ABSTRAK
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan salah satu cita-cita negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka dalam kondisi yang serba transparan ini kita tanpa pendidikan akan tergilas oleh roda perkembangan zaman ,oleh karena itu pendidikan menjadi urutan yang paling depan yang harus ditingkatkan karena pendidikan adalah salah satu alat yang berfungsi untuk memanusiakan manusia artinya tanpa pendidikan manusia tidak akan dapat menjadi manusia (Tim MKDK, 1996:2).
Sistem budaya, pendidikan dan persekolahan kita selama ini masih belum begitu memperhatikan jenis – jenis kecerdasan yang lain , selain IQ. Contoh kecerdasan emosional. Untuk Indonesia, khususnya untuk konteks pendidikan , bukti bahwa kita masih lebih menghargai IQ dari pada kecerdasan – kecerdasan lain. Peserta didik kita biasa dites IQ-nya saja tapi dengan sedikit sekali kekecualian – tidak pernah diberi tes – tes kecerdasan yang lain misalnya seperti tes EQ. Padahal menurut IR. AGUS NGGERMANTO, 2001 : 14 “Setidaknya 75 % kesuksesan manusia lebih ditentukan oleh kecerdasan emosinya dan hanya 4 % yang ditentukan oleh IQ-nya.
Dengan pernyataan diatas kecerdasan interpersonal sangat berpengaruh terhadap kesuksesan manusia, sehingga dengan EQ yang tinggi manusia mempunyai peluang 75 % dalam kesuksesan hidup, karena EQ mempunyai dua aspek penting yaitu; kecakapan pribadi dan kecakapan sosial yang juga bisa diterapkan di sekolah.
EQ mempunyai aspek kecakapan pribadi dan kecakapan sosial yang didalamnya mempunyai lima kategori utama yaitu : kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan sosial, oleh karena itu jika EQ-nya anak kurang maka motivasi belajar anak menjadi kurang karena tidak adanya kesadaran diri, sehingga tidak bisa intropeksi dan tidak bisa memahami orang lain yang mengakibatkan ia terisolasi karena tidak mempunyai keterampilan sosial.
Manusia memerlukan jenis sumber daya akal yang lain, dan terutama “Keterampilan-keterampilan manusia” yang sebagian besar merupakan intelenjensi interpersonal. Hal tersebut ada hubungan degan EQ (Kecerdasan Emosi) yaitu padanan emosi/perasaan dari IQ yang koknitif. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda, tetapi saling melengkapi, dengan kecerdasan akademi (Academic Intelegence), menurut IR. Agus Nggermanto, (2001 : 98-99) meskipun IQ tinggi, tetapi bila kecerdasan emosi rendah tidak banyak membantu kesuksesan seseorang. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar, tetapi tidak mempunyai kecerdasan emosi, ternyata bekerja menjadi bawahan orang yang IQ-nya lebih rendah tetapi unggul dalam keterampilan kecerdasan emosi.
Istilah kecerdasan emosi baru dikenal secara luas pertengahan 90-an dengan diterbitkannya buku Daniel Goleman : Emotional Intelegen adalah : kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain. Kemampuan motivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Diantara pakar-pakar teori tentang kecerdasan emosi paling berpengaruh yang menunjukkan perbedaan nyata antara kemampuan intelektual dan emosi adalah Howerd Gardner seorang psikolog dari harvard yang dalam tahun 1983 memperkenalkan model kecerdasan mejemuk (multiple intelligence). Daftar kecerdasan yang dibuatnya tidak hanya meliputi verbal dan matematis yang sudah lazim, tetapi juga dua kemampuan yang bersifat pribadi, kemampuan mengenal dunia dalam diri sendiri dan keterampilan sosial.
Anggapan pada dasarnya, umumnya dimasyarakat beranggapan bahwa keberhasilan di tentukan oleh IQ, padahal baru-baru ini banyak dilakukan penelitian, seperti yang dilakukan oleh Daniel Goleman dalam bukunya “Emotional Intelligence” yang dikenal secara luas pada tahun 90-an, ia memaparkan bahwa “kesuksesan seseorang hanya ditentukan oleh IQ hanya 20 %, sedangkan kecerdasan emosi memeberikan kontribusi 80 %, dan yang paling memjadi pokok pemikiran dalam penelitian ini, yaitu kabar baik yang dikemukakan oleh Daniel Goleman bahwa “kecerdasan emosi dapat dikembangkan lagi”.
Oleh karena itu penulis mempunyai anggapan bahwa bisa juga keberhasilan siswa dalam belajar juga ditentukan oleh EQ tersebut, karena apa : aspek-aspek yang ada dalam EQ ada hubungan dengan cara membina kerja sama, dengan saling pengertian, baik dengan teman bisa juga dengan siswa. Contoh seperti menyadari emosi anak. Itu jelas sekali, kalau kita mentransfer pelajaran pada waktu emosi anak tidak stabil maka mustahil atau sangat tidak mungkin anak bisa menerima pelajaran tersebut, jadi ini sangat tepat sekali jika hal ini diadakan penelitian. Apakah EQ juga mempunyai pengaruh terhadap prestasi belajar khususnya mata pelajaran matematika ini sebagai tindak anak dalam rangka peningkatan pendidikan, yang mungkin nanti bisa disambungkan bagaimana cara mengingatkan EQ tersebut dan sebagainya.
Tes EQ ini bertujuan untuk mengetahui tingkat EQ yang dimiliki oleh siswa. Lain dari itu juga sebagai cara untuk meningkatkan kesadaran siswa, sebagai aspek intelegensi intrapersonal yang penting.
Dalam hal ini penulis membuat lembar tes EQ, yang merupakan hasil evaluasi tes EQ yang ditulis oleh Harry Alder dalam bukunya “Boost Your Intelligence”. Menurut Peter Lauster cara menilai tes yang berhubungan dengan psikologi seperti EQ itu tidak sama penilaiannya dengan tes IQ, dalam tes EQ tidak ada jawaban yang salah dan benar.
Kami mendapatkan fakta baru tentang anggapan semua orang yang mengatakan bahwa keberhasilan belajar siswa hanya ditentukan oleh IQ, hal itu tidak belaku setelah dilakukan penelitian dan analisis data dari hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa analisis data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara EQ dengan prestasi belajar, dengan nilai (r = 0,845 dan p = 0,000). Hal ini berarti jika siswa mempunyai tingkat EQ tinggi maka prestasi belajar siswa akan bagus dan sebaliknya jika siswa mempunyai EQ rendah maka prestasi belajar siswa akan jelek.