BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian yang sementara berlangsung di Indonesia dalam era reformasi saat ini dilaksanakan dengan upaya dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan standar hidup masyarakat. Namun demikian, dalam kurun waktu 30 tahun terakhir penerapan paket teknologi pertanian modern dengan input tinggi memang memberikan hasil panen yang tinggi, namun belakangan ini menimbulkan dampak negatif bagi manusia dan lingkungan (Winarso,2005).
Pada tahun 1960-1970 teknologi modern dalam bidang pertanian di Indonesia lebih dikenal dengan istilah revolusi hijau. Pada masa tersebut petani mampu melakukan swasembada pangan, namun dampak lain dari revolusi hijau adalah tingginya ketergantungan petani terhadap pemakaian pupuk dan pestisida kimiawi yang berakibat pada kerusakan lingkungan dan peledakan hama atau penyakit tanaman.
Sejalan dengan makin banyaknya bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan input kimia didalam sistem pertanian terhadap manusia dan lingkungan, maka dampak negatifnya menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya tanah, air, udara, dan terhadap kesehatan manusia (Winarso, 2005). Konsep penerapan sistem pertanian organik sebagai bagian pertanian alternatif ramah lingkungan perlu segera dimasyarakatkan kembali untuk merehabilitasi kondisi lahan yang sedang mengalami sakit dan degradasi produksi. Salah usaha untuk meningkatkan kesehatan tanah adalah membangun kesuburan tanah dengan cara menambah kandungan bahan organik melalui kearifan tradisional atau menggunakan masukan dari dalam usahatani (on-farm input) itu sendiri (Sutanto, 2003). Hal tersebut sejalan dengan Arifin (2005), bahwa pembangunan pertanian ke depan diharapkan mampu menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Dalam rangka mendukung penerapan pertanian organik yang berkelanjutan, maka diperlukan inventarisasi agroekosistem yang mampu mempertahankan dan meningkatkan produksi tidak menyebabkan dampak terhadap lingkungan, mampu mengkonservasi dan mempertahankan produktivitas lahan secara ekonomi menguntungkan dan secara sosial budaya dapat dilaksanakan oleh petani (Salikin, 2003).
Secara umum beberapa respon petani terhadap penerapan sistem pertanian organik bahwa dengan menggunakan bahan-bahan organik yang telah di daur ulang sebagai sarana produksi dalam berusahatani, maka secara perlahan-lahan dapat memperbaiki kembali kondisi lahan yang telah mengalami degradasi untuk berproduksi. Selain dari pada itu, respon petani bahwa pertanian organik yang ramah lingkungan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan sarana produksi sintetik. Pemanfaatan bahan organik (pupuk kandang, jerami dan sisa-sisa tanaman lainnya) dan berusahatani adalah penerapan sistem pertanian yang selaras dengan alam.