ABSTRAK
Produksi gula 10 tahun terakhir mengalami peningkatan setiap tahunnya namun sampai saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan gula sehingga sisanya dipenuhi dengan mengimpor. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi gula agar mampu memenuhi kebutuhan gula, sehingga pemenuhan konsumsi gula tidak terlalu tergantung pada impor. Upaya peningkatan produksi gula tidak terlepas dari penyediaaan bahan baku utamanya yaitu tebu. Selama satu dekade ini baik produksi tebu, luas areal lahan maupun produktivitas tebu per hektar mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, produktivitas tebu per hektar beberapa tahun ini mengalami penurunan begitu pula dengan produktivitas tebu per hektar di wilayah kerja pabrik gula Trangkil. Di samping itu, produktivitas tebu per hektar di wilayah kerja pabrik gula Trangkil termasuk rendah jika dibandingkan dengan rata – rata produktivitas nasional. Padahal selama satu dekade ini produksi dan luas areal tebu mengalami peningkatan. Dengan demikian, timbul pertanyaan mengapa produktivitas tebu per hektar turun dan rendah.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor - faktor produksi usahatani tebu tanam dan tebu keprasan, menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor – faktor produksi pada usahatani tebu tanam dan tebu keprasan, dan menganalisis pendapatan usahatani tebu tanam dan tebu keprasan.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Trangkil wilayah kerja Pabrik Gula Trangkil Kabupaten Pati Jawa Tengah pada bulan Mei sampai Juni 2008. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung terhadap petani dengan menggunakan kuesioner, konsultasi dan dialog dengan staf pabrik gula Trangkil. Data yang dikumpulkan adalah data selama dua musim tanam yaitu tahun 2006/2007 dan tahun 2005/2006. Data sekunder diperoleh dari berbagai informasi dan sumber yan berkaitan dengan penelitian, seperti Pabrik Gula Trangkil, Dewan Gula Indonesia (DGI), dan internet.
Analisis data dilakukan secara deskriptif baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi gambaran umum usahatani tebu dan keragaan usahatani tebu baik tebu tanam maupun tebu keprasan I pada lahan kering di Kecamatan Trangkil, Pati - Jawa Tengah, sedangkan analisis kuantitatif meliputi analisis faktor – faktor produksi dan efisiensi usahatani tebu baik tebu tanam maupun tebu keprasan I di lahan kering serta analisis pendapatan usahatani tebu baik tebu tanam maupun tebu keprasan I di lahan kering.
Faktor – faktor produksi yang mempengaruhi produksi tebu per hektar pada usahatani tebu tanam adalah pupuk ZA pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sementara faktor bibit, pupuk Ponska, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata pada taraf yang ditetapkan. Pada tebu keprasan pertama faktor – faktor produksi yang mempengaruhi produksi tebu per hektar pada usahatani tebu keprasan pertama adalah pupuk pada tingkat kepercayaan 99 persen sedangkan tenaga kerja berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 80 persen.
Penggunaan faktor produksi baik pada usahatani tebu tanam maupun usahatani tebu keprasan pertama menunjukkan bahwa penggunaan faktor – faktor produksi tidak efisien secara alokatif. Pada usaha tani tebu tanam penggunaan faktor pupuk ZA dan pupuk Ponska yang masih kurang pada usahatani tebu tanam, sedangkan bibit dan tenaga kerja melebihi batas optimal. Sementara itu, pada usahatani tebu keprasan pertama faktor pupuk masih kurang dan tenaga kerja melebihi batas optimal.
Pendapatan usahatani tebu keprasan pertama relatif lebih besar dibandingkan usahatani tebu tanam. Hal ini dikarenakan pada tebu keprasan pertama petani tidak menggunakan bibit seperti pada tebu tanam, sehingga mengurangi biaya produksi bibit. Saat usahatani tebu keprasan pertama, petani tidak melakukan pengolahan lahan, penanaman bibit, penyulaman seperti saat usahatani tebu tanam sehingga penggunaan tenaga kerja berkurang. Di samping itu, petani tidak menggunakan traktor untuk mengolah lahan sehingga biaya sewa traktor tidak ada pada usahatani tebu keprasan pertama melainkan sewa ternak untuk gebros di mana biaya sewanya lebih rendah daripada sewa traktor. Walaupun demikian, petani saat usahatani tebu keprasan meningkatkan pemberian pupuk untuk mempertahankan produksi agar tetap tinggi seperti pada tebu tanam, sehingga biaya produksi pupuk relatif lebih besar dibandingkan saat usahatani tebu tanam. Padahal jika dilihat dari produksi tebu per hektar, rata – rata produksi tebu per hektar pada usahatani tebu tanam relatif lebih tinggi dibandingkan usahatani tebu keprasan pertama. Dilihat dari R/C ratio, usahatani ebu tanam maupun tebu keprasan pertama menguntungkan (R/C ratio >1). Di samping itu, kontribusi pendapatan usahatani tebu terhadap pendapatan petani relatif lebih besar dibandingkan usaha non tebu yaitu sebesar 77,82 persen.
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian adalah untuk mencapai kondisi efisien pada tebu tanam faktor pupuk baik pupuk ZA maupun pupuk Ponska harus ditingkatkan, sedangkan faktor bibit dan tenaga kerja harus dikurangi. Sementara itu, pada tebu keprasan pertama faktor pupuk harus ditingkatkan dan faktor tenaga kerja harus dikurangi untuk mencapai kondisi optimal/efisien. Kemudian, penyediaan sarana produksi yang tepat jumlah dan waktu seperti penyediaan bibit varietas unggul dan penyediaan pupuk. Selain itu, perlunya peningkatan mutu pekerjaan dalam pengelolaan usahatani tebu mulai dari pengolahan lahan sampai panen, baik pada usahatani tebu tanam maupun usahatani tebu keprasan. Adanya percepatan peremajaan pada tanaman keprasan khususnya pada tebu rakyat, sehingga areal lahan tanaman keprasan harus dikurangi. Hal tersebut dapat dimulai dari pemberian penyuluhan dan pembinaan kepada petani tebu. Di samping itu, perlunya peningkatan pembinaan dan penyuluhan kepada petani tebu mengenai teknologi budidaya tebu, terutama dalam hal penggunaan bibit tebu yang unggul sehingga mampu meningkatkan produktivitas tebu per hektar.