BAB I
PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Seiring dengan kemajuan teknologi dan komunikasi pada saat ini semakin banyak individu yang mementingkan dirinya sendiri atau berkurangnya rasa tolong menolong antara sesama. Globalisasi juga berperan membuat hubungan antar sesama manusia menjadi semakin rumit. Kerumitan ini dapat menciptakan stress dan kekerasan-kekerasan yang kadang-kadang disebabkan oleh hal-hal sepele dan aneh. Semakin berkembangnya aktivitas pada setiap orang, maka akan semakin sibuk dengan urusannya sendiri, yang memunculkan sifat atau sikap individualisme yang menjadi ciri manusia modern. Individualisme ini merupakan faham yang bertitik tolak dari sikap egoisme, mementingkan dirinya sendiri, sehingga mengorbankan orang lain demi kepentingan dirinya sendiri. (Niken, 1998).
Atas dasar kesatuan asal-usul dan kesamaan derajat dihadapan Allah SWT, tiap-tiap individu harus menyadari tanggung jawab yang telah ditentukan Allah. Tanggung jawab dapat diartikan berbagai macam, tapi yang paling penting adalah upaya untuk menciptakan kesejahteraan bersama dalam lingkungan masyarakat. Seseorang yang tergolong mampu secara fisik atau mampu secara harta maka dianjurkan untuk menolong orang yang tidak mampu. Sebaliknya seorang yang tidak mampu, misalnya, karena berusaha sehingga dapat dikatakan mampu, maka dia diajurkan juga untuk memberi bantuan kepada orang lain yang tidak mampu atau dalam kesusahan. Setiap orang harus memahami fungsi masing-masing. Seorang muslim hendaklah mengunjungi saudara muslimnya yang sakit, meringankan beban orang yang mendapat kesulitan, menciptakan rasa cinta kasih, persaudaraan dan solidaritas antara satu dan lainya, ia juga hendaknya memberikan hak-hak orang sekelilingnya, seperti hak untuk mendapat kehidupan dan perlakuan yang layak. Islam menganjurkan, hendaklah diciptakan rasa kebersamaan dalam masyarakat dan saling membantu orang–orang yang sedang mengalami kesusahan, karena Allah menjanjikan pahala bagi orang-orang yang mau membantu sesama dengan iklash. (Jalaludin 2002).
Mengingat masih banyak orang-orang yang hidup didalam kesusahan dan membutuhkan pertolongan dan sebagian besar diantaranya adalah orang–orang yang beragama islam, maka menjadi sebuah kewajiban bagi umat islam untuk memberikan bantuan kepada orang-orang tersebut yaitu dhuafa, fuqara dan masakin atau orang-orang yang sedang tertimpa musibah. (Ancok & Suroso (1994).
Altruisme adalah tindakan menolong yang dilakukan seseorang dalam kondisi tertentu. Pada altruisme salah satu yang penting adalah sifat empati atau merasakan perasaan orang lain di sekitar kita. Hanya altruisme timbal balik yang mempunyai dasar biologis. Kerugian potensial dari altruisme yang dialami individu diimbangi dengan kemungkinan menerima pertolongan dari individu lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa altruisme merupakan bagian “sifat manusia” yang ditentukan secara genetika, karena keputusan untuk memberikan pertolongan melibatkan proses kongnisi sosial komplek dalam mengambil keputusan yang rasional. (Latane&Darley, Schwartz, dalam Sears, 1991)
Kehidupan sehari-hari banyak sekali fenomena masyarakat yang menunjukkan sikapa altruisme diantaranya adalah seperti yang dilakukan oleh Rumah Sakit Harapan Bunda Jakarta. Satu-satunya rumah sakit yang mau menerima seorang anak dari pasangan Lila dan Husen yang telah ditolak oleh enam rumah sakit di Jakarta untuk berobat hanya karena keluarga itu miskin. (Kompas 2005). Dalam kasus yang lain ketika terjadi gempa dan tsunami di NAD, banyak sekali perusahaan besar atau kelompok masyarakat yang menyumbangkan bantuan baik dalam bentuk uang atau barang, setelah melakukan bantuan mereka langsung melakukan konferensi pers untuk memberitahukan jumlah uang dan bentuk barang yang disumbangkan. Menurut penulis disini masih ada unsur bisnis dari perusahaan tersebut dengan menyebutkan jumlah bantuan kepada masyarakat umum.
Pengalaman peneliti sendiri saat ikut menjadi relawan yang diberi amanah oleh Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia untuk untuk berangkat ke Aceh, melihat banyak relawan yang dibayar baru mau bekerja, dan sebagian mereka adalah para relawan yang berasal dari daerah yang dekat dengan Aceh. Bahkan ada sebagian yang mencari kesempatan dengan kondisi Aceh saat itu dengan mengambil besi-besi bekas bangunan, kendaraan-kendaraan yang terkena bencana tsunami dan gempa.
Hasil obsevasi peneliti. Mahasiswa Fakultas Psikologi Univesitas Islam Indonesia masih sering melakukan kecurangan-kecurangan, salah satunya adalah memberikan bantuan pada mahasiswa yang lain untuk dipresensikan atau titip absen kepada mahasiswa yang masuk kedalam kelas untuk mengikuti kegiatan perkuliahan dengan imbalan tertentu, sebab di Universitas Islam Indonesia ada peraturan presensi harus 75% sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian semester. Pada saat melakukan pengambilan matakuliah atau pengisian sistem kredit semester yang dilakukan secara mandiri oleh para mahasiswa, terjadi Key-in di anjungan dengan antrian yang panjang serta berdesak-desakan. Masih banyak terlihat beberapa mahasiswa yang melakukan Key-in lebih dari satu kali, karena mahasiswa tersebut mendapat titipan dari temannya. Pada hal Kampus membebaskan kepada para mahasiswa untuk memilih lokasi Key-in, misalnya di warung internet atau warnet.
Sebenarnya peneliti mengalami sendiri dimana kondisi saat melakukan pengambilan mata kuliah semester baik di anjungan fakultas maupun diwarung internet kedua lokasi ini kondisinya tidak jauh berbeda yaitu setiap mahasiswa harus antri dengan mahasiswa yang lain untuk melakukan Key-in.
Pada kasus yang berbeda antar sesama mahasiswa ada kebiasaan dimana saat-saat ujian tengah semester maupun ujian akhir yaitu meminjamkan catatan untuk di foto copy oleh mahasiswa yang lain bahkan ada kejadian mahasiswa yang membuatkan tugas untuk mahasiswa yang lain atau memberikan copy dari disket supaya diedit ulang tapi berbeda susunannya pada tugas itu dengan pemilik pertama. Mengapa masih ada beberapa bagian dari para mahasiawa tersebut yang rela untuk melakukan atau bersikap seperti seorang pahlawan bagi yang lain, pada hal resiko yang akan akan dihadapai sangat paham bila bersikap demikian misalnya saat melakukan Key-in atau memberikan contoh tugas pada mahasiswa yang lain. Setinggi apakah kondisi kecerdasan Ruhaniah para mahsiswa itu serta seberapa besar tingkat altruisme yang telah tertanam didalam diri mereka, itulah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian ini.