BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Tujuan nasional bangsa ini sebagaimana termaktub dalam alinea keempat pembukaan UUD 45 adalah mencapai masyarakat adil makmur dan sejahtera berdsarakan Pancasila dan UUD 45. Berbagai momentum telah dialami oleh negeri ini. Momentum terakhir yang paling mempengaruhi ini adalah lahirnya era reformasi pada tahun 1998 sebagai kelanjutan dari era orde baru yang mempunyai implikasi luas dalam berbagai kehidupan bangsa Indonesia. Era reformasi merupakan tumpuan harapan masyarakat bangsa ini yang sudah jenuh dengan krisis ekonomi moneter, krisis politik yang melemahkan supremasi hukum, kesenjangan ekonomi sosial, tidak meratanya pembangunan, mendarah dagingnya praktek KKN dan buruknya fungsi pelayanan oleh aparat pemerintah. Era reformasi menggusur era Orde Baru diiharapkan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan di atas dengan tuntas. Salah satu permasalahan yang menarik untuk dibahas di atas adalah masalah pelayanan publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan di negeri ini memiliki konotasi yang negatif, seperti lamban, mahal dan banyaknya ketidak jelasan. Bagaimana perkembangan fungsi pelayanan aparat pemerintah selama hampir sepuluh tahun bergulirnya era reformasi, adalah suatu hal yang menarik untuk dibahas. Sebagian berita mengenai pelayanan publik setelah era reformasi adalah sebagaimana dinyatakan oleh Leo Agustino, dalam harian Pikiran Rakyat 13 Januari 2004, menyampaikan hasil penelitian Center For Population and Policy studies (CPPS) UGM mengenai buruknya pelayanan aparatur birokrasi yang dirasakan masih kaku. Penelitian CPPS selanjutnya menyatakan bahwa organisasi public cenderung kurang tanggap dalam menanggapi keluhan masyarakat. Selanjutnya, pelayanan publik juga dinilai tidak efisien dan pungli. Berita lainnya disampaikan Tajuk Suara Pembaruan tertanggal 15 Oktober 2005 yang menyatakan betapa mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, sebagai salah satu jenis pelayanan yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah. Pemerintah tampaknya belum menganggap penting investasi di pendidikan dan kesehatan. Kebanyakan Pemda sibuk mengurus peraturan untuk mengisi pendapatan daerahnya. Selanjutnya, Budiman dari UNY Yogyakarta, dalam tulisannya yang dimuat dalam Jurnal efisiensi On Line Vol VI No.1 Februari 2006, mengemukakan bahwa pelayanan publik ini masih buruk, lamban, penuh pungli dan inefisiensi. Hal ini mudah bagi masyarakat untuk menilai karena rakyat langsung merasakannya. Ternyata, berita – berita di atas menunjukan bahwa setelah era reformasi digulir di negeri ini, kualitas pelayanan publik masih jauh dari memuaskan dan cenderung buruk. Benarkah semua instansi pemerintah memberikan pelayanan yang buruk. Bagaimana dengan pelayanan Departemen Agama RI,yang keberadaannya diwakili oleh Kantor Urusan Agama (KUA) pada setiap wilayah
kecamatan. ? Apakah masih mencerminkan kualitas pelayanan publik yang jauh dari memuaskan?
Berdasarkan informasi dari penelitian terdahulu yang memiliki lokasi di lingkungan KUA, diperoleh 30 hasil penelitian skripsi dan tesis. Kemudian dilakukan pemilihan penelitian lanjutan berdasarkan konteks pelayanan publik, maka ditemukan 4 judul penelitian yang mirip. Satu judul penelitian, yang diteliti Nurmillah (2005) menyoroti upaya peningkatan pelayanan oleh KUA Kebon Jeruk. Penelitian ini menjelaskan faktor – faktor pendukung dan penghambat peningkatan pelayanan. Sayangnya tidak dijelaskan secara kuantitatif, seberapa efektif keberhasilan upaya peningkatan pelayanan tersebut. Tiga judul lainnya yang diteliti oleh Juera (2005), Syaadzaly (2006) dan Aisyah (2004) menyoroti faktor mahalnya biaya menikah di setiap KUA yang mereka teliti. Sayangnya, mereka sudah mengasumsikan lebih dahulu bahwa biaya menikah memang mahal, tanpa melalui penelitian atau survey terdahulu yang menunjukan bahwa biaya menikah memang dirasakan mahal oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian yang menyeluruh mengenai penyelenggaraan pelayanan publik di KUA. Atas dasar inilah maka penelitian ini dilaksanakan oleh peneliti. Lokus proposal tesis ini dilakukan di KUA Kecamatan Serpong. Dasar pemilihan untuk melakukan penelitian pada KUA adalah berdasarkan kajian yang dilakukan, bahwa masih belum ditemui penelitian yang menjadikan KUA sebagai obyek kajian untuk masalah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan. Pertimbangan selanjutnya mengenai dipilihnya KUA kecamatan Serpong adalah didasari pada aspek jumlah pegawai KUA Kecamatan Serpong yang relatif sedikit. Sehingga hal ini sangat menarik untuk diteliti apakah dengan jumlah pegawai yang relatif sedikit, cukup efektif untuk memberikan pelayanan yang memuaskan terhadap masyarakat.
Fokus proposal tesis ini adalah penelitian pada dampak kepuasan masyarakat Kecamatan Serpong melalui pelayanan urusan agama Islam oleh KUA Kecamatan Serpong. Hal ini didasari keadaan nyata pada pelaksanaan pelayanan publik di KUA Kecamatan Serpong secara umum yang diamati melalui observasi awal pada tanggal 11 – 15 Juni 2007 dalam dua hal, yaitu :
1. Masih banyak ditemui di masyarakat Kecamatan Serpong yang tidak mau
berurusan langsung dengan pelayanan KUA Kecamatan Serpong. Mereka masih mengandalkan pihak ketiga dalam berurusan dengan KUA Kecamatan Serpong. Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan, kenapa masih banyak masyarakat kecamatan Serpong yang tidak mau berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat enggan melakukan hubungan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong.? Berdasarkan observasi awal ini diperoleh informasi bahwa faktor keengganan masyarakat disebabkan oleh ketidak jelasan prosedur pelayanan pernikahan. Ketidak jelasan pelayanan ini ternyata dirasakan oleh masyarakat Serpong sebagai kekhawatiran. Sehingga banyak masyarakat Serpong yang memilih untuk tidak berurusan langsung dengan KUA Kecamatan Serpong. Kebanyakan masyarakat Kecamatan Serpong tidak mengetahui langkah–langkah pelayanan seperti bagaimana cara untuk memulai pendaftaran, bagaimana langkah setelah pendaftaran, dokumen apa saja yang dibutuhkan untuk pendaftaran, dan berapa besar biaya perkawinan yang harus dikeluarkan saat nikah bedol, atau nikah di luar kantor KUA.
2. Faktor kedua adalah ketidak jelasan harga pelayanan yang harus dikeluarkan oleh setiap masyarakat pengguna jasa pernikahan, terutama saat melaksanakan prosesi pernikahan di luar kantor KUA dan di luar jam kerja KUA. Kebanyakan masyarakat Kecamatan Serpong tidak mengetahui berapa sesungguhnya biaya resmi yang harus dikeluarkan dalam penggunaan jasa tersebut. Masyarakat merasa tidak atau belum pernah diberitahu oleh pihak KUA Kecamatan Serpong, berapa biaya sesungguhnya dari prosesi pernikahan. Ketidak jelasan ini juga menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian masyarakat yang menganggap biaya yang harus dikeluarkan oleh mereka, terlalu mahal. Oleh karena itu pihak KUA Kecamatan Serpong harus melakukan langkah – langkah sosialisasi untuk menjernihkan permasalahan ini.
3. Pelaksanaan pelayanan publik masih berfokus kepada pelayanan
perkawinan pada masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya dua faktor. Faktor pertama adalah ketidak tahuan masyarakat mengenai fungsi sebenarnya dari KUA kecamatan Serpong yang sebetulnya tidak hanya melayani urusan perkawinan saja, melainkan juga urusan keagamaan Islam lainnya, seperti zakat wakaf, pangan halal, ibadah sosial, kemesjidan atau lainnya. Faktor kedua adalah keterbatasan sumber daya, baik sumber daya manusia ataupun finansial yang menyebabkan, bidang–bidang urusan lain selain perkawinan kurang berkembang.
Untuk menjawab permasalahan di atas, perlu dilakukan penelitian secara lebih komprehensif lebih dahulu mengenai bagaimana kualitas pelayanan publik dan harga pelayanan publik di KUA Kecamatan Serpong. Hal ini penting untuk dapat dijadikan sumber rujukan bagi instansi pemerintah terkait, yaitu Departemen Agama. Secara ideal selanjutnya kedua hal tersebut dicari tahu apakah mampu memberikan dampak terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Kualitas pelayanan bisa dilihat dari teori Zeithaml (2000:82), yaitu dengan mempertimbangkan lima faktor. Faktor pertama adalah tangible atau sarana fisik, kedua adalah Reliability atau keandalan untuk menyediakan pelayanan, ketiga adalah responsiveness atau kesanggupan memberikan pelayanan cepat dan tepat, yang keempat adalah assurance atau keramahan dan sopan santun yang meyakinkan kepercayaan konsumen dan yang kelima adalah emphaty atau sikap penuh perhatian terhadap konsumen. Berdasarkan kajian awal yang dikaitkan dengan teori Zeithaml (2000:82), maka kualitas pelayanan di KUA kecamatan Serpong memiliki permasalahan di tangibles atau sarana kerja yang masih belum optimal, reliability atau perhatian pegawai terhadap masyarakat yang belum optimal dan assurance atau kekurang - mudahan pegawai untuk dihubungi. Sementara itu, berhubungan dengan harga suatu pelayanan, mengacu pada konsep Kotler (1997: 34), yang melihat empat faktor penting dalam harga pelayanan, yaitu moneter, waktu, tenaga dan psikis. Penetapan harga dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, menurut Kotler (1997:110) seharusnya juga didasari oleh pertimbangan sosial ekonomi masyarakat sebagai konsumennya. Berdasarkan konsep inilah dicoba diukur harga pelayanan yang diberikan oleh KUA Kecamatan Serpong.
File Selengkapnya.....