BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Komunikasi adalah hal yang paling penting bagi manusia, dan mengapa komunikasi kita pelajari, karena kita ingin mengetahui bagaimana efek suatu jenis komunikasi kepada seseorang. Dalam suatu pesan yang kita komunikasikan, kita ingin mempunyai kemampuan untuk meramalkan efek yang akan timbul pada komunikan. Komunikasi tidak hanya melalui hubungan langsung tetapi juga melalui media massa seperti televisi, radio, majalah ataupun alat komunikasi lainnya.
Komunikasi massa melalui media massa modern meliputi surat kabar, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum mempunyai sirkulasi yang luas. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari jurnalistik sebagai salah satu bentuk komunikasi massa.
Mengkaji jurnalistik maka tidak dapat dipisahkan dari kajian pers, secara umum dapat disebutkan bahwa jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah, serta menyebarkan pemberitaan kepada publik dalam waktu yang cepat kepada jumlah audiece yang sebanyak-banyaknya. Walapun orang sering mengacaukan pengertian antara jurnalistik dengan pers. Akan tetapi, secara fungsional jurnalistik selalu dapat dipisahkan dari pers. Secara ilmiah jurnalistik adalah bentuk komunikasinya, sedangkan pers adalah medianya dimana jurnalistik disalurkan. Dalam perkembangannya, pers berkembang atas 2 pengertian yakni, pengertian sempit dan pengertian luas.“Surat kabar, majalah, tabloid, bulletin dan sejenisnya mempunyai dua pengertian, pada umumnya orang menggangap media massa cetak adalah surat kabar dan majalah (Rachmadi,1990:10).
Pengertian Jurnalistik diartikan oleh Adinegoro sebagai suatu “Kepandaian karang-mengarang yang pokoknya untuk memberikan pekabaran pada manyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya” (Palapah dan Syamsudin,1983:22). Berdasarkan pengertian yang dipaparkan Adinegoro dapat diambil fungsi jurnalistik secara umum yaitu memberi pekabaran kepada masyarakat. Menurut F.Freser Bond jurnalistik memiliki fungsi:
a. to inform (menyiarkan informasi)
b. to interpret (mempengaruhi)
c. to guide (mendidik)
d. to intertain (menghibur)
Dari fungsi yang dimiliki jurnalistik maka dibutuhkan sebuah karya jurnalistik sehingga fungsi jurnalistik dapat diaplikasikan, seperti yang dilakukan oleh SMUN 5 yang membuat Majalah “Lima”.
Remaja merupakan manusia yang selalu ingin tahu, dengan keingintahuannya tersebut, SMU 5 Bandung mendirikan organisasi yang berhubungan dengan surat kabar yaitu APL ( Ajang Pers Lima ) yang menghasilkan majalah sekolah dalam memberikan alternatif lain bagi siswa-siswa dilingkungan SMU 5 Bandung untuk mendapatkan informasi-informasi remaja, juga peristiwa-peristiwa yang terjadi dilingkungan sekolah. Terbitnya Majalah “Lima” dilingkungan sekolah, akan memberikan motivasi bagi siswa dan siswi untuk dapat mengemukakan pandapat dan saran dalam mengembangkan majalah “Lima” .
Majalah “Lima” merupakan media massa cetak yang mempunyai kelebihan, yaitu dapat didokumentasikan, dihimpun untuk kepentingan pengetahuan dan dapat dijadikan bukti yang otentik. Sedangkan majalah sebagai salah satu media massa juga memiliki kelemahan, yaitu tidak mempunyai suara, seperti televisi, radio, dan kelemahan ini juga yang menjadi kekuatan bagi majalah seperti yang dikutip oleh M.O Palapah dan Atang Syamsudin mengenai pendapat Eric Barrow yaitu “The
Printed Page” tidak mempunyai suara (Palapah ,1983:103) dengan demikian yang menjadi kekuatan majalah atau The Printed Page disini adalah karena majalah itu dicetak maka pembaca tidak dikejar waktu.
Perkembangan persurat kabaran yang begitu cepat dan selalu berubah, dapat memberikan dorongan pada anggota Ajang Pers Lima dalam memberikan informasi dan rubrik yang lebih menarik, dan peneliti tertarik pada bagaimana siswa-siswi SMUN 5 Bandung dalam memberikan opini dan masukan terhadap peristiwa yang terjadi pada tajuk rencana, sehingga dapat memberikan pengaruh yang positif.
Dalam perkembangan penulisan tajuk rencana pada akhir-akhir ini dapat memberikan ilmu baru bagi para penulis tajuk, untuk lebih kreatif dan mengembangkan cara penulisan tajuk rencana, seperti terdapat pada kutipan dibawah ini yang merupakan awal dari perkembangan penulisan tajuk rencana :
Editorial Media Indonesia dapat dikatakan sebagai penerus rubrik “Selamat Pagi Indonesia” (SPI) dalam penulisannya dengan bahasa yang lugas dengan penuh humor merupakan siasat demi mengatasi ambigu. SPI hendak mengeksploitir fenomena jarak antara tertawa dan marah melalui tulisan dan format satire atau sindiran halus. Sebagai cikal bakal dari kelugasan dan keterusterangan yang inheren dengan Editorial Media Indonesia kini memasuki empat fase evolusi ; fase pertama muncul dalam SPI harian prioritas yang tidak gamblang sebagai tajuk rencana, fase kedua muncul dalam fase keterusterangan muncul pada rubrik “Selamat Pagi Republik” diharian Media Indonesia, fase ketiga kelugasan dan keterusterangan tajuk rencana selama era orde baru muncul dalam format Editorial, dan fase keempat keterusterangan muncul pada era pasca orde baru sengaja dijadikan ikon realisasi cita-cita kebebasan berpendapat dalam konteks Indonesia. ( Spirit Editorial Media Indonesia yang dikutip dari buku Politik Editorial Media Indonesia Analisis Tajuk Rencana 1998-2001)
Umumnya, pada surat-surat kabar di Indonesia, pemimpin redaksilah yang berfungsi sebagai penulis tajuk rencana. Karena itu di surat kabar sering pula merupakan pencerminan watak dari sang pemimpin redaksi. Ada pemimpin redaksi yang berani serta menulis tajuk yang langsung dan tidak bertele-tele dan sering menunjukan sikap. Sebaliknya, ada pemimpin redaksi yang moderat dan latar belakang ilmiah, sering terjerumus kepada penulisan tajuk yang sangat analistis, sangat panjang, namun kurang menunjukan sikap ( Assegaff, 1983).