ABSTRAK
Pada tanggal 17 Juni 2008, perbankan syariah memasuki babak baru dalam
industri perbankan di Indonesia. Pada tanggal tersebut DPR secara resmi
mengesahkan RUU Perbankan Syariah menjadi Undang-Undang. Pengesahan
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah merupakan
salah satu jawaban atas makin pesatnya pertumbuhan industri perbankan syariah
di tanah air. Salah satu prinsip utama dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi
hasil yang memiliki perbedaan karakter cukup mendasar dengan bank
konvensional yang berdasarkan bunga hingga prinsip bagi hasil merupakan ruh
dari perbankan syariah. Meski begitu dalam prakteknya komposisi pembiayaan
syariah dengan prinsip bagi hasil ternyata masih jauh dari yang diharapkan, saat
ini total komposisi pembiayaan mudharabah dan musyarakah di perbankan
syariah ternyata tidak mencapai angka 40% sehingga masih kalah jika
dibandingkan produk pembiayaan lain.
Dalam tesis ini penulis tertarik untuk meneliti dua hal : (1) Bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap pembiayaan syariah dengan Prinsip Bagi Hasil
menurut Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta (2)
Apa kendala-kendala yang dihadapi perbankan syariah dalam penerapan
pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif.
Standar normatifitas penelitian ini adalah ushul fiqh , terutama untuk mengetahui
sejauh mana pembiayaan syariah dengan prinsip bagi hasil menurut UU No. 21
tentang Perbankan Syariah tersebut sesuai dengan Hukum Islam (syariat).
Dari hasil penelitian tesis ini ditemukan bahwa pembiayaan syariah dengan
transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan salah
satu bentuk pembiayaan dalam UU No.21 tentang Perbankan Syariah. Dalam
sistem keuangan bagi hasil, tidak ada jaminan keuntungan dari usaha yang
dibiayai sehingga kreditur pun harus menanggung kerugian debitur jika ia merugi,
sedangkan dalam pinjaman berbunga seorang debitur harus mengembalikan
pokok pinjaman ditambah bunga tanpa memedulikan apakah ia untung atau rugi.
Meski transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah tidak
merujuk langsung pada Al Quran dan Sunnah tetapi sebagai alternatif pembiayaan
non ribawi bentuk kerjasama ini telah diterima Islam sebagai instrumen utama
untuk mengembangkan jaringan perdagangan.
Sebagaimana skema pembiayaan yang lain, skema pembiayaan bagi hasil
juga memiliki kelemahan dalam penerapannya terutama berkaitan dengan
besarnya resiko yang meliputi resiko pembiayaan, resiko pasar dan resiko
operasional. Untuk meminimalisir resiko UUPS mewajibkan semua perbankan
Syariah menerapkan manajemen resiko. Kendala penerapan pembiayaan ini
terutama berkaitan dengan masalah keagenan yaitu asimetric information, moral
hazard dan adverse selection (seleksi yang merugikan). Dalam prakteknya
kendala-kendala ini diantisipasi dengan penerapan Incentive-compatible
constraint.
Kata kunci : Pembiayaan, Bagi Hasil, Bank Syariah