BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi perubahan di darat dan laut , potensi sumber daya alam dan kondisi bentang alam yang relatif bervariasi, zona yang prospektus untuk pengembangan budidaya, ekosistem relatif sensitif, tingkat kepadatan yang relatif tinggi, dan masyarakat mayoritas hidup di bawah garis kemiskinan.
Kondisi ini memicu timbulnya berbagai konflik pada wilayah pesisir, salah satunya mengenai sumberdaya tanah (lahan). Adapun aktivitas - aktivitas manusia pada wilayah ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam, yaitu permukiman, pertanian, perikanan, industri, pariwisata (bahari), transportasi laut (termasuk pelabuhan), pertambangan dan energi. Dimana semua aktivitas manusia tersebut membutuhkan lahan. Namun Sumberdaya tanah (lahan) bersifat statis (tetap). Semakin beragamnya aktifitas pada wilayah pesisir tanpa dibarengi dengan pengaturan penggunaan lahan tentunya akan memberi dampak pada kerusakan lingkungan pantai seperti maraknya kawasan kumuh yang difokuskan pada permukiman nelayan dan merupakan masalah umum tiap – tiap wilayah pesisir di seluruh Indonesia.
Lahan merupakan salah satu sumberdaya yang mempunyai regenerasi dan asimilasi terbatas. Apabila penggunaannya mengalami over dosis dan tidak sesuai dengan kemampuan fisik lingkungan, tentunya hal ini akan menimbulkan dampak yang berakibat langsung kepada sumber daya manusia. Olehnya itu Allah SWT berfirman dalam Al–Qur’an Q.S. Al- Hud/11 : 61, bahwa :
Mengacu pada RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota) Kelurahan Lappa Tahun 2008 menyebutkan bahwa kebijakan pemanfaatan lahan permukiman sebesar 51,56 % dari luas wilayah Kelurahan Lappa . Permukiman yang dimaksud berupa permukiman nelayan yang tersebar di beberapa lingkungan yakni Lingkungan Lappae, Lengkong, Kokoe’, dan Larea - rea. Seperti halnya dengan wilayah pesisir lainnya, kondisi permukiman nelayan yang terdapat pada 4 (empat) lingkungan tersebut berupa permukiman kumuh. Dimana pengaturan permukiman nelayan masih bersifat umum dalam artian pengaturan yang dilakukan cenderung sama dengan permukiman di wilayah non pesisir. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Q.S. Al-An’am/6: 108, bahwa :