BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Karsinoma kolon merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan sebagai penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di Amerika Serikat. Karsinoma kolon memiliki insidensi dan angka kematian yang cukup tinggi di negara-negara berkembang. Angka kejadian yang pasti dari karsinoma kolon di Indonesia belum ada, tetapi karsinoma kolon masuk dalam 10 jenis kanker tersering. Evaluasi data Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1986 mendapatkan angka kejadian 1,8 setiap 100.000 penduduk. Berdasarkan data histopatologik kanker di Indonesia tahun 1996 dan 1999, karsinoma kolon menempati urutan ke-9 yaitu sebanyak 3,11% dan 3,33 %. (KKAK, 2004., YKI, 1999., Helena, 1997., Alfred, 1997., Kodner, 1999).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran khususnya bidang biologi molekuler yang sangat pesat, mempengaruhi tatacara penanganan karsinoma kolon, mulai dari deteksi dini, diagnostik, terapi, prediksi tingkat keganasan, prognosis dan penanganan tindak lanjut. Pemeriksaan imunohistokimia dapat memberi informasi mengenai kandungan berbagai unsur protein di dalam sel normal maupun neoplastik. Pemeriksaan imunohistokimia sebagai kelanjutan pemeriksaan rutin semakin meningkat penggunaannya, karena informasi berbagai ekspresi protein spesifik dalam sel neoplasma dapat dipakai sebagai salah satu cara untuk menentukan keganasan, pemilihan metode terapi serta prognosisnya(Ashariati, 2004., Allen 1995., Norton, 2000). Salah satu petanda tumor adalah Ki67. Ki67 merupakan protein spesifik yang keberadannya melimpah pada saat terjadi pembelahan sel, sehingga Ki67 mudah dideteksi pada pertumbuhan sel normal maupun pada sel tumor. Pemeriksaan secara immunohistokimia terhadap Ki67 pada karsinoma kolon dengan menggunakan metoda Ki-67 labeling index menunjukkan bahwa peningkatan level Ki67 berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk, dan pada karsinoma kolon bisa digunakan sebagai petanda untuk menentukan perkembangan tumor (Maltzman,2002.,Vilar, 2007., Oshima,2007).