ABSTRAK
Pembahasan mengenai huruf-huruf muqatta’ah tidak terlepas dari pembahasan mengenai ayat-ayat mutasyabihat di dalam al-Qur’an. Sebagian ulama tafsir berpendapat bahwa huruf-huruf tersebut adalah rangkaian dari ayatayat mutasyabihat, kelompok ini berpendapat bahwa tidak ada yang mengetahui maknanya kecuali Allah SWT. Pendapat tersebut bersumber dari riwayat al- Khulafa’ Al-Rasyidin, bahwa dalam setiap Kitab Suci ada rahasianya, dan rahasia al-Qur’an adalah huruf-huruf pada pembukaan surahnya. Sebagian ulama tafsir lain menolak pendapat tersebut karena bertentangan dengan predikat yang diberikan Allah terhadap al-Qur’an yakni sebagai Tibyanan li-kulli syai’ dan Hudan Linnasi (penjelas bagi segala susuatu dan petunjuk bagi manusia), kelompok ini berpendapat : “sekiranya di dalam al-Qur’an terdapat sesuatu yang tidak dapat dipahami, tidaklah tepat untuk menyandang predikat tersebut” Keberadaan Kitab Jami' al-Bayan ’An Ta’wil Aay al-Qur'an karya Muhammad bin Jarir ath-Thabari dan Tafsir al-Qur'an al- 'Adzim karya Ibnu Katsir sebagai produk tafsir Bil-Matsur yang paling terkenal di antara sekian banyak tafsir bil-ma'tsur kiranya dapat memberikan jawaban dari perbedaan pandangan mengenai makna huruf-huruf Muqatta’ah, yaitu dengan mengembalikan permasalahan tersebut kepada sumber referensi utama, yaitu Tafsir Bil Ma’tsur yang menyandarkan setiap penafsiran kepada riwayat-riwayat yang shahih. Akhirnya, Skripsi ini berakhir pada kesimpulan bahwa Ibnu Jarir aLThobari berpendapat, bahwa huruf-huruf muqatta’ah tersebut disebut sebagai pengenalan permulaan surat-surat dalam al-Qur’an. Hal itu dibantah oleh Ibnu Katsir dengan mengatakan pendapat tersebut lemah, karena keputusannya dapat dilakukan tanpa huruf-huruf tersebut bagi surat yang tidak mengandungnya; juga bagi surat yang di dalamya disebut Basmalah baik terbaca maupun tertulis. Ibnu Jarir al-Thobari juga berpendapat, bahwa huruf-huruf tersebut diletakkan pada permulaan surat untuk membuka pendengaran kaum musyrik bila mereka saling berpesan diantara sesamanya agar berpaling dari al-Qur’an. Apabila pendengaran mereka sudah siap menerimanya, barulah dibacakan kepada mereka apa yang tersusun sesudahnya. Pendapat tersebut dianggap oleh Ibnu Katsir sebagai pendapat yang lemah; sebab jika yang dimaksud adalah demikian, niscaya hurufhuruf tersebut pasti terdapat pada setiap permulaan surat al-Qur’an, tidak pada sebagian suratnya. —bahkan—kebanyakan dari surat al-Qur’an tidaklah demikian. Seandainya memang demikian, sudah selayaknya hal itu disebut pada setiap permulaan pembicaraan bersama kaum musyrik, tanpa memandang apakah pada pembuka surat atau pada selainnya. Dibalik perbedaan pandangan diatas, terdapat persamaan diantara kedua Mufassir tersebut, diantaranya—seperti yang telah diriwayatkan oleh ar-Rabi’ dari Anas—tiada satu hurufpun melainkan salah satu dari Asma Allah dan tanda-tanda kebesaran-Nya. Huruf-huruf tersebut menunjukan keunggulan al-Qur’an dan kemukjizatannya. Semua huruf-huruf tersebut tdak diturunkan oleh Allah Swt secara Cuma-Cuma, melainkan terdapat hidayah bagi manusia yaitu peringatan atas adanya kekuasaan yang maha mutlak dari Allah Swt. Hikmah dari adanya ayat-ayat Mutasyabihat serta huruf-huruf Muqatta’ah adalah bahwa Allah telah menjadikan bagi manusia kekuatan berfikir dan pembeda. Dia telah menciptakan manusia memiliki keutamaan atas sebagian besar apa yang diciptakan-Nya, dan Dia mengangkat mereka sebagai khalifah di muka bumi. Dengan keutamaan tersebut manusia menjadi mulia dan disifati dengan ilmu, dan dengan diberikannya kekhususan berupa daya pikir/nalar dan keutamaan lainnya, Allah berencana untuk menyempurnakan manusia dengan pikirannya agar tidak terjadi pembusukan potensi. Sebab jika pikiran dan akal yang Allah karuniakan tidak difungsikan maka tidak akan ada faidahnya. Semua ini bertujuan untuk pemberdayaan karunia dan potensi yang ada, agar mereka mampu melejitkan potensi itu pada batas yang maksimal dan agar tidak ada kemalasan berfikir. Bukankah berfikir itu adalah perintah dari Allah Swt.!?