BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hand phone atau telepon seluler ini sendiri sebenarnya baru mulai merebak sekitar pertengahan tahun 1990(Fidler, 1997). Dahulu orang tidak pernah membayangkan akan berkomunikasi dengan benda sekecil ini dan bisa berkomunikasi dengan individu lain yang berada jauh dan berada dikampung semudah dan semurah orang makan nasi di warung tegal, dimana orang bisa berkomunikasi dimana saja dan kapan saja. Hand phone atau telepon seluler pada masa sekarang ini sudah bukan merupakan barang yang aneh atau mewah lagi, bahkan hand phone pada saat sekarang ini mungkin adalah salah satu barang yang paling populer dimasyarakat, hanpir tiap orang mengenal dan mempunyai hand phone, dari anak kecil sampaiorang tua, baik di desa maupun di kota, sudah memiliki hand phone. Hand phonesendiri pada awalnya adalah suatu tuntutan masyarakat atas pentingnya komunikasi, masyarakat banyak beranggap bahwa dengan memiliki hand phone mereka lebih bisa mudah berkomunikasi, seperti yang diungkap salah satu mahasiswa Ekonomi akuntansi pada salah satu perguruan tinggi negeri di Surakarta“dalam sehari saja saya tidak memegang hand phone saya sudah seperti kembali kemasa primitif yang semuanya serba jauh dan susah untuk dihubungi”. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa hand phone telah banyak dimiliki oleh banyak orang yaitu hasil angket yang telah disebarkan oleh penulis
pada seratus mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Surakarta yaitu hanya empat orang yang tidak memiliki hand phone. Selain itu hand phone sudah dianggap sangat penting bagi beberapa orang sehingga hand phone menjadi kebutuhan pokok, beberapa orang beranggapan bahwa mereka tidak bisa hidup tanpa hand phone, seperti yang diungkap Smile salah satu akademia (Akademi Fantasi Indosiar) AFI 1 (tabloid jelita, edisi 7-13 Februari, 2004) dia berkata” baru saat ini saya tidak menggunakan hand phone selama lebih dari 2 bulan, pada hal saya termasuk orang yang paling tidak bisa hidup tanpa hand phone, bahkan saya sampai membawa hand phone ketika saya dikamar mandi”. Hand phone sebagai salah satu alat komunikasi yang paling digemari di masyarakat merupakan sasaran empuk bagi dunia industri ini terlihat semakin banyaknya hand phone yang diproduksi tiap bulannya, (majalah HP, edisi bulan oktober dan november, 2003), bahwa dalam setahun ini produsen hand phone Nokia ditahun 2003 ini sudah mengeluarkan sebanyak 20 jenis hand phone, yang kesemuanya sudah dilempar kepasaran, hand phone yang diproduksi ini banyak macamnya mulai dari yang LCD monocrome hingga LCD yang berwarna yang dilengkapi fasilitas kamera, radio musik, GPRS, hingga yang paling baru ini adalah game 3 dimensi yang mempunyai kualitas gambar menyamai video game yang terbaru. Keinginan masyarakat dalam membeli hand phone mulai berubah dahulu masyarakat membeli hand phone karena bisa dibawa kemana-mana, bisa berkomunikasi dimanapun dan kapanpun sudah mulai bergeser, sekarang orang membeli hand phone tidak melihat fungsi hand phone itu sendiri tapi lebih ke teknologinya atau fitur yang ditawarkan oleh pabrikan hand phone tersebut seperti, pilihan LCD monocrome atau berwarna, variasi dari game yang ditawarkan bagus atau tidak, mempunyai fasilitas mengakses internet atau tidak, dilengkapi dengan kamera atau tidak, ukurannya besar atau kecil, fashionable atau tidak, dan gaul / mengikuti perkembangan jaman atau tidak. Mereka sudah tidak mempertimbangkan masalah kualitas kejernihan suara, kuat lemahnya sinyal yang notabene sangat mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri.Banyak orang membeli hand phone melihat jenis hand phone yang sedang in atau paling banyak disukai orang banyak, orang membeli hand phone banyak yang mengejar gengsi dan fashion. Seperti yang dikatakan mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Surakarta, dia sangat ingin mengganti hand phone dari hand phone Siemens seri M55 menjadi Siemens seri SL 65 karena dia beranggapan bahwa hand phone seri M55 tersebut sudah ketinggalan jaman karena hand phone tersebut LCD-nya masih monocrome, jenis deringnya belum poliponik, belum ada kameranya sedangkan di tempat pergaulannya rata-rata sudah memakai hand phone yang mempunyai LCD berwarna, deringnya sudah poliponik dan dilengkapi kamera, karena itu dia merasa ketinggalan jaman dan tidak mengkuti mode, untuk mengganti hand phone tersebut dia rela hutang pada temannya, bahkan dia sampai rela tidak menerima uang saku selama 1 bulan sehingga orang tuanya mau menambahkan kekurangan untuk mengganti hand phone yang dia inginkan. Hal ini tidak terjadi pada satu orang teman penulis, dia dalam 1 tahun ini sudah mengganti hand phonenya sebanyak 4 kali, alasan dia mengganti hand phone bukan karena rusak tapi karena dia senang dengan model hand phone tersebut karena menurut dia dengan hand phone tersebut dia akan kelihatan lebih modis dan lebih modern diantara teman-temannya. Pendapat yang sama diungkap oleh produsen hand phone Siemens, dimana produsen hand phone ini mengeluarkan hand phone yang bukan lagi berbasis pada komunikasi tapi pada mode, seperti yang dikatakan manager pemasaran siemens untuk Indonesia (majalah Digicom, edisi oktober, 2003), bahwa Siemens mengeluarkan hand phone produk baru karena banyaknya permintaan atas hand phone yang punya fiture fashion. Pendapat yang serupa juga diungkap Putu wijaya, “bahwa hand phone sekarang ini sudah menjadi tren dan salah satu bagian dari fashion, dimana orang sudah bersaing untuk memiliki hand phone dengan jenis dan mode yang paling upto date”. (Suara Merdeka, 18 Mei 2003). Budaya dimana hand phone bukan menjadi sebuah alat komunikasi tapi menunjukkan indikasi kearah tren ini menimbulkan pertanyaan besar, sudah sejauhmana hand phone menjadi budaya tren atau budaya masal atau seperti yang diungkap Hidayat (dalam Lubang Hitam Kebudayan, 2003) bahwa budaya massa juga disebut sebagai budaya populer dimana sesuatu disenangi oleh banyak orang atau masa, dan menimbulkan sebuah booming atau wabah. Toko hand phone atau yang lebih sering disebut counter hand phone sudah bisa di temui di hampir tiap sudut jalan di Solo, dari jalan protokol sampai ke pasar tradisional. Ini terbukti di pasar Nongko tercatat ada 2 counter handphone dan salah satunya sangat terkenal di Solo, selain itu di pusat perbelanjaan manapun pasti yang namanya counter hand phone tidak pernah absen, dari Luwes sampai Singosaren plasa, bahkan di Singosaren plasa dan Alfa Pabelan punya tempat khusus untuk orang menjual hand phone, di Singsaren Plasa dilantai 1 dan lantai 3 dimana rata – rata dalam satu lorong terdapat lebih 10 dari counter hand phone, sedangkan di Alfa Pabelan counter hand phone berada dilantai 2 disana terdapat 15 counter hand phone. Kabar terbaru yang didapat dari bagian pemasaran untuk Solo Grand Mall yang rencananya akan dibuka sekitar bulan Oktober dimana lantai 3 akan dikhususkan untuk hand phone, kapasitas lantai tersebut dapat menampung lebih dari 50 counter hand phone besar. Counter hand phone sudah masuk ke desa yang nota bene masih kurang untuk penerimaan sinyal, penulis menjumpai satu counter hand phone di daerah Simo Boyolali yang letaknya diantara bukit-bukit. Hal ini menjadi salah satu bukti nyata bahwa distribusi hand phone sudah dilakukan secara massal atau besar-besaran. Pengenalan terhadap hand phone juga dilakukan secara besar-besaran baik yang dilakukan dengan iklan maupun lewat film, untuk iklan ditiap media cetak pasti ada iklan hand phone baik yang berupa info harga maupun perkenalan produk dari sebuah hand phone, sedangkan untuk media elektronik yaitu televisi dalam sehari pasti ada iklan hand phone ataupun segala sesuatu yang berhubungan erat dengan hand phone, tercatat disetiap stasiun televisi tidak kurang dari 5 kali penanyangan untuk iklan hand phone ataupun yang berhubungan dengan hand phone muncul dilayar televisi, selain itu masuh banyak acara yang menampilkan hand phone ataupun yang berhubungan sebagai ikon atau sponsor dalam acara tersebut, contohnya pada acara Indonesian Idol, pada proses audisinya ataupun konser eliminasi Mobile 8 menjadi salah satu sponsor utamanya dan pasti ada gambar orang yang sedang menelpon dengan menggunakan hand phone, selain itu pada sinetron Ada Apa Dengan Cinta yang ditayangkan di RCTI pada hari Minggu pukul 20.00 wib selalu menampilkan pemeran utamanya dengan hand phone Nokia 3650. Melihat begitu gencarnya masuknya budaya populer dalam hal ini handphone pada masyarakat kita, kemudian bagaimana nasib orang yang tidak bisa memiliki hand phone, hal ini pasti akan memunculkan sebuah masalah. Masalah yang timbul karena adanya kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang didapat atau dipunyai. Adanya kesenjangan antara apa yang dimilikinya dengan apa yang diinginkannya (wanting) serta apa yang dimilikinya dengan apa yang pantas didapatkannya dan hal ini biasa disebut deprivasi relatif (Crosby, dalam Wulan, 2002). Ted. R. Gurr (Faturochman, 2003) menamakan deprivasi relatif yaitu suatu keadaan dimana terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kesenjangan yang menyebabkan deprivasi relatif bisa terjadi jika kenyataan tetap tidak berubah tetapi harapan melonjak. Hal ini bisa terjadi jika individu terus menerus melihat perkembangan hand phone baik itu jenis ataupun betapa populernya hand phone sedangkan individu tersebut tidak bisa mengikuti pastilah ada sebuah gejolak yang terjadi didalam diri individu tersebut, ditambah lagi jika dari sisi usia atau kematangan individu tersebut sudah pantas untuk memiliki hand phone tetapi pada kenyataannya tidak mampu dan individu tersebut dikalahkan oleh individu yang belum pantas memiliki hand phone. Berdasarkan beberapa uraian latar belakang masalah diatas maka peneliti merumuskan masalah sebuah masalah penelitian bagaimana deprivasi relatif pada individu yang tidak memiliki hand phone yang merupakan akibat dari hand phone sebagai budaya populer.Guna menjawab permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “ Deprivasi Relatif: Dampak Hand Phone Sebagai Budaya Populer”.
B. Keaslian penelitian
Penelitian ini masih bersifat asli dan bukan replikasi, untuk penelitian tentang deprivasi relatif sebagai dampak dari hand phone sebagai budaya populer sepengetahuan penulis belum pernah ada yang melakukan, baik yang berupa skripsi ataupun dalam bentuk jurnal, sehingga penelitian ini tergolong baru dalam dunia psikologi sosial, tetapi untuk penelitian yang menggunakan deprivasi relatif sebagai aspek penelitian telah dilakukan oleh Imanti (2004) dengan judul “hubungan antara deprivasi relatif dan kecenderungan somatisasi terhadap pembentukan identitas diri pada anak yatim piatu di panti asuhan..” Hasil penelitian menyatakan bahwa Ada hubungan antara deprivasi relatif dan kecenderungan somatisasi terhadap pembentukan identitas diri pada anak yatim, piatu, yatim piatu atau tidak mampu yang tinggal di panti asuhan di kota Pemalang. Penelitian lain dilakukan oleh Wulan (2002) dengan judul” Perbedaan Deprivasi Relatif Flaternal Antara Etnis Cina dan Etnis Jawa di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta..” Hasil penelitian ini mengungkap bahwa adanya Perbedaan Deprivasi Relatif Flaternal Antara Etnis Cina dan Etnis Jawa di Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta..
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui bentuk deprivasi relatif pada individu yang tidak memiliki hand phone sebagai akibat dari hand phone sebagai budaya populer.
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab deprivasi relatif pada individu yang tidak memiliki hand phone sebagai akibat dari hand phone sebagai budaya populer.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi ilmu pengetahuan
Secara teoritis memberikan sumbangan pada disiplin ilmu khususnya psikologi sosial tentang deprivasi relatif yang terjadi pada individu yang tidak memiliki hand phone sebagai dampak hand phone yang telah menjadi budaya populer.
2. Bagi masyarakat
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pada masyarakat tentang salah satu dampak yang disebabkan oleh sebuah budaya, dalam hal ini budaya populer yaitu hand phone, dampak yang secara spesfik terjadi pada individu yang tidak memiliki hand phone, sehingga diharapkan dapat menambah wacana tentang lingkungan minoritas disekitar kita.
File Selengkapnya.....