ABSTRAK
Fuzzy Set adalah himpunan obyek-obyek baik konkrit maupun abstrak dengan batasan yang samar sehingga keanggotaan obyek dalam himpunan lebih cenderung merupakan suatu tingkatan atau derajat dari pada suatu batasan anggota atau bukan anggota. Secara numerik himpunan fuzzy mendefinisikan keanggotaannya dengan banyak kemungkinan mulai dari fungsi karakteristik bernilai 0 sampai dengan 1. Munculnya teori fuzzy adalah sebagai salah satu solusi dalam memutuskan permasalahan sehari-hari yang ternyata tidak cukup memberikan gambaran yang cukup nyata jika diselesaikan secara sederhana yakni dengan ya atau tidak. Salah satunya adalah masalah keimanan yang merupakan perpaduan antara perbuatan hati dan perbuatan seluruh anggota badan yang sifatnya sangat fleksibel, sehingga keimanan merupakan tingkatan – tingkatan yang masih samar. Konsep fuzzy set dalam masalah keimanan adalah suatu konsep dalam merumuskan karakteristik keimanan sehingga terbentuk tingkatan-tingkatan yang masih dalam kategori iman Melalui konsep fuzzy set, keimanan terbagi dalam beberapa tingkatan: pertama iman yang sempurna, kedua iman tidak sempurna, ketiga iman yang paling lemah karena iman hanya dijadikan sebagai pekerjaan hati, keempat kafir yaitu tingkat ketiadaan iman karena telah mengingkari hal-hal yang bersifat pokok dalam dalam syariat Islam. Derajat keanggotaan dari masing-masing kategori berdasarkan karakteristik iman diperoleh melalui beberapa instrumen yang berisi tentang perintah dan larangan yang harus dipenuhi untuk mencapai iman yang sempurna. Dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan introspeksi dan evaluasi diri atas kwalitas (kadar) keimanan yang telah kita miliki sehingga kita lebih memahami lagi tentang bagaimanakah seharusnya menyelami samudera keimanan itu secara ideal dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, penelitian ini juga sebagai salah satu sarana untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung tinggi sifat tolerasi khususnya dalam menetapkan iman tidaknya seseorang dengan melarang keras mengkalim iman tidaknya seseorang jika tidak ada dalil yang melandasinya. Perlu digarisbawahi, bahwa penulisan ini tidak bertujuan untuk menilai ataupun mengklaim orang lain karena yang mengetahui persis dimanakah posisi iman pada saat ini adalah orang yang bersangkutan sebagai pelaku. Dan modal utama untuk mengukur keimanan diri kita masing-masing adalah kejujuan.