ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Keberadaan Lembaga Perlindungan saksi dan korban (LPSK) menurut Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2006 dan menurut The Witness Protection Act Of South Africa (Act No. 112 Of 1998) Penulisan hukum ini termasuk dalam penulisan hukum normatif atau doktrinal.
Sumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan komparatif. Tehnik analisis bahan hukum menggunakan metode deduksi. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, sedangkan Kantor Perlindungan Saksi dibentuk berdasarkan The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998). LPSK merupakan lembaga yang mandiri, dibiayai dari APBN, berkedudukan di ibukota negara, keanggotaannya terdiri dari tujuh orang yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang hukum, dan pengangkatan serta pemberhentiannya dilakukan oleh Presiden. Adapun Kantor Perlindungan Saksi berada di bawah kementrian Kehakiman, pembentukannya dilakukan sesudah adanya konsultasi antara Menteri Kehakiman, Menteri Keselamatan dan Keamanan, dan Direktur Nasional Kantor Perlindungan Saksi. Direktur dan anggota Kantor Perlindungan Saksi ditunjuk oleh seorang Menteri Kehakiman. Bentuk perlindungan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban seringkali dipahami kabur. Peraturan ada yang mengatakan memberikan rasa aman, dalam pelaksanaannya tetap ada rasa takut dalam diri saksi. Dalam The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998, laporan sebuah kejahatan harus diperiksa dulu oleh Direktur Kantor Perlindungan Saksi agar saksi benar-benar dapat mendapat perlindungan. Dalam The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998, laporan sebuah kejahatan harus diperiksa dulu oleh Direktur Kantor Perlindungan Saksi agar saksi benar-benar dapat mendapat perlindungan. Kelebihan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah pencantuman hak-hak saksi dan korban lebih lengkap, pada lembaga LPSK keanggotaannya bersifat kolektif kolegial, dan Substansi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sudah cukup komprehensif dan lengkap sebagai landasan LPSK bertugas. Kelebihan The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998) adalah memberikan pengaturan mengenai kewajiban saksi, memberikan pengaturan mengenai kewenangan Direktur Kantor Perlindungan Saksi, dan memberikan penjelasan yang terperinci mengenai instansi yang terkait dengan Kantor Perlindungan Saksi. Kelemahan The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998) adalah tidak mengatur dengan jelas mengenai hak-hak saksi dan/atau korban dan kantor Perlindungan Saksi dalam The Witness Protection Act of South Africa (Act No. 112 of 1998) bukan merupakan lembaga yang independen/mandiri.