konsep KUHP Baru “. Adapun permasalahan dari judul tersebut adalah bagaimana konsep pidana penjara dalam KUHP dan bagaimana perkembangan pidana penjara menurut Konsep KUHP Tahun 2006/2007.
Metode dalam penulisan skripsi ini adalah deskriptif-normatif yang bersifat penelitian kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah konseptual. Sedangkan data yang diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan. Analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah analisis kualitatif.
Jenis sanksi yang pada umumnya dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola KUHP, menggunakan 9 (sembilan) sembilan bentuk perumusan ancaman pidana. Dari kesembilan perumusan di atas terlihat, khususnya untuk perumusan pidana penjara, KUHP menempuh dua sistem perumusan. Pertama, sistem perumusan tunggal, yaitu pidana penjara dirumuskan sebagai satu-satunya jenis sanksi pidana untuk delik yang bersangkutan. Dan kedua, sistem perumusan alternatif, yaitu pidana penjara dirumuskan secara alternatif dengan jenis sanksi pidana lainnya sampai yang paling ringan. Pidana pokok yang diancam/dirumuskan secara tunggal, hanya pidana penjara, kurungan atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal.
Menurut Konsep KUHP Baru, jenis pidana yang diancamkan dalam perumusan delik hanya pidana mati, penjara dan denda. Pidana pokok berupa pidana tutupan, pidana pengawasan dan pidana kerja sosial tidak dicantumkan. Bentuk perumusannya tidak berbeda dengan pola KUHP yang berlaku sekarang, hanya dengan catatan bahwa di dalam Konsep KUHP pidana penjara dan denda ada yang dirumuskan ancaman minimumnya ; pidana denda dirumuskan dengan sistem kategori ; ada pedoman untuk menerapkan pidana yang dirumuskan secara tunggal dan secara alternatif yang memberi kemungkinan perumusan tunggal diterapkan secara alternatif dan perumusan alternatif diterapkan secara kumulatif.
RUU KUHP yang sekarang masih dalam proses pengesahan harus segera direvisi dan disahkan oleh DPR bersama dengan Presiden. RUU ini harus diletakkan ke dalam bagian proyek besar reformasi saat ini. Seharusnya inilah yang menjadi politik hukum pidana (criminal law politics) RUU ini. Revisi dalam konteks criminal law politics inilah yang lebih perlukan, ketimbang revisi pada persoalan semantik dan lainnya. Sebab politik hukum pidana inilah yang menentukan jaminan terhadap civil liberties dan fundamental freedom warga negara.