BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak manusia menuntut kemajuan dalam kehidupan, maka sejak itu pula timbul pemikiran dan gagasan serta ide untuk melakukan perubahan, pengalihan, pelestarian pengembangan kebudayaan melalui pendidikan. Maka dari itu dalam sejarah pertumbuhan masyarakat pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam rangka memajukan kehidupan generasi ke generasi sejalan dengan tuntutan zaman. Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan memegang peranan yang sangat penting yang mana hal itu sangat menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut, karena pendidikan merupakan usaha untuk mengalihkan dan mentransformasikan serta melestarikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspek dan jenisnya kepada generasi penerus. Pendidikan agama tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan agama, tetapi yang lebih penting adalah menambah rasa cinta terhadap agama agar mereka mempunyai pola pikir sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Pendidikan agama diberikan kepada anak didik agar mereka mendapatkan keyakinan benar dalam agama serta mereka mampu mengubah nilai dan sikap mereka yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Karena itu pendidikan agama merupakan pelajaran pokok yang semakin mendapatkan perhatian, dengan di masukkan kedalam kurikulum di sekolah-sekolah mulai SD sampai dengan Universitas Negeri Fenomena empiris menunjukkan bahwa pada saat ini terdapat banyak kasus kenakalan di kalangan pelajar. Isu perkelahian pelajar, tindak kekerasan, premanisme, white collar crime (kejahatan kerah putih), konsumsi minuman keras, etika berlalu lintas, perubahan pola konsumsi makanan, kriminalitas yang semakin hari semakin menjadi dan semakin rumit, telah mewarnai halaman surat kabar, majalah, dan media masa lainnya. Timbulnya kasus-kasus tersebut memang bukanlah semata-mata karena kegagalan PAI di sekolah, tetapi bagaimana semua itu dapat menggerakan guru agama untuk mencermati kembali dan mencari solusi lewat pengembangan metodologi pendidikan agama untuk tidak hanya berjalan secara konvensional-tradisional. Selama ini terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan pendidikan agama yang sedang berlangsung di sekolah. Sementara pihak menyatakan bahwa PAI di sekolah lebih bersifat verbalistis dan formalistis, atau merupakan tempelan saja. Metodologi pendidikan agama tidak kunjung berubah sejak dulu hingga sekarang, padahal masyarakat yang dihadapi sudah banyak mengalami perubahan. Pendekatan PAI cenderung normatif tanpa dibarengi ilustrasi konteks social budaya sehingga siswa kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam keseharian . Mochtar Buchori dalam Muhaimin juga menilai kegagalan pendidikan agama disebabkan praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek koqnitif semata daripada pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan juga mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volutif, yakni kemauan dan tekat untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Dengan kata lain, pendidikan agama lebih berorientasi pada belajar tentang agama, dan kurang berorientasi pada belajar yang benar. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengalaman, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan sehari-hari. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi islam. Towaf juga telah mengamati adanya kelemahan-kelemahan pendidikan agama islam di sekolah (dalam Muhaimin), antara lain (1) pendekatan masih cenderung normatif, dalam arti pendidikan agama menyajikan norma-norma yang seringkali tanpa ilustrasi konteks sosial budaya sehingga peserta didik kurang menghayati nilai-nilai yang hidup dalam keseharian, (2) kurikulum Pendidikan Agama Islam yang dirancang di sekolah sebenarnya lebih menawarkan minimum kompetensi atau minimum informasi, tetapi pihak GPAI seringkali terpaku padanya sehingga semangat untuk memperkaya kurikulum dengan pengalaman belajar yang bervariasi kurang tumbuh, (3) sebagai dampak yang menyertai situasi tersebut di atas maka GPAI kurang berupaya menggali berbagai metode yang mungkin bisa dipakai untuk pendidikan agama sehingga pelaksanaan pembelajaran cenderung monoton, (4) keterbatasan sarana/prasarana, mengakibatkan pengelolaan cenderung seadanya. Pendidikan agama yang diklaim sebagai aspek penting, seringkali kurang diberi prioritas dalam urusan fasilitas.
Isikan Kata Kunci Untuk Memudahkan Pencarian
Teman KoleksiSkripsi.com
Label
Administrasi
Administrasi Negara
Administrasi Niaga-Bisnis
Administrasi Publik
Agama Islam
Akhwal Syahsiah
Akuntansi
Akuntansi-Auditing-Pasar Modal-Keuangan
Bahasa Arab
Bahasa dan Sastra Inggris
Bahasa Indonesia
Bahasa Inggris
Bimbingan Konseling
Bimbingan Penyuluhan Islam
Biologi
Dakwah
Ekonomi
Ekonomi Akuntansi
Ekonomi Dan Studi pembangunan
Ekonomi Manajemen
Farmasi
Filsafat
Fisika
Fisipol
Free Download Skripsi
Hukum
Hukum Perdata
Hukum Pidana
Hukum Tata Negara
Ilmu Hukum
Ilmu Komputer
Ilmu Komunikasi
IPS
Kebidanan
Kedokteran
Kedokteran - Ilmu Keperawatan - Farmasi - Kesehatan – Gigi
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Keperawatan
Keperawatan dan Kesehatan
Kesehatan Masyarakat
Kimia
Komputer Akuntansi
Manajemen SDM
Matematika
MIPA
Muamalah
Olahraga
Pendidikan Agama Isalam (PAI)
Pendidikan Bahasa Arab
Pendidikan Bahasa Indonesia
Pendidikan Bahasa Inggris
Pendidikan Biologi
Pendidikan Ekonomi
Pendidikan Fisika
Pendidikan Geografi
Pendidikan Kimia
Pendidikan Matematika
Pendidikan Olah Raga
Pengembangan Masyarakat
Pengembangan SDM
Perbandingan Agama
Perbandingan Hukum
Perhotelan
Perpajakan
Perpustakaan
Pertambangan
Pertanian
Peternakan
PGMI
PGSD
PPKn
Psikologi
PTK
PTK - Pendidikan Agama Islam
Sastra dan Kebudayaan
Sejarah
Sejarah Islam
Sistem Informasi
Skripsi Lainnya
Sosiologi
Statistika
Syari'ah
Tafsir Hadist
Tarbiyah
Tata Boga
Tata Busana
Teknik Arsitektur
Teknik Elektro
Teknik Industri
Teknik Industri-mesin-elektro-Sipil-Arsitektur
Teknik Informatika
Teknik Komputer
Teknik Lingkungan
Teknik Mesin
Teknik Sipil
Teknologi informasi-ilmu komputer-Sistem Informasi
Tesis Farmasi
Tesis Kedokteran
Tips Skripsi