BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses modernisasi dan globalisasi menempatkan bangsa Indonesia dalam arus perubahan besar yang mempengaruhi segala dimensi kehidupan masyarakat, terutama kehidupan budaya. Pada hakekatnya perubahan itu merupakan proses historis yang panjang dari masa ke masa. Di dalam sejarah Indonesia proses tersebut terlihat sejak dari awal pembentukan masyarakat pada masa prasejarah, kedatangan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha dan agama Islam, serta hadirnya pengaruh budaya barat, sampai masa kini.
Selama perjalanan sejarah tersebut, bangsa Indonesia beberapa kali berada dalam situasi yang sama, yaitu berhadapan dengan kedatangan budaya lain yang berbeda sifatnya. Sehingga kebudayaan Indonesia terbentuk dari kebudayaan lokal yang bercampur dengan kebudayaan lain sebelum kemerdekaan Indonesia. Kebudayaan Indonesia tersebar di beberapa provinsi, dimana terdapat beranekaragam suku di dalamnya. Terutama di Provinsi Jawa Timur yang memiliki penduduk terbesar dari provinsi-provinsi lainnnya.
Kebudayaan Jawa Timur memiliki ragam suku dan kebudayaan dengan pengaruh kebudayaan dari luar. Kebudayaan dan adat istiadat suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman menunjukkan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan kesultanan Mataram. Formasi sosial masyarakat Jawa Timur sangat menentukan pola dan arah perkembangan kesenian rakyat (tradisional) Jawa Timur seperti formasi sosial masyarakat Pendalungan (Jawa-Madura), Mataraman (bekas kekuasan Mataram), Arek, Osing (Jawa, madura, Bali) , Samin (Bojonegoro) , dan suku tengger konon adalah keturunan pelarian kerajaan Majapahit, tersebar di Pegunungan Tengger dan sekitarnya (http://en.wikipedia.org/wiki/KebudayaanJawaTimur). Masyarakat Pendalungan memiliki banyak keragaman kesenian daerah, karena masyarakat pendalungan merupakan perpaduan antara masyarakat Madura asli dengan masyarakat Jawa yang memunculkan budaya baru. Yang termasuk dalam masyarakat Pendalungan meliputi kota tapal kuda yang dilewati jalur antara Jawa timur bagian timur yaitu Probolinggo, Jember, Pasuruan, Bondowoso dan Situbondo. Pembahasan lebih khusus yaitu pada masyarakat pendalungan Jawa Timur yang ingin mengembangkan dan melestarikan kebudayaan.
Sejalan dengan berkembangnya kebudayaan Pendalungan, masyarakat setempat menginginkan sebuah wadah untuk mengembangkan karya budaya yang khas sebagai upaya melestarikan kebudayaan yang suatu saat mungkin akan luntur dan ditinggalkan, terutama budaya-budaya yang sejalan dengan apa yang terkandung di dalam Al Qur’an, hadits maupun wawasan keislaman. Sebagai wadah untuk bisa mengembangkan itu semua, perlu adanya sebuah mediasi yaitu perancangan galeri budaya yang menekankan identitas khas etnis kebudayaan Pendalungan di Jawa Timur, dengan harapan bisa menjadi sebuah perancangan