BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah Cina dan India dengan prevalensi perokok yaitu 36,1% (Global Adult Tobacco Survey(GATS) 2001) yang berarti dari total 260 juta penduduk Indonesia 94 juta jiwa diantaranya adalah perokok. Sementara itu jumlah perokok pasif di Indonesia adalah sebanyak 133,3 juta yang terpapar asap rokok dirumah (GATS 2011). Kebiasaan merokok juga cenderung meningkat di generasi muda. Sebagai contoh perokok usia 15-19 tahun, menigkat dari 7,1% pada tahun 1995 menjadi 20,3% pada tahun 2010 meningkat tiga kali lipat.
Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotina tabacum, Nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Asap rokok mengandung lebih 4.000 bahan kimia dan 60 zat penyebab kanker,dan perokok pasif lebih rentan terserang penyakit di banding perokok aktif. Di tingkat Asia, Indonesia merupakan urutan pertama dalam penggunaan tembakau dengan jumlah persentase 46,16% dan hasil survey pada tahun 2001 memaparkan di Indonesia jumlah kematian mencapai sekitar 427.948 jiwa per tahun. Jika tidak ada tindak lanjut dari pemerintah diprediksikan tahun 2020, hampir 7 sampai 10 juta kematian disebabkan gara-gara rokok. Selain dapat menyebabkan kematian rokok juga dapat menimbulkan berbagai penyakit kepada manusia misalnya infeksi saluran nafas, penyakit paru-paru, kanker, diabetes dan lain sebagainya.
Saat ini, di kota-kota besar di Indonesia menghadapi dua persoalan pokok, yakni tingkat polusi yang tinggi dan kemacetan lalu lintas. Berbicara mengenai polusi, polusi tidak hanya disebabkan oleh asap kendaraan tetapi juga disebabkan karena masih banyaknya asap-asap yang kemudian dapat mencemari lingkungan misalnya asap hasil pembakaran sampah, asap rokok dan lain-lain. Dalam UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 1 dikatakan setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang sehat. Namun realita yang ada tingkat polusi yang tinggi banyak terjadi di kota-kota besar dan hingga kini bukanlah alamiah, tetapi kebijakan-kebijakan publik telah menyebabkan banyak hal yang membentuk situasi perkotaan seperti sekarang ini. Kemacetan lalu lintas dan tingkat polusi yang tinggi telah merupakan rutinitas bagian kehidupan penduduk yang tidak dapat dielakkan lagi.
Beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah sedemikian kompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanapun keadaan ini sudah tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar masalah-masalah yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat diatasi. Kondisi ini pada akhirnya menempatkan pemerintah dan lembaga tinggi Negara lainnya berada pada pilihan-pilihan kebijakan yang sulit. Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu pemerintah dan rakyat Indonesia keluar dari krisis, tapi dapat juga terjadi sebaliknya yakni malah mendelegitimasikan pemerintah itu sendiri.